Human

Berteman agar Sukses

Oleh Gufron Aziz Fuadi

SALAH satu tema obrolan dengan teman-teman yang bertamu ke rumah, selain masalah regenerasi adalah masalah malasnya anak-anak berteman dan bergaul dengan anak-anak lain di lingkungannya. Mereka lebih suka diam di rumah main gadget, sesekali nonton tv.

Berbeda dengan waktu kita kecil dulu, usia kelas 5 SD ke atas, hampir bisa dikatakan pulang hanya untuk makan dan tidur. Selebihnya bergaul bersama teman-temannya.

Sekarang, lebih-lebih kalau anak kita disekolahkan di boarding school atau sistem pondok, bila liburan mereka lebih senang tiduran atau main gadget.

Awalnya, kita berpikir bahwa anak anak sedang “balas dendam” dengan kehidupan pondok yang ketat dan padat,  tidak boleh bawa hp dan kurang tidur. Tetapi pada akhirnya terpikirkan, jangan-jangan anak-anak mengalami kegagalan dalam berteman dan bergaul. Padahal, berteman dan bergaul merupakan salah satu kunci sukses hidup. Apa lagi di masa sekarang, banyak hal tidak bisa kita kerjakan sendiri. Kalau pun bisa, hasilnya tetap kurang baik,  tidak efektif dan tidak efisien dibandingkan dengan yang dikerjakan secara kolaborasi dengan berbagai pihak.

Oleh karena itu, kita harus terus mendorong agar anak anak senang berteman dan bergaul dengan kawan-kawannya.

Mereka perlu didorong untuk  berteman dengan siapa saja tanpa membedakan SARA dan bergaul dengan orang orang yang akan membawa kebaikan.

Rasululah Saw bersabda: “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Apa yang membuat anak anak kita sulit berteman dan bergaul?

1. Terlalu cepat menilai seseorang, baik atau jahat.

2. Selektif dalam memilih teman.

3. Tak berani masuk dan mengenal lingkungan baru.

4. Suka memaksakan ideologi atau pendapat pribadinya kepada orang lain.

5. Egois dan maunya menang/benar sendiri.

6. Biasa hidup dalam lingkungan homogen.

7. Orangtua nya tidak memberikan contoh yang cukup dalam berteman/bergaul.

Rasulullah Saw bersabda: “Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka.” (HR. At Tirmidzi 2507, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad 388, Ahmad 5/365)

Sekarang dan yang akan datang, bumi ini akan dihuni dikendalikan oleh anak yang lahir pada akhir tahun 1980 an yang disebut generasi Y atau millenial dan anak anak generasi Z yang lahir diawal tahun 2000 an.

Dua generasi ini memilki karakter yang berbeda dengan kita.

M. Sohibul Iman menyebut kedua generasi ini dengan istilah Generasi C karena memiliki tiga karakter -C.

Karakter C yang pertama adalah creative (kreatif). Mereka adalah generasi yang lebih kreatif dari pada generasi orang tua-orang tuanya yang merupakan Generasi X atau pun baby boomers. Mereka generasi yang sangat suka dengan sesuatu yang baru, tantangan baru, gagasan yang baru, cara pikir dan kerja baru yang out of the box, anti-kemapanan, flexible, ketidakteraturan, kurang loyal, trend setter, independen namun tetap bisa berkarya secara kreatif dalam membuat solusi dari berbagai persoalan yang ada.

C yang kedua adalah connected  (terhubung). Mereka ini adalah generasi yang saling terhubung satu dengan yang lain. Bukan hanya di dunia nyata, melainkan juga dunia maya. Dan bahkan konektivitas mereka di dunia maya jauh lebih kuat di bandingkan di dunia nyata.

C yang ketiga adalah collaborative (kolaboratif).  Karena generasi ini merupakan generasi yang sangat kreatif dan saling terhubung satu dengan yang lainnya, maka mereka sangat suka melakukan kolaborasi. Dari hasil kolaborasi inilah mereka kemudian menciptakan karya-karya yang kreatif dan inovatif. Mereka mampu menemukan model bisnis yang menggangu model-model bisnis yang lama (disruptive innovation). Mereka pun mampu melakukan kolaborasi lintas sektoral yang kadang tidak terpikir oleh kita.

Dan kolaborasi itu akan sulit dilakukan oleh orang orang yang kurang bergaul, tidak bisa menerima perbedaan dan kekurangan orang lain. Karena kolaborasi butuh toleransi.

Bila anak-anak telat belajar berteman, mereka juga akan telat belajar memahami keragaman atau kemajemukan sosial. Padahal pluralitas (bedakan dengan pluralisme) adalah Sunnatullah yang harus kita jalani.

Lelaki-perempuan, kaya-miskin, kulit putih atau berwarna, bahkan mukmin-kafir adalah kemajemukan yang ‘ada’ atas kehendak Allah.

Allah berfirman: “Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” [QS. Yunus (10): 99].

Beriman atau kafir adalah pilihan dan kita tidak boleh memaksa orang lain untuk beriman. Tetapi Allah dan Rasul-Nya menyuruh kita untuk bergaul bersama mereka dengan cara dan adab yang diajarkan dan dicontohkan Nabi-Nya.

Wallahua’lam bi shawab.[]

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top