Human

Marga, Sistem Pemerintahan ‘Aseli’ dan Tumbuh Sejak Doeloe di Sumbagsel (1)

APAKAH Marga dan bagaimanakah posisi Marga di Sumatera Bagian Selatan? Apakah marga ini asli atau bentukan Pemerintah Hindia Belanda? Lama pertanyaan itu mengambang di awang-awang sebelum saya temukan fakta bahwa: “Tiap2 satuan Marga atau Haminte rata2 terdiri dari sedikitnya 5 dusun dan ada jang sampai 15 dusun. Satu dua Marga ada djuga jang terdiri lebih dari itu. Susunan kemargaan ini boleh dikatakan suatu susunan jang paling asli, dan tumbuhnja sedjak lama sebelum daerah ini diperintah oleh bangsa Belanda.”

Berikut petikan dari Monografi Propinsi Sumatera Selatan yang diterbitkan Kementerian Penerangan RI, Jakarta, 1954 dengan Dewan Redaksi yang diketua M.L. Tobing bersama anggota-anggota K.M. Zen Mukti, Sumardi Tjokrowilogo, A. Kowi, Asnawi Sa’id, Jusuf Ismail, A. Baidjuri, Zaini Abubakar, Umar Hamid, Hadi Usmany, Marzuki, Anwar Effendi, R. Sugito dengan bantuan tenaga2 administrasi lainnya.  Hlm 87–105 (diketik sebagaimana asli dengan Ejaan Soewandi):

Dewan2 dan PamongMarga

Didaerah Sumatera Selatan tingkatan jang terbawah sekali adalah apa yang dinamakan dusun, atau kampung. Dusun atau kampung ini dikepalai oleh seorang kepala dusun yang disebut Krio atau kepala kampung jang disebut Sirah Kampung (untuk kota Palembang).

Kumpulan beberapa dusun mengikatkan dirinja dalam suatu kesatuan hukum pula, jang disebut Marga untuk Keresidenan Palembang dan Bengkulu, disebut Negeri untuk Keresidan Lampung, dan disebut Haminte untuk Bangka/Belitung.

Tiap2 satuan Marga atau Haminte rata2 terdiri dari sedikitnya 5 dusun dan ada jang sampai 15 dusun. Satu dua Marga ada djuga jang terdiri lebih dari itu. Susunan kemargaan ini boleh dikatakan suatu susunan jang paling asli, dan tumbuhnja sedjak lama sebelum daerah ini diperintah oleh bangsa Belanda.

Dalam abad 18, pada waktu pemerintahan Belanda mengambil kekuasaan di daerah ini dari tangan Sunan2 Palembang, Belanda telah mendjumpai susunan kemargaan didaerah2 uluan Palembang. Didaerah Lampung mereka djuga menemui susunan jang sama seperti Marga. Djuga du Bangka/Belitung demikian pula, akan tetapi kemudiannja ditukar dengan namanja jang baru : Haminte.

Pada mulanja Marga, Negeri, Haminte ini dikepalai oleh seorang Kepaka jang dinamakan: Pasirah, Pengeran, atau Depati. Mereka ini memerintah rakjat dengan bantuan Kepala2 Dusun jang disebjut Krio. Dalam mendjalankan tugasnja Krio pun dibantu oleh Penggawa2. Pada masa sekarang, mereka2 disebut Pamong2 Marga.

Terbawa oleh djiwa gotong-rojong jang hidup dalam masjarakat desa, Kepala2 Marga tsb. selalu mengadakan perundingan dan permusjawaratan djuga dengan para terkemuka dalam masjarakat. Dan inilah dasar2 jang dipergunakan untuk membentuk Dewan2 Perwakilan dimasa jang akan datang.

Pada hakekatnja kesatuan Marga, Negeri atau Haminte itu adalah mengatur dirinja sendiri. Meskipun begitu dia tidak lepas dari pemerintahan umumnja. Karenanja dia djuga merupakan sambungan lidah terachir dari Pemerintah Pusat untuk menjampaikan kehendak Pemerintah kepada rakjat.

Setelah Pemerintah Belanda berkuasa di daerah ini, keadaan seperti itu dibiarkannja terus. Malahan dengan adanja susunan seperti ini, Belanda dapat menggunakan ketadjaman2 politiknja untuk mengadu-dombakan antara kita dengan kita. Suatu kehendak jang  bagaimana djuga berat pikulan dan tanggung djawabnja dapat djuga didjalankannja terhadap rakjat melalui Kepala2 Marga itu. Kalau terdjadi hal2 jang tak di-ingini, Kepala Marga djuga jang disalahkannja. Dikatakannja tidak tjakap memerintah, dan lain2 tuduhan. Sebaliknja kalau ada kebentjian massa terhadap pemerintah, maka bukan Belanda jang langsung menerima tamparannja, tetapi Kepala2 Marga itu djuga. Malah fihak Belanda dapat dengan mudah mengatakan Kepala2 Marga itu jang mendjalankan kekedjaman dan perbuatan2 jang tidak disenangi oleh rakjat itu.

Keadaan seperti ini berdjalan ratusan tahun lamadja. Jang mendapat keuntungan langsung dari pada itu, adalah pihak Belanda sendiri

Kesedaran bangsa kita makin hari makin tampak. Dalam hubungan ini pula fihak Belanda mengadakan tindakan2 baru terhadap rakjat Indonesia. Etische politik diadakan dalam abad 18. Perguruan2 mulai dibuka, dan disaat itulah Belanda berhasil memikat hati sebahagian pembesar bangsa Indonesia. Hanja anak2 para regent dan lain-lain pembesar jang boleh meneruskan peladjarannja diperguruan menengah dan tinggi. Untuk daerah Sumatera Selatan, sebagian besar diperuntukkan bagi anak2 Kepala2 Adat tadi.

Kemadjuan dan kesedaran kita tidak sampai disitu sadja. Dengan adanja kemenangan tentera Djepang terhadap Rusia 1905, kesedaran itu berkembang. Pada saat itulah bangsa kita memulai riwajat perdjuangannja menentang pendjadjahan melalui djalan politik dalam bentuk organisasi dan partai jang modern.

Maka untuk mengimbangi etische politik dan kebangunan bangsa kita itu, Pemerintah Belanda melepaskan prinsip pemerintah tjara sentral, dan membukakan pintu untuk daerah2 turut serta dalam pemerintahan daerah. Dalam hubungan inilah pemerintah Belanda (Hindia Belanda) mengeluarkan “Inl. Gemeente Ordonantie Buitengewesten” (I.G.O.B) Stbl. 1938 No. 490 dsb. chusus mengenai Marga. Peraturan itu adalah paraturan pokok yang bolehlah kita sebutkan peraturan pokok-otomi bagi Marga.

Dalam peraturan itu diatur:

a. Keuangan Marga (Pendapatan dan Pengeluarannja)

b. Hak2 Gubernur untuk mengesahkan padjak2 jang diadakan olen Marga. Tegasnya Marga diperkenankan menarik padjak sendiri.

c. Hak2 Residen membuat dan mengadakan pemilihan, pemetjatan terhadap Kepala2 Adat, serta menetapkan nilai Marga.

Dari peraturan ini dapat diketahui hak2 tjampur-tangan Gubernur dan Residen.  Bukan itu sadja, tetapi dari peraturan tsb. dapat disimpulkan bahwa mundur madjunja sesuatu marga pada umumnja terserah kepada Residen jang berhak membuat peraturan2 dan petundjuk2 untuk Marga. Demikian djuga sebagian hak itu berada ditangan Guberbur sendiri.

Mulai saat itulah pula realisasi Marga sebagai daerah otonomi diwudjudkan. Misalnja diatur dan disusun disamping Kepala2 Marga, satu Dewan Perwakilan jang anggotanya dipilih dan diangkat. Sebagai djuga lain2 Dewan Perwakilan ditanah Indonesia dikala itu, maka djuga Dewan Marga pada hakekatnja belum mempunyai hak jang luas, ketjuali memberi nasehat dan adjuran kepada Kepala2 Marga.

Oleh karenanja dilakukan beleid begitu rupa, sehingga jang terpilih untuk mendjadi anggota Dewan Marga dikala itu, orang-orang jang tidak menentang politik Belanda. Wakil2 kaum pergerakan dikala itu sedikit sekali jang mempunyai tempat dalam Dewan tsb.

Djepang memerintah didaerah Sumatera Selatan. Pada umumnja dizaman Djepang tak banjak perobahan dilapamngan Pemerintah Daerah, termasuk pemerintahan Marga. Tindakan Djepang sesuai dengan politik perangnja, menekan masjarakat Marga agar membantu peperangan Asia Timur Raya. Dua tugas Marga jang penting di kala itu:

Pertama:

Mengerahkan tenaga pekerdja jang terkenal dengan nama kuli B.P.P. jang berakibat sangat buruk.

Kedua:

Pengderahan bahan2 keperluan peperangan berupa bahan2 makanan.

Setelah Djepang menjerah, zaman revolusi bermula. Pemerintahan tenaga Kepala2 Marga begitu rupa hingga oleh karenanja, masjarakat Marga menjadi sengsara. Mulai dikaka itulah timbul kebentjian rakjat jang amat sangat terhadap Kepala2 Marga umumnja.

Setelah Djepang menjerahkan, zaman revolusi  bermula. Pemerintahan Marga mengalami kemunduran. Mendjadi sasaran pertama kekesalan hati rakjat, sebagai akibat dari kala zaman Belanda mupun dari masa Djepang memerintah.

Dizaman revolusi itu djuga banjak Kepala2  Marga jang didaulat oleh rakjat. Dan atas kehendak sendiri pula kadang2 rakjat mengangkat Kepala2 Marga jang baru.

Begitulah prosesnja pada saat pemerintah Republik dapat ditegakkan didaerah ini. Untuk memenuhi kehendak rakjat banjak, dan untuk menjalurkan kehendak itu kedjurusan hukum, maka oleh tiap2 Keresidenan dizaman Republik ini dikeluarkan peraturan2 darurat mengenai Marga. Chususnja mengenai pemilihan2 Kepala Marga jang baru.

Tetapi keadaan seperti itu rasanja tak mungkin dibiarkan terus. Oleh karena itu setelah provinsi Sumatera Selatan dapat dipulihkan disini dan Dewan Pemerintah Daerah Sementara-nja mulai bekerdja, maka tindakan pertama jang patut ditjatat dari Pemerintah Provinsi ini, adalah dibuatnja peraturan daerah mengenai Kepala2 dan Dewan2 Marga (batja hal2 jang mengenai Dewan Propinsi dan Marga dibahagian lain).

Peraturan2 Daerah itu terkenal dengan Peraturan No. Gb. 53, dan No. Gb. 54 tahun 1951.

Pada mulanja penjelenggaraan Peraturan2 Daerah ini agak serat djalannja. Terutama sekali disebabkan perbelandjaannja. Kekurangan djaminan perbelanjaan dai Pemerintah Pusat menjebabkan pelaksaan peraturan ter-tegun2,

Peraturan2 Daerah itu terkenal dengan Peraturan No. Gb. 53, dan No. Gb. 54 tahun 1951.

Pada mulanja penjelenggaraan Peraturan2 Daerah ini agak serat djalannja. Terutama sekali disebabkan perbelandjaannja. Kekurangan djaminan perbelanjaan dai Pemerintah Pusat menjebabkan pelaksaan peraturan ter-tegun2, meskipun desakan rakjat agak begitu hebat. Terbawa oleh keinginan jang menjala2 dari berbagai Marga, atas perbelandjaan mereka sendiri jang dibiajai bergotong-rojong, pemilihan2 Dewan dan Pamong Marga dilakukan dengan sebaiknja.

Keadaan semendjak peraturan2 itu didjalankan sampai sekarang dapat dinjatakan memuaskan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top