Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis (47-Tamat)
24/
MUSIM BUNGA DI KOTA LIWA
Pitha yang baik,
Sebenarnya masih banyak yang ingin aku ceritakan padamu, Pitha. Tapi, surat ini sudah terlalu panjang. Karena itu, harus mencukupkannya.
Aku bahagia kini. Setelah bertubi-tubi mendapatkan ujian, musibah atau kesengsaraan.
Tidak semua melupakan aku. Ternyata, masih banyak yang peduli denganku.
Melalui kawan-kawan, terutama Afdal, yang berkali-kali menghubungiku di Negarabatin dari Bandar Lampung dan berbagai pemberitaan di berbagai media cetak dan elektronik, terutama radio yang suka disetel Tamong ketika sedang berada di kubu di tengah kebun kopi; aku ikut gembira mendapati kabar gerakan mahasiswa telah berhasil menumbangkan rezim otoriter Orde Baru. Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun akhirnya lengser pada 21 Mei 1998.
Reformasi total!
Aku pun menyelesaikan skripsiku dan meraih gelar sarjanaku di Universitas Lampung.
Aku juga telah pula mempersunting seorang gadis pantai dari Teluk Pandan, Pesawaran. Ya, Atul[1] yang mempertemukan kembali aku dengan teman lamaku, Elatri Sulistyawati saat aku mampir di redaksi Teknokra.
“Ada salam dari Mbak Elatri,” kata Atul.
Kemudian dengan semangat ia bercerita tentang Elatri. Aku pun ingat betapa keponya Elatri saat aku tengah hangat-hangat menjalin kasih bersama Vita. Ia menaruh hati padaku. Dan, kata Atul, ia juga belum menemukan tambatan hatinya. Aku tak mau melepas kesempatan kali ini.
Segera setelah mendapatkan alamat aku berkorespondensi dengannya. Tanpa basa-basi aku mengajaknya membangun bahtera rumah tangga, menjadi petani, berkebun kopi, dan menikmati kehidupan yang menyenangkan di Negarabatin.
Syukurlah Elatri mau!
Dan, kami pun berbahagia bersama hadirnya kembali musim semi bunga-bunga di Kota Liwa. []
SELESAI
[1] Nama lengkapnya Saidatul Fitriah. Ia adalah jurnalis/fotograf Surat Kabar Mahasiswa Teknokra yang meninggal dalam Tragedi UBL Berdarah, 28 September 1998. Ia meninggal pada 3 Oktober 1999 di RSUD Abdul Moeloek setelah dirawat karena kepalanya retak akibat dipopor tentara saat sedang menjalankan tugas jurnalistik. Aliansi Junalis Independen (AJI) Bandar Lampung mengabadikan namanya menjadi Penghargaan Saidatul Fitriah untuk karya jurnalistik terbaik di Lampung sejak tahun 2008.