Cara Menang Lomba Mengarang a la Udo Z Karzi
OBROL-OBROL dengan sesama penulis “malas” sekali waktu. Berikut kutipannya dengan sedikit polesan dan drama di sana-sini. Hehee…
“Heran liat orang bisa semangat terus nulis, semangat terus bikin status di fb, dll,” kata dia.
Saya tak langsung menjawab. Biasa, saya juga suka lelet berpikir.
Meskipun saya balas juga, komentar saya tak seperti yang ada di benak. Soalnya, kenapa saya saya rajin up date status, beberapa kali saya saya sampaikan. Saya sih cuma ikut kata (alm) Tandy Skober: Sering Up date status itu salah satu cara agar tetap produktif menulis (status).
Lalu, dia cerita sedang membaca-baca novel… (sengaja gak disebut ntar dikira promosi).
“Saya pengen nulis novel pelitik kayak … (menyebutkan penulis novel tadi) gitu. Tulisan saya kemarin disebut cerpen, barangkali saya juga bisa bikin novel. Ada yang bisa jadi mentor saya gak?”
Saya diam. Lagi mikir.
“Saya baru tahu kalau jaksa agung, Mabes Polri, Imigrasi, dll itu bisa main-main dalam sindikasi perbankan ya dari novel ini. Dia juga nulis tentang wartawan yang bisa dibayar, dll… Saya cuma salut dengan keberaniannya Dan ternyata boleh nulis itu. Dan, aman-aman aja….”
Banyak lagi yang ia katakan.
“Saya jadi pengen nulis kongkalikong dalam seleksi pejabat negara, dalam pelaksanaan pemilu, dll.”
Saya ledek saja sekalian, “Ah, cuma pengin. Tulis-tulis sajalah.”
“Ya lagi baca-baca dulu dong…”
….
“Pakai gaya sendiri aja. Kebanyakan baca dan kepengen kayak ini kayak itu gak jadi-jadi novelnya.”
“Saya belum kebanyakan baca. Malah baru mulai baca-baca. Ya udah-lah, nanti kalo saya bikin novel, ajarin bagaimana baiknya aja-lah ya. Saya ini gak ada tukang ajar-ajar. Mau ikut kayak-kayak … (maksudnya, kelas menulis), saya malas. Gak sanggup dipaksa-paksa soalnya.“
“Saya bikin cerpen dan novel suka-suka aja. Hahaa… Untung dikasih Hadiah Rancage. Hahaa….“
“Ya karena kelampungan.“
“Dapat hadiah karena gak banyak yang ngerti bacanya kali ya. Hahaa… “
“Saya belum ada yg ngasih hadiah gini-gini. Mau ikut-ikut lomba malas.“
Dia lalu memperlihatkan sebuah iklan berjudul “13 Hari Menulis Fiksi dan Nonfiksi: Maksain Nulis” gitu. Gak bayar! Sebelum menulis ada pembekalan.
Saya sih gak tertarik dengan yang begini-begini. Saya tetap beranggaopan guru menulis terbaik adalah bacaan-bacaan yang bagus.
Meskipun begitu, saya sarankan dia ikut. Program seperti ini menjadi salah satu cara untuk mendisiplinkan diri menulis tiap hari. Tapi, rupanya dia juga termasuk yang ‘pemalas’ kayak saya.
“Saya pernah dua kali ikut kelas gini-gini. Tapi, gak pernah ngerjain tugas,” ujarnya.
Yah… saya ketawa geh.
Balik lagi ke soal lomba-lomba menulis, dulu dia pernah ikut lomba. Dia dapat juara harapan, dikasih uang Rp750 ribu. Juara 1-3-nya para profesor dan doktor semua.
Saya katakan, “Saya ikut lomba yang dikit pesertanya. Bila perlu sendirian… Jadi, mestilah menang.“
“Kalau ada lagi, kasih tahu ya,” sambarnya antusias.
Waduh, kepengen juara juga dia. Kasih tahu nggak ya? Soalnya, dia ini potensi bakal jadi saingin juga nantinya.
Hahaa…. []