Numpang Eksis
Oleh Kattrina Sabo
SEPTEMBER 2004 menjadi awal petualangan di dunia baru bagi seorang aku yang sejak lahir hingga SMA bertumbuh di sebuah kabupaten tua, tentunya setelah melalui beberapa pergulatan hati karena harus meninggalkan rumah dalam kondisi ekonomi keluarga yang sedang berdarah-darah. Bisa diterima di jurusan Ilmu Administrasi Niaga FISIP Universitas Lampung Angkatan VI melalui jalur seleksi bagiku adalah semata berkat satu doa orang tua yang diijabah.
Kehidupan baruku mungkin tak banyak berbeda dengan ritme para inlander FISIP Unila lainnya, ikut Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) dan program Bimbingan Baca Quran (BBQ) yang dikira acara makan-makan tapi rupanya program belajar Alquran, menulis latin menggunakan jaring petulis di kelasnya Drs. Piping Setia Priangga, M.Si. yang kami semua hormati, bertegur sapa dengan Kyai Satpam yang semoga Allah menjaga kalian semua.
Menjadi mahasiswa jurusan newbie di antara jurusan yang ada di fakultas ini pada masa itu cukup membuat kami sedikit termarjinalkan di kehidupan berorganisasi. Kenapa? Sebab, kami memiliki jumlah mahasiswa yang paling sedikit. Tapi, itu tidak membuatku secara pribadi menjadi insecure untuk berkompetisi dan berproses dengan teman-teman jurusan lainnya. Melalui teman dan kakak tingkat lintas jurusan kami banyak sekali berbagi informasi berbagi perspektif dan berbagi kisah, termasuk kisah yang jauh dari kata ilmiah.
Ada satu kisah “Creepy” yang mungkin akan melekat di ingatan beberapa mahasiswa aktif pada masa itu. Ini terjadi pada masa orientasi fakultas untuk mahasiswa baru Angkatan 2006. Awalnya semua kegiatan berjalan lancar dan menyenangkan sampai di dua hari terakhir dari kegiatan ini. Aku ingat benar itu terjadi di hari Sabtu di Gedung B Lantai 3 ada seorang mahasiswi baru yang tiba-tiba sakit dan diistirahatkan di ruang lain masih di lantai yang sama dengan tempat orientasi hari itu, awalnya kami masih santai saja memberikan obat seadanya serta mengajak nya mengobrol agar tidak bengong.
Di tengah pembicaraan si Dia, sebut saja begitu, mulai menunjukkan gelagat aneh dan tidak masuk akal. Aku yang dulu aktif di kegiatan kepramukaan di masa SMA sudah cukup familiar dengan suasana tersebut, ya si Dia Kesurupan! Dia mulai menangis, marah, dan matanya mendelik merah. Dia bergerak dan mengeluarkan suara-suara ganjil. Kalian pikir kami takut? Ooh, sudah tentu. Tapi, lebih tepatnya panik menghadapi situasi yang sama sekali tidak terduga.
Karena situasinya membingungkan, kami minta tolong dengan beberapa kakak tingkat perempuan yang aktif di kegiatan kerohanian. Makin dibaca-bacakan beberapa ayat Alquran dan si Dia pun makin menjadi, si Dia meronta dengan kekuatan yang entah dari mana, lalu suara jeritannya melengking mengerikan seketika mengubah kebisingan kami menjadi kepanikan dalam diam sesaat.
Panitia yang berkerumun pun semakin ramai. Aku pun ikut sibuk karena salah satu kakak tingkat yang menolong tadi pun ikut kerasukan! Astaghfirullah,… kami semua hampir serempak beristighfar sambil panik dengan keadaan, sampai di suatu ketika satu kakak minta tolong aku untuk mengambil air mineral, lalu dunia pun tiba-tiba gelap bagiku.
Subhanallah, aku baru ingat kalau tadi sedang di kampus dan menolong orang yang kesurupan. Hmm, kenapa jadi aku pun ikut hilang kesadaran. Akhirnya, kegiatanku hari ini harus berakhir di salah satu pondok pesantren di dekat kampus. Kata teman-teman, aku ketularan. Sudah seperti flu aja si setan ini pikirku waktu itu. Sampai di kosan cerita tidak berakhir, aku dikawal beberapa teman yang ditugaskan mengawasi aku serta disetelkan lantunan murotal Alquran di kos-kosanku yang multiagama ini. Lalu, malam pun berlalu dengan damai.
Esok paginya karena kondisiku sudah membaik aku diizinkan kembali mengikuti kegiatan orientasi fakultas yang kali ini dilaksanakan di gedung C yang dulu difungsikan sebagian menjadi sentra kegiatan kemahasiswaan. Hari itu riuh sekali dengan semangat mahasiswa baru yang membara terbakar lantunan Mars FISIP Unila menggaung di Lantai 2. Kegiatan demi kegiatan di sesi pagi itu berjalanan sangat normal, seru dan menyenangkan. Sampai pada suatu sesi, tiba-tiba suara kegembiraan itu berganti dengan suara-suara bentakan khas perpeloncoan dari para senior yang jarang aku jumpai keberadaannya di kampus ini. Saking kerasnya suara mereka, panitia yang masih berada di lantai satu pun bisa mendengarnya.
“Ini di luar skenerio, di luar kesepakatan” teriak salah satu panitia senior kepada kami.
Sontak kami berlarian ke lantai atas untuk menghentikan aksi yang tak terduga itu. Kulihat beberapa senior BEM dan DPMF mulai mengajak para senior bicara baik-baik. Tapi, masih ada beberapa senior lainnya yang tetap melanjutkan aksi perpeloncoan, yang katanya “tradisi”. Suasana semakin panas, udara pengap mulai menyeruak, kepanikan mahasiswa baru yang gagap akan keadaan mulai memenuhi ruangan yang cukup besar ini. Satu-persatu sudah mulai tidak bisa menahan tangis ketakutan. Dan, satu-persatu mulai larut dalam histeria massal dan tumbang.
“Ayo-ayo angkat, yang lain siapkan tempat!” teriak salah satu panitia memberi kami komando untuk mengevakuasi mahasiswa baru yang pingsan.
Aku berlari duluan menyiapkan ruang sekretariat BEM sebagai ruang evakuasi. Satu orang masuk, dua orang masuk, tiga, empat, lima, enam orang sudah di ruang BEM. Ternyata masih banyak yang dibawa turun sehingga kami menggunakan ruang DPMF dan HMJ lP dan HMJ Sos sebagai ruang evakuasi. Suasana saat itu seperti terjadi bencana alam. Entah berapa korban yang pingsan dan mengalami fenomena kesurupan semua kacau sampai beberapa dosen pun ikut turun tangan.
Suara jeritan histeris saling bersahutan dari ruangan ke ruangan. Kami sudah tidak tahu lagi apa yang terjadi di lantai dua karena menangani situasi ini saja rasanya tak ada habisnya. Beberapa senior memaksaku untuk tidak terlibat di evakuasi karena baru juga mengalami hal yang serupa kemarin dengan alasan “nanti setannya balik lagi”.
Oke, aku tak mau berkeras karena terus terang lelah juga menghadapi situasi ini. Duduk sejenak di luar gedung menghirup udara yang cukup serta menenangkan diri beberapa waktu sudah cukup bagiku untuk melepas penat. Kembali ke dalam gedung, alhamdulillah, situasi perlahan mulai terkendali dan kegiatan orientasi diakhiri lebih awal.
Sampai saat ini, aku tak bisa mengartikan kejadian ini hanya berupa fenomena histeria psikologis semata atau memang benar-benar kesurupan akibat ulah jahil setan kampus yang numpang eksis. []
———————
Kattrina Sabo, menyelesaikan pendidikan terakhir S1 Jurusan Ilmu
Administrasi Niaga FISIP Unila. Saat ini aktif sebagai tenaga pendidik dan
pengelola di sebuah Pondok Pesantren di Kotabumi, Lampung Utara.