Soliter
By
Posted on
Oleh Hardi Hamzah
PADA hampir lebih setengah abad kemudian di bawah pImpinan Lech Walensa, orang meneriakkan, “Lets poland be poland, kemerdekaan segera tiba”. Dengan berpusat di Gdanks, tiap orang meneriakkan kebebasan.
Jauh sirna sudah potret barisan keluarga yang menunggu di muka kamp konsentrasi untuk mati di kamar gas Hitler. Lebih dari tujuh dasawarsa lalu di salju yang becek setiap detik orang membayangkan mati di dalam gas. Hidup hanya menunggu, siapa kemudian yang akan menghirup amoniak.
Soliter menjadi penting kemudian sebagaimana kita sekarang, ketika detik berlalu tapi pasti. Maka, kebebasan dan kemewahan tidak lagi berharga, lalu kita berpura pura mempunyai Tuhan. []
————
Hardi Hamzah, kolumnis