Gema Ramadan

Pilar-Pilar Berkeluarga

Oleh Gufron Aziz Fuadi

KELUARGA atau dalam bahasa Arabnya usrah adalah struktur terkecil dalam masyarakat. Meskipun merupakan struktur terkecil, keberadaannya sangat penting dan sangat menentukan bagi masyarakat itu sendiri. Keluarga itu bagaikan pondasi yang kokoh bagi sebuah bangunan besar.

Pada masyarakat yang sakit bisa dipastikan di dalamnya banyak keluarga yang tidak sehat, yang ditandai dengan antar anggota keluarga yang saling tidak perduli, saling mementingkan diri sendiri, suasana dalam keluarga terasa kering dan formalitas dan pastinya jauh dari suasana baiti jannati.

Meskipun tidak betul-betul seperti neraka, keluarga seperti ini membuat angggota keluarganya tidak betah bahkan pingin segera bubar (bercerai).Padahal kebutuhan materi seperti sandang, pangan dan papan semuanya tercukupi.

Maka dari itu kita biasa  melihat atau mendengar saat ada keluarga pesohor yang tidak punya kekurangan pangan,  sandang dan papan tiba-tiba ribut dan akhirnya berpisah..

Memang membentuk keluarga yang harmonis dan produktif bukan hanya didasarkan dengan pangan, sandang, dan papan. Tetapi  sebuah keluarga bisa harmonis dan produktif bila didirikan diatas pilar pilar yang kuat. Sehingga meskipun kebutuhan sandang, pangandan papan agak kekurangan, keluarga tersebut tidak mudah goyah apalagi ambruk.

Pilar-pilar tersebut atau yang biasa disebut dengan rukun usrah adalah:

1. Ta’aruf, saling kenal mengenal.

Manusia adalah makhluk biologis, yang salah satu cirinya adalah selalu mengalami perubahan atau perkembangan. Karena terus mengalami perubahan, maka pengenalan kita pada anggota keluarga tidak boleh dan tidak pernah selesai. Kadang seseorang beda situasi beda pula kondisinya. Kadang sikap dan sifat sebelum berkeluarga sering beda. Nanti beda lagi saat hamil, punya anak dan seterusnya.

Yang perlu juga dicatat adalah bahwa taaruf itu aktivitas ‘saling’ mengenal diantara anggota keluarga, bukan kewajiban salah satu pihak tapi semua pihak. Tidak seperti ungkapan: wanita selalu harus dimengerti.

Kegiatan taaruf ini sangat penting. Sebab bila kita taaruf-nya nggak baik, nggak jujur misalnya, maka nanti kita keliru memahaminya. Maka jujur adalah kunci utama taaruf, agar kita bisa tepat pada rukun kedua, tafahum. Masing masing harus menampilkan apa adanya biar yang lain mengenal diri kita secara lengkap baik kekurangan dan kelebihannya, yang disukai dan yang tidak disukai, kebiasaannya dll.

2. Tafahum, saling memahami.

Sekali lagi, ini juga aktivitas semua pihak bukan salah satu pihak saja. Kita tidak bisa memahami anggota keluarga kita, kalau dalam taaruf kita menampilkan sosok diri yang penuh dengan kepura-puraan.

Bila kita sudah taaruf dengan baik, maka mulailah kita meredam egoisme kita. Karena akan sulit tafahum, memahami orang lain, bila kita masih kuat memelihara ego kita.

Karena tafahum itu tidak sebatas saya tahu, tetapi harus dikembangkan sampai tepo seliro. Tenggang rasa dan memahami kondisinya orang lain.

Dengan tafahum yang baik, kita juga bisa melaksanakan nasihat menasihati dengan baik. Dengan tafahum ini menjadikan kita tidak mudah curiga dan menjustifikasi anggota yang lain tetapi justeru memunculkan pilar ketiga, takaful.

3. Takaful, saling tolong menolong, saling menutupi kekurangan saudaranya.

Tidak semua orang punya sifat blak-blakan apa adanya. Tidak sedikit yang sifatnya tertutup,  pemalu atau menjaga iffah.

Sebuah usrah atau keluarga tidak seharusnya ada keluarga yang kesusahan dibiarkan sendiri. Maka, anggota keluarga lainnya harus berempati, menghibur dan membantunya mengatasi masalahnya secara bersama. Sehingga masalahnya bisa diselesaikan atau paling tidak bisa diringankan. Sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al Maidah ayat 2: “… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Itulah mengapa pilar pilar keluarga ini sering disebut rukun usrah. Sebab, pilar yang sebelumnya menjadi prasyarat bagi terbentuknya pilar berikutnya.

Bila suatu saat, kita merasakan keluarga kita terasa kering, membosankan, nggak nyaman, saling masa bodoh dan jauh dari  dirindukan boleh jadi masalahnya karena pilar pilar usrah tersebut tidak dilaksanakan dengan serius.

Mungkin selama ini kita tidak membangun keinginan untuk mengenal dan memahami lebih dalam pasangan atau anggota keluarga kita. Mungkin selama ini kita terlalu sibuk dengan urusan kita, sehingga nggak sempat punya perhatian kepada anggota yang lain. Mungkin kita lebih senang mendapatkan, tapi kurang suka memberikan.

Kalau ini memang benar adanya, maka wajar bila kita tidak menemukan baiti jannati. Berkeluarga tapi hidupnya nafsi-nafsi. Formalnya berkeluarga, tetapi hidupnya ngurus diri sendiri.

Keluarga itu adalah lembaga, bukan pertemuan. Sebagai lembaga, maka keluarga harus selalu ada 24 jam sehari dan 7 hari dalam sepekan dalam hati dan pikiran kita…

Wallahualam bi shawab. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top