Kolom

Pulipang Ram Kundang

Sedih Gadis Sendiri| Pug Luver/Fixabay

SUDAH kali kesekian, saya ditanya, “Selain Negarabatin, ada tidak novel berbahasa Lampung lain?”

Sebenarnya ada. Judulnya Usim Kembang di Balik Bukik karya Andy Wasis yang terbit tahun 2017. Tapi, novel ini terjemahan saya dari judul asli Serumpun Bunga di Balik Bukit.

“Yang asli, bukan terjemahan?”

Waduh, setakad ini Negarabatin baru satu-satunya novel berbahasa Lampung di dunia. Saya sebenarnya sedang menunggu kalau-kalau ada yang tiba-tiba menerbitkan novel berbahasa Lampung untuk menemani Negarabatin.

Karena masih ada yang bertanya, ada tidak novel berbahasa Lampung, selain Negarabatin, saya jawab saja, “Ada. Judulnya, ‘Pulipang Ram Kundang’.”

“Oh, beli di mana?”

“Masih dalam angan-angan, belum sempat ditulis, Hahaha…,” jawab saya.

***

Apa coba maksudnya nanya-nanya kek gitu. Mau nyuruh saya bikin novel berbahasa Lampung lagi apa?

Ampyun benar. Setelah saya menerbitkan novel Negarabatin tahun 2016 dan menerjemahkan novel Andy Wasis, Usim kembang di Balik Bukik tahun berikutnya, sebenarnya, saya ingin menerbitkan  novel berbahasa Lampung lagi.

Di Facebook, 3 Juni 2018 dan 18 Juni 2018, saya sudah menuliskan bab satu novel berjudul “Bandung“. Macet! Malas saya kumat. Dan, saya mulai ragu, adakah yang mau membaca novel berbahasa Lampung.

Lalu, pada 29 Maret 2020, saya bikin sinopsis novel berjudul “Pertemuan”. Saya buat bab satu novel dengan menerjemahkan “Bandung” yang bahasa Lampung ke bahasa Indonesia dan mengubah nama-nama tokoh, alur, dll.

Macet lagi! Saya tambah gamang. Sampai kemudian datang kiriman kepada saya novel berjudul sama Pertemuan karya Ari Sucianto Siregar yang terbit pada 2021.

Judul yang kebetulan saja sama. Tapi, saya ogah juga kalau nanti dibilang “nyontek” judul, meskipun isi cerita beda. Hehee…

Saya pun berpikir ulang bagaimana cara menuturkan kisah dan tentu saja mengganti judulnya. Akhirnya, dengan nekatnya, saya pilih bentuk surat dengan mencicilnya secara bersambung (cerita bersambung), berjudul “Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis” di labrak.co sajak 17 Juni 2022 sampai 22 Mei 2024.

Baru pada Juni 2024, novel berbahasa Indonesia, Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis terbit.

Lama sekali!

Ternyata, saya penulis malas.

***

Tidak seperti novel Negarabatin (2016) dan Negarabatin: Negeri di Balik Bukit yang mencantumkan kata “puput” (tamat) di ujung cerita; di novel Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis, saya tidak menuliskan hal ini.

Secara novel, ia sudah tamat memang. Namun, setelah saya baca-baca ulang tulisan saya sebelum-sebelumnya, ternyata ada kesinambungan kisah dan gagasan di antara berbagai tulisan saya selama ini, baik fiksi maupun nonfiksi. Saya rupanya tak bisa move on dari Mamak Kenut, Minan Tunja, Mat Puhit, Pithagiras, Udien, Radin Mak Iwoh, Pinyut dari negeri bernama Negarabatin. Hehee…

Kalau begitu, novel Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis bisa dong dialihbahasakan ke bahasa Lampung. Ya, bisa. Tapi, jangan sayalah yang menerjemahkannya. Soalnya menerjemahkan itu sama dengan menulis ulang (rewrite).

Tinimbang menulis ulang dalam bahasa lain, saya pikir lebih baik saya menulis novel baru. Novel Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis semula berjudul “Bandung” atau “Pertemuan”. Maka,  selanjutnya novel itu berjudul “Pulipang Ram Kundang” (Berpisah Kita Kekasih).

Ya, berbahasa Lampung.

Hmm, iya juga ada pengaruh dari Edy Samudra Kertagama yang baru saja menerbitkan buku puisi berbahasa Lampungnya, Lehot Meranai Sai jama Kundang ni.

Ssst, jangan ribut dulu. Ini baru catatan pengingat saja yang entah  kapan mewujud.

Tabik. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top