Negarabatin (40)


Bukan sekali dua Uyung cemburu melihat adik atau sepupunya yang lain dekat-dekat dengan Kajjong Usanah. Apa Kajjong ini tidak sayang lagi kepadanya. Sering ribut, tidak ada yang mau mengalah.
“Aku ikut Tamong,” ujar umpu Usanah yang perempuan.
“Aku juga ikut, Kajjong,” kata umpu laki-laki.
“Kajjongku…”
“Bukan, Tamongku…”
“Kajjongku…”
“Tamongku…”
“Iya, Tamong kataku, Kajjong katamu.”
Hahaa.. Ya, benar. Memang begitulah. Jika sesama lelaki atau sesama perempuan memanggil ‘tamong’, tetapi kalau berbeda jenis kelamin memanggil ‘kajjong’. Seperti Usanah, umpu-nya yang perempuan memanggilnya ‘tamong’, tetapi umpu lelakinya seperti Uyung menyapa ‘kajjong’. Tamong-nya Uyung, Hakim disapa ‘tamong’ oleh umpu lelaki. Tapi, umpu Hakim yang perempuan memanggilnya ‘tamong’.
Saat liburan atau Hari Raya Idulfitri, dari Tanjungkarang, dari Pekon Tengah, dari mana-mana cucu Kajjong Usanah pulang pekon semua. Rumah panggung besar di Way Mengaku ramai sekali. Anak-anak lari ke sana lari ke sini, main sembunyi-sembunyian, main kuda-kudaan, macam-macam.
Lantai papan di atas rumah panggung selalu bersih, mengkilat, licin sekali karena sering disapu dan diberi Minan lilin. Asyik, anak-anak main licin-licinan, perosot-perosotan, pura-pura jatuh… tetapi malah tertawa-tawa. Tapi awas, jika yang terpeleset kepalanya terkena penjulang, ya menangis benaran meraung-raung. Sudah jelas sakitnya terkena kayu balok geh.
Saat berkumpul itu, berebut dekat-dekat Kajjong Usanah. Malamnya, umpu-umpunya berebut pula mau tidur dekat Kajjong Usanah.
“Aku tidur dekat Tamong….”
“Aku yang dekat Kajjong…”
“Kamu kan laki-laki, Tamong kan perempuan. Jadi, kami yang dekat Tamong.”
“Tidak begitu. Perempuan-laki sama saja.”
“Tidak sama….”
“Sama…”
“Tamongku….”
“Kajjongku….”
“Naiya, Kajjong amu. Tamong aku…[1]”
Nah, tertawa bersamalah anak-anak. Erok pokok ni[2]. Usanah memang tamong-kajjong sayang umpu-umpu-nya. Siapa pula umpu-nya tidak suka, siapa pula umpu-nya yang tidak sayang.
***
Betapa terkejutnya Uyung kala mendapatkan kabar Kajjong usanah berpulang ke rahmatullah. Truk yang ia tumpangi dari menjual jeruk di Bandarjaya terbalik masuk sawah di Pekon Semaka, Kecamatan Belalau, Lampung Utara[3]. Tak dapat ditahan perasaaan hati Uyung. Begitu pula anak-umpu-nya yang lain.
Tidaklah Uyung meraung-raung menangis. Tapi, tak dirasanya air matanya keluar tak tertahan. Perih hatinya.
“Beliau meninggal dalam keadaan yang baik,” didengar Uyung ada orang tua kerabatnya yang berbicara ketika jenazahnya dibaringkan di rumah panggung sebelum dimandikan, dikapani, disalatkan hingga dimakamkan.
Benar, disaksikan Uyung, Kajjong-nya masih tersenyum meneduhkan walau nyawa tak lagi di raganya seperti memberi pesat, “Tuah, saya duluan berjalan ke kampung akhirat. Kalian umpu-umpuku baik-baiklah hidup di dunia ini untuk bekal di hari akhir kelak.”
Baiklah, Kajjong. Baik… Tidak bisa kami lupakan segala kerja dan kebajikan Kajjong. Untuk menjadi ingatan bahwa kami memiliki memiliki Kajjong yang hebat dan cerdas. Semoga kami semua munyaian merawan muneh[4].
>> BERSAMBUNG
[1] “Iya, Kajjong katamu. Tamong kataku….”
[2] Seru sekali pokoknya.
[3] sekarang: Lampung Barat
[4] sehat dan beruntung pula
