Perkataan yang Paling Baik dan yang Paling Buruk

Oleh Gufron Aziz Fuadi
BERBEDA dengan agama lain, dalam Islam, kewajiban mempelajari dan mendakwahkan agama tidak hanya tanggung jawab dan kewajiban tokoh agama (ulama) saja tetapi kewajiban dan tanggung jawab setiap muslim sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Karena Rasulullah Saw bersabda, Balighu ani walau ayah, sampaikan apa saja yang berasal dariku walaupun satu ayat. Bahkan dalam Islam, aktivitas menyeru kepada kebaikan (dakwah) terhitung sebagai seruan atau perkataan yang paling baik.
(وَمَنۡ أَحۡسَنُ قَوۡلࣰا مِّمَّن دَعَاۤ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَـٰلِحࣰا وَقَالَ إِنَّنِی مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِینَ)
[Surat Fushilat 33]
Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru (berdakwah) kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri).”
Ayat diatas menegaskan kepada kita bahwa ungkapan atau kalimat yang baik adalah kalimat dakwah yang menyeru manusia kepada Allah swt.
Dan, kalimat yang paling buruk dan dibenci Allah Swt adalah kalimat yang menentangnya. Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
وَإِنَّ أَبْغَضَ الْكَلَامِ إِلَى اللهِ أَنْ يَقُولَ الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ: اتَّقِ اللهَ فَيَقُولُ: عَلَيْكَ نَفْسَكَ
Sesungguhnya ucapan yang paling dibenci Allah adalah disaat seseorang berkata (menasihati) orang lain: “Bartaqwalah kamu kepada Allah”, dia menjawab: “Urus dirimu sendiri!” (HR. An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra no. 10619. Shahih. Lihat Ash Shahihah no. 2939)
Dalam lafaz Imam Al Baihaqi: “Sesungguhnya termasuk dosa yang paling besar adalah ketika ada seseorang berkata kepada saudaranya: “Bertakwalah kepada Allah”, lalu dia menjawab: “Urus dirimu sendiri, apakah (ngapain) kamu nyuruh-nyuruh saya?” (Syu’abul Iman no. 7896)
Mungkin di antara kita pernah melihat atau mendengar ada seseorang yang jika dinasihati atas kesalahannya, dia bukan berterima kasih tapi malah menyerang balik yang menasihatinya dengan mengatakan: “Urus dirimu sendiri”, kadang ada tambahan: “Kaya’ kamu udah benar aja!” atau juga: “Apa hak kamu menasihati saya?!” atau juga: “Jangan berlagak jadi polisi susila deh!”, dan kalimat lainnya semisal ini.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut bahwa perkataan tersebut adalah abghadul kalam ilallah – perkataan yang paling dibenci di sisi Allah Ta’ala. Sebab, dia telah menolak salah satu hal paling pokok dalam agama yaitu nasihat.
Sebab Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: ad diinu an nashiihah – agama adalah nasihat. (HR. Muslim no. 55)
Penolakan terhadap nasihat kebaikan dengan respon yang kasar, merupakan petunjuk adanya kibr (kesombongan) dalam dirinya. Sebab, sombong dalam pengertian agama adalah:
بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاس
Menolak kebenaran dan merendahkan manusia. (HR. Muslim no. 91)
Sikap seharusnya saat kita menerima nasihat adalah bersyukur atas nasihat dan peringatan dari sesama muslim. Hal ini karena saling nasihat menasihati merupakan kewajiban sesama muslim.
Oleh karena itu khalifah Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
رَحِمَ اللَّهُ مَنْ أَهْدَى إِلَيَّ عُيُوبِي
Semoga Allah Ta’ala merahmati orang yang menunjukkan kepadaku tentang aib-aibku (Sunan Ad Darimi, no. 675)
Budaya saling menasihati adalah penyebab terhindarnya manusia dari kerugian hidup di dunia. (QS. Al ‘Ashr: 1 – 3).
Oleh karena itu penolakan terhadap nasihat yang baik, bisa dinilai sebagai wujud lebih mengikuti hawa nafsu dunia yang menipu.
Allah berfirman dalam surah an-Nisa’ ayat 80:
مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Wallahu A’lam bi shawab.
Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Salam. []
