Human

Karena Banyak Utang, Banyak Bohongnya

Oleh Gufron Aziz Fuadi

SUATU hari ada seorang Yahudi secara kasar menarik selendang/surban dan menagih hutang pada nabi, padahal utangnya belum jatuh tempo. Sehingga membuat beberapa sahabat marah, tetapi nabi justru meminta para sahabat membantunya membayar utang seekor unta dangan unta yang lebih baik.

Hadits riwayat Muslim  tentang peristiwa tersebut menunjukkan bahwa hutang piutang merupakan sesuatu yang lumrah dalam kehidupan manusia. Memang Nabi beberapa kali berutang kepada orang, umumnya bukab untuk kebutuhan hidup keluarga nabi tetapi untuk orang orang yang meminta kepada nabi dan kebetulan nabi sedang tidak memilikinya. Sehingga untuk memenuhi permintaan orang orang tersebut, nabi berutang kepada orang lain.

Riwayat ini juga mengisaratkan agar kita berkaku baik dalam membayar hutang. Lebih baik dalam arti membayar hutang paling akhir saat jatuh tempo, lebih baik lagi sebelum hatuh tempo. Bahkan memberikan lebih banyak dari hutangnya, asalkan tidak ditentukan dari awal oleh kreditur, karena bisa masuk katagori riba’.

Apa kebaikan membayar hutang sebelum atau paling lambat saat jatuh tempo?

Kebaikannya adalah paling tidak kepercayaan orang kepada kita akan terus baik,  sehingga bila suatu saat kita terpaksa harus berutang lagi, orang lain tidak akan  ragu memberikan hutang lagi mengingat reputasinya sebagai debitur baik.

Sebaliknya, bila reputasi kita dikenal sebagai debitur nakal maka akan banyak yang menutup pintu bagi kita ketika kita sangat membutuhkan.

Di samping itu, debitur nakal juga bisa mendapat predikat dzalim, sebagaimana hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: 

“Memperlambat pembayaran utang yang dilakukan oleh orang yang mampu (kaya) merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar utang, maka hendaklah beralih (diterima pengalihan tersebut)”. (HR. Bukhari dalam Shahihnya IV/585 no.2287, dan Muslim dalam Shahihnya V/471 No. 3978)

Jadi, orang yang sesungguhnya sudah mampu membayar utang tetapi tidak segera membayar hutangnya bisa dikatagorikan sebagai orang dzalim.

Padahal, terhadap mayit yang masih punya utang dan belum dibayarkan hutangnya,  yang bokeh jadi karena memang belum mampu, Rasulullah tidak mau mensalati jenazahnya.

Dari Jabir bin Abdillah RA., berkata, “Seorang laki-laki meninggal dunia dan kami pun memandikan jenazahnya, lalu kami mengafaninya dan memberi wangi-wangian. Kemudian kami letakkan untuk disalatkan oleh Rasulullah SAW. di tempat khusus jenazah. Kemudian panggilan salat pun berkumandang. Beliau pun datang bersama kami dengan melangkah pelan kemudian bersabda, ‘Barang kali rekan kalian ini (si-mayat) punya utang?’

Mereka menjawab, ‘Ya, dua dinar !’ Maka Rasulullah pun mundur, beliau pun berkata, ‘Salatkanlah rekan kalian ini.’

Lalu berkatalah salah seorang dari kami bernama Abu Qatadah,  “Wahai Rasulullah utangnya yang dua dinar itu atas tanggunganku!’

Maka Rasulullah SAW. berkata kepadanya, “Utang itu menjadi tanggunganmu? Tertanggung dari hartamu? Dan, si mayit terlepas daripadanya?”

Abu Qatadah menjawab, “Ya!”

Maka Rasulullah SAW. pun menyalatinya dan setiap kali Rasulullah bertemu dengan Abu Qatadah beliau selalu berkata, “Apakah utang dua dinar itu telah engkau lunasi?” Hingga pada akhirnya Abu Qatadah mengatakan, “Aku telah melunasinya wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah berkata, “Sekarang barulah segar kulitnya!’” (HR. Ahmad, Hakim dan Baihaqi).

Utang itu beban, baik dunia maupun akhirat. Bahkan seorang yang mati syahidpun surganya terhalang oleh utangnya.

Dari Muhammad bin Jahsin ra. berkata, Rasulullah Saw bersabda:

“Demi yang jiwaku yang ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya utang, maka dia tidak akan masuk surga sampai utangnya itu dilunasi.” (H.R. Ahmad No. 22546, An Nasa’i No. 4684, Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 556)

Jadi, meskipun utang itu dibolehkan, itu merupakan pintu darurat yang hanya digunakan bila betul betul kepepet bukan untuk kepentingan penampilan atau gaya-gayaan. Hidup itu biasanya tidak berat yang membuat berat adalah gayanya. Semakin berat gayanya, maka akan semakin berat tekanan hidupnya.

Saat sakit keras menjelang wafat, Nabi Muhammad  sempat keluar rumah menuju masjid dan bertanya kepada para sahabatnya, “Adakah aku berutang dengan kalian? Aku ingin menyelesaikan utang tersebut. Karena aku tidak mau jika bertemu dengan Allah dalam keadaan berutang dengan manusia…”

Rasulullah mengajarkan doa agar terbebas dari bingung dan lilitan utang.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang.”

Sahabat bertanya kenapa berdoa agar terlindung dari utang. Rasulullah bersabda, “sesungguhnya seseorang apabila sedang berutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering mengingkarinya.” (HR Bukhari).

Begitulah gaya orang yang banyak utang, banyak bohongnya.

Maka, kalau kita lihat presiden Amerika banyak bohongnya, bisa jadi karena pemerintahannya banyak utang.

Wallahua’lam bi shawab.  []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top