Sajak-sajak Yanuar Abdillah Setiadi
KOTAMU
Pada suatu rindu aku
berkunjung ke kotamu.
Kota yang terbuat dari senja,
kopi, dan puisi.
Kotamu adalah Kota Sajak
Ibu kotanya adalah Kata
Presidennya adalah seorang penyair
Pedomannya adalah buku puisi
dan rakyatnya -termasuk kamu-
adalah umat rindu.
Purwokerto, 9 Desember 2021
SANG PERONDA
Selepas temaram malam seorang
penyair merondai sajaknya, barangkali
menemui pencuri yang hendak membajak
kata-katanya. Ia berkeliling dari awal sampai
akhir sajaknya, siapa tau ia mendapati
kata yang tidak beres. Kata yang harus diringkus
karena tidak baku dan sesuai KBBI.
Setelah kesana-kemari ia mendapati
seorang pencuri sedang asyik ngopi di gardu posnya,
“seduh kopimu, marilah menikmati sepi bersamaku”
sapa pencuri. Penyair lantas menyeruput
kopinya dan menyantap sepi bersama pencuri
seraya berkata
“Terimakasih kau telah menginspirasi sajakku”
Pencuri yang arif dan bijaksana menimpali
“sama-sama, rajin-rajinlah merondai dan mengedit sajak”
Purbalingga, 12 Desember 2021
MALAM KOPI
Selayaknya malam minggu, malam
kopi juga digandrungi muda-mudi yang
rindu kehangatan.
Pada malam kopi engkau bisa
menjumpai sapa dan tawa.
Pada malam kopi pula engkau bisa
bertemu duka lara.
Malam kopi menyajikan
manis yang siap diterjang dan
pahit yang siap disesap.
Malam kopi tidak pernah membeda-
bedakan manusia. Semuanya sama.
Tak ada istilah jomblo. Karena semua
warganya berkencan dengan sepi
di hangat haribaan kopi.
Purbalingga, 12 Desember 2021
PERANTAU
Di sebuah gang kecil
menuju rumah, aku menjumpai
sepi sedang murung di seberang jalan.
Ia duduk telanjang menunggu
seorang yang tak kunjung
datang. Setelah beberapa lama
akhirnya orang itupun mucul.
Dia adalah seorang perempuan renta
yang sudah berhiaskan uban di kepalanya.
Perempuan itu menjemput sepi agar pulang bersamanya ke rumah.
Sebelum mereka melangkah, aku mencegat
keduanya
seraya berkata “sepi jaga ibuku baik-baik”
Sepi mengangguk paham.
“Ibu aku tak jadi pulang, aku hendak merantau
lagi, untuk mencari remah-remah rezeki
agar ibu dan sepi bisa hidup dengan layak”
Berapa detik sunyi. Lantas ibu menitikan
air mata yang lebih jernih dari untaian doa.
Purbalingga, 12 Desember 2021
SORE HARI
Sore merindukan senja
yang berhalangan hadir
karena menjamu mendung
di hamparan angkasa.
Hujan sering menyampaikan
pesan senja kepada sore.
Pesan bahwa senja tak akan hadir selama mendung
masih bersemayam di cakrawala.
Meski senja tak hadir,
sore akan tetap indehoi
menikmati penghujung hari.
Menyeruput secangkir kopi,
sembari berzikir dan
berfikir perihal mengapa
manusia sering mengkait-kaitkan
senja, kopi, puisi, dan indie.
Purbalingga, 12 Desember 2021
SILATURAHMI
Secangkir kopi duduk
manis di sudut meja. Buku-buku
mengantri di rak buku menunggu
giliran dibaca oleh penulis. Kertas
berbaring polos di bawah sinar lampu,
di hadapan penulis dansiap untuk
mengutarakan apa yang tak terkatakan oleh kata.
Acara hari ini adalah silaturahmi keluarga
penyair dalam rangka memperingati
hari ulang tahunnya.
“tiup puisinya” sorak hujan dari luar jendela.
Puisi padam dengan air mata penyair yang dihasilkan
dari mata yang lelah karena terlalu
banyak begadang
menulis sajak yang ia persembahkan
untuk dirinya sendiri di hari ulang tahunnya.
Purbalingga, 12 Desember 2021
—————–
Yanuar Abdillah Setiadi,
lahir di Purbalingga, 1 Januari 2001. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UIN
Saifuddin Zuhri Purwokerto. Santri Pondok
Pesantren Modern El-Furqon Purwokerto. Karyanya dimuat di berbagai media, di antaranya; Majalah An-Nuqtoh, Litera.co
dan Mbludus.com. Kontributor Covid-19 Pandemi Dunia (2020), Lintang
3 (2020), dan Di Ujung Tanjung (2020).