Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis (33)
Sepucuk surat dari Vita yang datang saat aku dan tengah dirundung duka menjadi hiburan bagiku. Ini kebahagiaan tersendiri bagiku. Vita sayang tak lupa padaku.
Kunjungan teman-teman ke kampungku yang dilanda gempa juga memberikan kekuatan bagiku dan yang lain untuk kembali bangkit menata kembali masa depan dan melupakan kepedihan. Terima kasihku pada semua pihak yang telah memberikan rasa kepedulian atas korban bencana alam ini.
Termasuk di dalam rombongan yang diterjunkan untuk membantu korban gempa itu ada Eja Wulansari. Dia anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) yang bersama Korps Suka Rela (KSR) terjun ke lokasi gempa.
Kepada ayah dan ibuku, aku perkenalkan Eja.
“Ini Eja, teman kuliah. Mereka Menwa yang mau membantu kita di sini,” ujarku.
Ayah dan ibuku tampak senang menyambut. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Eja pun lalu berbincang dengan kedua orang tuaku. Cukup lama untuk kemudian aku antar lagi Eja ke tenda posko mereka.
“Cantik, ya Do…,” kata Yuliza, adik kelas, tetangga sebelah rumah mengomentari Eja.
“Hahaa… Sst, sudah punya pacar, Za” sahutku.
Tapi, entahlah, aku tak tahu, pasti kala itu Eja sudah punya pacar atau belum. Yang penting, aku sudah punya Vita seorang.
Lalu, dukaku kembali menyeruak begitu mendapati kabar Azizi, teman kecil sekaligus masih kerabat dekat yang saya panggil Mamak Ji, yang tempo hari memberiku tumpangan mobil dari Batu Kebayan ke Negarabatin, berpulang menghadap Ilahi menjelang Lebaran. Dari cerita sanak-famili, Mamak Ji meninggal karena salah minum. Air keras dikira air mineral.
Mamak Ji yang baru saja pulang menjelang berbuka puasa, berkata, “Nah, berbuka kita.”
Lalu, tanpa tanya-tanya, ia pun menyambar botol mineral, membuka tutup botol, dan langsung meneguknya. Lalu meletakkan botol itu di meja. Tapi, astaga, ia merasa mulut dan tenggorokannya panas sekali.
“Astaghfirullah, Ji. Itu air aki….” kata kakaknya.
Tapi, terlambat. Air aki telah tertelan. Kini, Mamak Ji mengerang kesakitan, mulut, tenggorokan, dan dadanya serasa terbakar. Dan, memang terbakar oleh air keras. Ia pun dilarikan ke Puskesmas untuk mendapatkan pertolongan. Namun, dalam perjalanan ia menghembuskan nafas terakhir. Innalillahi wa inna ilaih rajiun. Mamak Ji berpulang di penghujung Ramadan. Besok Lebaran. Ia menyempurnakan puasanya sebulan penuh. Tapi, ia tak sempat merayakan Hari Kemenangan itu.
Musibah gempa Liwa itu tak lekang dari ingatku dan juga para korban. Tapi, perlahan situasi mulai membaik, meskipun tak pulih sepenuhnya. Luka-luka tak cepat mengering, tetapi bisa sembuh lagi. Usai Lebaran, aku pun kembali ke kampus, menjalani lagi aktivitas, dan tentu saja berbagi kisah dan kasih dengan Vitaku.
17/
Praktikum… Saatnya Beraksi
ADA kegelisahan bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan dan Sosiologi Universitas Lampung. Fakultas mereka belum definitif sejak sembilan tahun dirintis pada tahun 1984 dan mulai menerima mahasiswa baru untuk kedua program studi itu pada 1985. Penantian yang terlalu! Entah, apa sebabnya kata “Persiapan” pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (PFISIP) hingga 1994 belum juga copot.
Terbetik kabar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Wardiman Djojonegoro atas undangan rektorat akan memberikan Kuliah Umum di Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung (Unila) dan setelah itu akan meresmikan beberapa proyek di Sekolah Teknoklogi Menengah Negeri (STM) Bandar Lampung. Perjalanan Pak Menteri dan rombongan dari GSG Unila sudah dipastikan akan melewati kampus PFISIP.
Bagi sivitas akademi PFISIP yang sudah hilang kesabaran menanti fakultas mereka tak definitif-definitif juga, ini adalah peluang emas. Maka, di bawah koordinasi organisasi kemahasiswaan di Kampus Oranye (PFISIP) seperti Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) yang diketuai Saipul, Himpunan Mahasiswa Sosiologi (Himasos), Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF), Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Majalah Republica, dan berbagai elemen termasuk lembaga ekstrakampus, dipersiapkanlah acara khusus penyambutan Mendikbud ketika melewati Kampus Oranye.
Di belakang para mahasiswa ini jajaran dosen turut memberikan masukan agar acara ini sukses. Bahkan, sebetulnya yang memberikan saran untuk menggelar kegiatan spesial untuk menyambut kedatangan Mendikbud ini justru dari kalangan dosen yang juga ikut resah mengapa PFISIP tak juga diresmikan menjadi fakultas definitif.
“Teori sudah. Kalian sekarang praktikum ke lapangan. Saatnya beraksi…” begitu kira-kira provokasi para dosen.
Sebelum ini, ketika di GSG, dipersiapkanlah beberapa pentolan mahasiswa PFISIP untuk meminta kesempatan bertanya, banyak saja yang mengacungkan jari hendak bertanya dalam sesi tanya-jawab. Siapa saja yang diberi kesempatan bertanya, mesti memanfaatkannya untuk bertanya atau menggugat keberadaan fakultasnya yang masih berstatus persiapan dan belum juga diresmikan sebagai fakultas definitif.
>> BERSAMBUNG