Human

Dakwah dengan Cinta

Oleh Gufron Aziz Fuadi

MUNGKIN kita memperhatikan  saat orang orang orang sedang marah?

Ya, mereka akan berteriak dengan suara keras dan kalimat yang kasar. Padahal jarak fisik mereka berdekata, paling sebatas meja atau jarak sehasta bila mereka sambil berdiri..

Tetapi mengapa mereka harus berkata kata dengan suara keras padahal mereka berhadapan dengan sangat dekat?

Ini karena orang yang sedang marah, orang sedang membenci itu hati mereka berjauhan meskipun jarak fisik mereka dekat. Jadi kerena perasaan mereka jauh, maka mereka merasa perlu menggunakan suara yang keras. Itupun kadang masih nggak nyambung.

Sebaliknya saat kita melihat orang yang saling mencintai. Mereka cukup berkata kata dengan suara pelan bahkan kadang cukup dengan  berbisik, tetapi mereka nyambung dan saling memahami. Dengan cinta, yang jauh pun terasa dekat…

Karena memang cinta itu mendekatkan dan benci itu menjauhkan.

Dakwah adalah cinta. Rasulullah berdakwah kepada umatnya karena dorongan rasa cinta bukan benci. Karena kecintaannya lah, Rasulullah rela berdarah darah agar umat manusia selamat dunia dan akhirat.

Karena rasa cintanya kepada umatnya beliau selalu merasa khawatir kepada mereka sehingga selalu mendoakannya.

Dalam kitab shahih-nya Imam Ibn Hibban diriwayatkan bahwa Nabi SAW sedang berbincang santai di rumahnya bersama Sayyidah ‘Aisyah radhiallahu ‘anha (RA). Beliau (Aisyah) mengatakan: “Ketika aku memandang wajah Nabi SAW , terasa ketenangan dalam diri, lalu aku katakan kepada beliau”: “Ya Rasul, berdoalah kepada Allah untuknya”. Kemudian Nabi SAW mengangkat tangannya berdoa kepada Allah:

للَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَائِشَةَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنَبِهَا وَمَا تَأَخَّرَ، مَا أَسَرَّتْ وَمَا أَعْلَنَتْ ”

Ya Allah, ampunilah ‘Aisyah, seluruh dosanya yang lalu dan yang akan datang. Dosanya yang terlihat dan yang tersembunyi”.

Mendengar doanya Nabi SAW itu, ‘Aisyah kemudian tersenyum lebar, dan tertawa. Saking senangnya, sampai-sampai ia menjatuhkan kepalanya di pangkuan Nabi SAW . Kemudian beliau mengatakan: “Senangkah engkau dengan doaku tadi?” Sayyidah ‘Aisyah menjawab: “Bagaimana mungkin aku tidak gembira dengan doamu Ya Rasulullah ?”Beliaukemudian meneruskan: “Demi Allah, itulah doaku untuk umatku setiap salat”. (HR Ibn Hibban)

Begitulah nabi, cintanya kepada umat membuatnya terus berdoa untuk keselamatan mereka.

Di samping itu Rasulullah juga diriwayatkan hampir selalu  menangis dan mengulang ulang membaca ayat:

“Jika Engkau (Allah) mengadzab mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya memang Engkau Maha pengampun lagi Maha bijaksana”. (Al-Maidah: 118)

Ketika di Thaif, saat Malaikat Jibril  menawarkan untuk menghancurkan penduduk Thaif karena mereka membuly dan menyambiti nabi  (melempari nabi dengan batu batu) dan darah masih mengalir dari tubuhnya, beliau justru mengangkat tangannya seraya berkata dan berdoa:

“Allah tidak mengutusku untuk menjadi orang yang merusak dan juga tidak untuk menjadi orang yang melaknat. Akan tetapi Allah mengutusku untuk menjadi penyeru doa dan pembawa rahmat… Ya Allah, berilah hidayah untuk kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui”. (HR Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman)

Seandainya dakwah beliau berdasarkan kebencian tentulah penduduk Thaif sudah ditimbun dengan gunung.

Ada sebuah kisah yang menceritakan seorang ulama yang menangis sedih ketika mendengar kota Paris dibombardir oleh Jerman. Sehinga kawanya bertanya, bukankah seharusnya kita bergembira mendengar kota pusat maksiat dibombardir?

Ulama tadi menjawab, saya bersedih karena boleh jadi mereka (penduduk) Paris belum pernah menerima dakwah Islam dan saya sedang memikirkan bagaimana bila nanti Allah bertanya: mengapa anda tidak/belum berdakwah ke sana…

Jawaban apa yang harus aku sampaikan?

Begitulah, bila dakwah dengan cinta…

Pada suatu kesempatan  Ustaz Rahmat Abdullah berujar: “Memang seperti itulah  dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai”.

“Lagi-lagi memang seperti itulah Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari…”.

Bila para penyeru dakwah melandasi aktivisnya dengan cinta pada umat, pada masyarakat, insya Allah yang jauh akan segera mendekat dan yang dekat akan semakin lengket.

Dengan cinta, bahasa yang keluar adalah kelembutan, kalimat yang terlontar adalah keindahan dan dalam kepedihan yang dilantunkan adalah doa…

Sudahkah hari ini Anda (dari kata “Anta”) mendoakan bawahan/pekerja anda, binaan upa anda atau majelis taklim yang anda bina?

Wallahul muwaffik ila aqwamith tharieq… []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top