Negarabatin (14)


“Lagi, Mong!”
Nah, kembali cecuit.
Kalau Tamong berhenti, aku bilang, “Lagi, Mong!”
Tak bisa tidak, kembali Tamong menaik-turunkan kakinya.
Ketika sudah tidak kuat lagi, Tamong Hakim berkata, “Sudah dulu ya Mong. Besok lagi.”
“Aaa… masa. Kurang,” aku merajuk.
“Sudah capek. Besok lagi ya,” ujar Tamong Hakim.
Ketika sudah besar mendekati hendak masuk sekolah, kaki Tamong Hakim tidak kuat lagi mengangkat diriku. Sudah beda pula permainan.
“Pepiyoh pai[1],” kata Tamong.
“Tapi, Tamong bewarah. Melanjutkan warahan kemarin ya Mong,” ujarku.
“Ya. …”
Nah, banyak pula warahan dari Tamong. Ada juga yang dari Kajjong. Tapi, lebih sering Tamong yang bewarah. Ada warahan Sang Haruk, Surai Cambai, Kunyang jama Baning, Batu Betangkup, Batu Kebayan, Muli Peteri, Setiwang, Irau, dan banyak lagi yang lain.
Aih , tetapi di sini aku bukan hendak menceritakan warahan tersebut. Itu ada bagian tersendiri pula jika nanti sempat.
***
Sekarang cerita surau dulu. Awalnya ngaji di surau malam. Berangkat sebelum Magrib, mulai mengaji setelah Magrib, berhenti sebentar saat Isya, dilanjutkan kembali sampai selesai. Listrik belum masuk Negarabatin. Agar terang, dinyalakan lampu petromak tiga.
Di luar surau, sekitar jam setengah sembilan malam, jika tidak ada bulan dan bintang, jelas gelap gulita. Jika pulang mengaji semua berlari ketakutan. Mana pula anak yang lebih besar suka iseng malah menakut-nakuti. Sarung diikatkan di kepala seperti pocong, menirukan suara aneh atau lalangni sitan-belis[2]. Kalau penakut, sudah jelas gemetaran. Langsung berlari tunggang langgang. Sementara sitan-belis-nya tertawa terpingkal-pingkal. Dasar! Tega benar.
Huuu… Nah, menangis pula Yosi. Terpaksa Dongah[3]-nya menggendong dia.
Sebelum ngaji, surau ramai sekali dengan tingkah polah anak-anak. Namanya anak-anak. Ada yang ngobrol, ada yang memainan sesegungan[4], ada yang sesegoka[5]n, lari ke sana ke mari, ketawa-ketiwi, nah ada yang menjerit, terkadang ada juga yang menangis, … bermacam perilaku dan ulah kami anak-anak. Namun, saat Wak Bakri datang ke surau, “Wak Bakri datang…,” ada yang bicara.
>> BERSAMBUNG
[1] Pijat dulu.
[2] tertawa setan-iblis
[3] Dongah (Udo Ngah): Abang tengah
[4] bermain kelahi-kelahian
[5] main sembunyi-sembunyian
