Human

Memasak Daging Kurban untuk Panitia dan Menjual Kulit Hewan Kurban

Oleh Gufron Aziz Fuadi

FIRMAN Allah Swt:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

Artinya: “Maka makanlah sebagian darinya (hewan kurban) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan oleh orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS Al-Hajj : 28)

Bolehkah memasak sebagian daging atau bagian lainnya dari hewan kurban untuk makan bersama panitia?

Mengenai hal ini ada dua pendapat ulama. Sebagian tidak membolehkan karena hal itu dianggap sebagai upah jagal (Al-Jazzar). Sebab, mereka memahami tukang jagal, yaitu orang orang yang menangani pengulitan dan memotong motong daging hewan yang disembelih.

Pelarangan menerima upah ini berdasarkan hadits Nabi SAW:

“Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi penyembelihan unta kurbannya dan juga membagikan semua kulit bagian tubuh dan kulit punggungnya. Dan aku tidak diperbolehkan untuk memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits ini, mereka berpendapat penyediaan makanan untuk panitia kurban sebagai wakil orang-orang yang berkurban harus diambil dari dana mereka di luar peruntukan untuk kurban. Hal ini berdasarkan hadits:

”Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim)

Sebagian ulama yang lainnya menganggapnya bahwa panitia boleh  makan bersama daging kurban karena bukan sebagai upah kerja. Karena upah biasanya bersifat khusus dan untuk orang-orang tertentu saja.

Karena itu panitia kurban dibolehkan mengambil dan memasak sebagian dari hewan qurban selama bukan sebagai upah. Hal itu karena panita menjadi wakil dari pekurban. Sedangkan orang yang berkurban dibolehkan untuk memakan sebagian daging kurbannya.

Kedua pendapat ini bisa dipegang.

Bagi yang menganggap sebagian daging atau bagian lainnya dari hewan kurban yang dimasak untuk panitia sebagai upah, maka ada baiknya orang-orang yang berkurban memberikan upah dari uang pribadi mereka atau menyediakan makanan untuk panitia kurban.

Bagi pendapat yang kedua, maka tidak ada salahnya pekurban mengikhlaskan sebagian daging atau bagian lainnya dari hewan kurban mereka untuk dimasak panitia sebagai pemberian sukarela, bukan sebagai upah. Bahkansebagai hari bersuka ria dan makan minum hari raya.

Bagi yang mengambil pendapat kedua, maka daging atau bagian dari hewan kurban yang dimasak sebaiknya tidak hanya khusus untuk panitia saja. Namun, juga untuk warga lainnya yang bukan panitia untuk ikut makan bersama.

Makan bersama tersebut dalam hal ini bisa berstatus sebagai pembagian dan atau hadiah daging hewan qurban dalam bentuk siap saji dan ini adalah suatu hal yang dibenarkan menurut pendapat yang paling kuat.

Perlu diingat juga bahwa  pembagian daging kurban tidak sana dengan pembagian zakat, dimana daging hewan kurban bisa dibagikan atau dimakan oleh: pekurban, kaum dhuafa dan hadiah kepada orang lain.

Dari Aisyah RA berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Simpanlah sepertiga daging (kurban) itu, dan sedekahkanlah yang lainya.” (H.R. Abu Daud)

Dalam Fathul Qorib dijelaskan bahwa pekurban hanya diperkenankan memakan 1/3 dari daging hewan kurban.

***

Hal lain yang sering menjadi perdebatan adalah masalah menjual kulit hewan kurban.

Selama ini banyak panitia kurban yang menjual kulit hewan kurban untuk biaya operasional pemotongan hewan kurban. Sementara pihak yang lain sangat keras melarangnya dengan dasar sabda Rasulullah SAW:

مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَتِةِ فَلاَ أُضْحِيَةَ لَهُ. رواه الحاكم

Artinya: “Barang siapa menjual kulit kurbannya maka tidak ada (pahala) kurban baginya”. (HR Al-Hakim)

Sehingga tidak sedikit panitia yang kemudian memotong kecil kecil kulit hewan kurban dan membagikannya. Padahal banyak diantara masyarakat yang tidak bisa mengolahnya atau berpikir tanggung sehingga akhirnya kulit tersebut tidak diolah bahkan dibuang. Mubazir.

Bagaimana solusinya?

Sebenarnya daging atau kulit atau bagian dari hewan kurban itu tidak boleh dijual hanya oleh pekurban dan panitia yang bertindak sebagai wakil pekurban. Tetapi bagi fakir miskin yang mendapat bagian dari hewan kurban dibolehkan untuk menjualnya. Sebab kepemilikan mereka terhadap daging kurban atau bagian lainnya  tersebut adalah sempurna.

Jadi, panitia kurban bisa menjual kulit hewan kurban kemudian, hasilnya diberikan kepada fakir miskin bersama daging hewan kurban.

Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan:

وللفقير التصرف فيه ببيع وغيره

Artinya: “Boleh bagi orang fakir melakukan tindakan (apapun) pada daging kurban yang diterimanya, baik menjualnya atau tindakan lainnya”. (Tuhfatul Muhtaj di Syarhil Minhaj jilid 9, hlm. 423)

Al-Khatib Asy-Syarbini juga mengatakan:

أما الفقراء فيجوز تمليكهم منها ويتصرفون فيما ملكوه بالبيع وغيره

Artinya: “Adapun para orang fakir boleh menjadikan daging kurban sebagai milik mereka, dan mereka berhak mengambil tindakan pada daging kurban yang telah mereka miliki baik dengan menjualnya atau dengan tindakan lainnya”. (Mughni Al Muhtaj jilid 4, hal. 290)

Ad Dasuqi juga berkata,” Dilarang menjual bagian apapaun dari hewan kurban, kecuali orang yang menerima hadiah atau sedekah daging kurban maka ia tidak dilarang untuk menjualnya, sekalipun orang yang memberikan daging kurban tahu bahwa ia akan menjualnya saat diberikan”.

Wallah a’lam bi shawab. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top