Kabar Buku

Akhmad Sekhu Beradaptasi di Era Serba Digital dengan Novel Digital ‘Taman Bintang’

SEBUAH novel tak hanya bacaan semata, tetapi juga bisa menyampaikan pesan inspiratif dari penulisnya. Demikian yang mengemuka dari novel Taman Bintang karya Akhmad Sekhu untuk menggugah masyarakat bangkit dari krisis muldimensi berkepanjangan sampai sekarang ini.

Taman Bintang merupakan novel digital yang tersedia dalam format elektronik yang dapat diakses melalui perangkat seperti laptop, tablet atau smartphone. Novel tersebut sekarang terdapat di jejaring sosial buatan anak negeri, yakni di kwikku.

“Setelah sekian lama berkarya dengan novel konvensional berbentuk buku, mengawali tahun 2024 saya mencoba beradaptasi dengan era serba digital ini dengan karya novel digital, “ kata Akhmad Sekhu kepada wartawan, Kamis, 25 Januari 2024.

Lebih lanjut, lelaki kelahiran Tegal menerangkan pengalamannya dengan karya novel digital. “Kita bisa melihat tahapan sambutan masyarakat terhadap karya digital kita dengan jumlah pembacanya, juga kita bisa interaksi dengan pembaca di seluruh dunia,“ terang sastrawan yang juga dikenal sebagai wartawan ini.

Sebelumnya, kata Akhmad Sekhu, ia sudah punya pengalaman dengan karya digital, yakni puisi, dalam sebuah sayambara. “Alhamdulillah saya menang menjadi juara favorit, ” tuturnya penuh rasa syukur.

Menurut Akhmad Sekhu, novel Taman Bintang idenya sudah lama saat dirinya masih jadi mahasiswa di Universitas Wodya Mataram Yogyakarta dan turut acara bakti sosial di daerah Gunung Kidul. “Dari situlah ide untuk menulis novel itu muncul, saya tampung dan kemudian kembangkan menjadi novel ‘Taman Bintang’ ini, “ ungkapnya mantap.

Novel ‘Taman Bintang’, kata Akhmad Sekhu, merupakan novel digital yang dimuat di jejaring sosial. “Pengalaman menarik bagi saya untukbberadaptasi dengan zaman sekarang yang serba digital, orang dimana saja bisa membaca novel saya ini cukup dengan klik memakai smartphone alias HP, ” tegas Akhmad Sekhu.

Akhmad Sekhu berharap novel ‘Taman Bintang’ mendapat sambutan baik dari masyarakat pembaca. “Ini upaya saya yang semoga masyarakat yang membaca dapat tergugah untuk bangkit dari krisis multidimensi sampai sekarang ini, “ pungkas Akhmad Sekhu optimis.   

Novel ‘Taman Bintang’ berkisah tentang romantika anak muda; percintaan Gilang dengan Mayang yang melakukan hubungan backstreet di ‘Taman Bintang’ di atap rumah, karena hubungan mereka berdua tidak direstui Jeng Utari, ibunya Mayang jadi Gilang dilarang menginjakkan kakinya di rumah Mayang.

Di ‘Taman Bintang’ di atap rumah yang indah, Gilang dan Mayang bisa menyaksikan pulung gantung, yakni bola api yang melesat di langit jatuh ke aray rumahnya. Dipercaya, pulung gantung membawa kesialan, dimana penghuni rumah bunuh diri karena pengaruh jin jahat dari pulung gantung itu.

Ada misteri bunuh diri selalu dihubungkan dengan pulung gantung. Padahal pulung gantung hanya mitos dan gejala alam yang memiliki makna setelah terjadinya bunuh diri. Penyebabnya bisa mungkin masalah ekonomi, kecemburuan sosial, atau masalah kompleks lainnya.

Perlu diketahui, Akhmad Sekhu lahir 27 Mei 1971 di Desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, Jawa Tengah. Menulis berbagai tulisan, berupa puisi, cerpen, novel, esai sastra-budaya, resensi buku, artikel arsitektur-kota, kupasan film, telaah tentang televisi di berbagai media massa. Puisi-puisinya masuk dalam sekitar 50 buku antologi komunal (1994-2023). Buku antologi puisi tunggalnya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000), Memo Kemanusiaan (2022). Novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021), dan Taman Bintang (2024).

Catatan tentang kesastrawanannya masuk dalam Bibliografi Sastra Indonesia (2000), Leksikon Susastra Indonesia (2001), Buku Pintar Sastra Indonesia (2001), Leksikon Sastra Jakarta (2003), Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004), Gerbong Sastrawan Tegal (2010), Apa & Siapa Penyair Indonesia (2017), dan lain-lain. Karya-karyanya sudah banyak dijadikan bahan penelitian dan skripsi tingkat sarjana.

Ia memenangkan Lomba Cipta Puisi Perguruan Tinggi se-Yogyakarta (1999) dan Pemenang Favorit Sayembara Mengarang Puisi Teroka-Indonesiana “100 Tahun Chairil Anwar” (2022). []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top