Sajak

Sajak-Sajak Damay Ar-Rahman

Tangan menyimpan lensa. | Fixabay

HADIAH ITU

Seumpama kata puisimu
telah tercurahkan dalam sisi kalbu
buka sekotak surat belasan tahun lalu
lihat!
terbayang kenangan
meski  tertinggal masa
layar-layar kaca dimensi berkuasa
takkan mengalahkan cinta nyata
ini akan menghilangkan nestapa
senyuman melinangkan air mata
menyeru untuk bahagia

MENGHADAPI KEPERGIAN

Dalam langkah ini
Getaran hebat mengguncang
Membunyikan suara dengung
Awan terang berubah mendung
Lalu merundung berbentuk topan kabut
Berpusar menuju tepi
Menghabisi setiap semut-semut

Seonggok tanah lembab membawa tanda-tanda kepunahan
Orang-orang berlari ketakutan
meninggallkan penyebutan siksa
Sebagian hanya berjalan menganggap surge
Sampai kepulangan telah tiba

KERAMAT

Sehabis duka
Ada celah untuk bahagia
Berbagi cerita dalam doa-doa diri dan ibu setia
Tanpa kata romansa
Ayah berpeluh lelah melawan derasnya hujan dan teriknya siang

Ayah ibu, memang bukan berijazah tinggi
Meski tanpa julukan profesi
Mereka adalah indentitas seorang anak
Ucapannya adalah keputusan Tuhan tanpa abai
Jika bukan sekarang, balasan cercaan kita akan terbayar di kemudian
Mereka memiliki kekuatan besar dibandingkan kehancuran dunia
Mereka memberi jalan penghidupan untuk kembali sesuai kehendak-Nya dengan terpuji
Habiskan sisa makanan jika belum mereka sudahi

RUANG TENGAH

Pergilah ke rumah itu
Temui beberapa barang untuk dimakamkan
Pemiliknya  lama tak pulang
Sebab perkara  besar
Anak-anaknya  meninggalkan sepucuk surat duka

Sebelum dihujani kutukan
Masih terlihat meraba dinding dan tanah
Selepas menutup pintu
segala kemewahan di ruang gelap tanpa cahaya telah berakhir

HARMONI KERINDUAN

Tak terhitung
Setiap rasa cinta yang kau murahkan
Saat aku tlah tertanam dalam serpihan angan
Kau selalu membangkitkan dan meyakini akan keindahan

Pada sisi-sisi gelap menyelimuti
Kau hadir seperti magnet yang menarikku pada sumbu bercahaya lembut
Sinarnya menghilangkan luka
Menghilangkan keputus asaan

Menyanjungkan engkau tanpa bersuara
Batin tentram menepis pahitnya hidup
Seperti syair-syair idaman kekasih suci
Menaruh bunga memenuhi ladang nurani

Kemunculan kau seperti udara dan embun pagi
Dan malam yang mengistirahatkan
Membawa kesempatan untuk mencinta
Meski pada dunia berbeda

KENANG-KENANGAN

Hujan merintik
Di balik jendela cendana
Sendu menikmati rasa
Jiwa sudah membara
Musik klasik membahana
Ruang semakin menyejukkan dengan aroma cinta

Candu dengan seduhan kopi
Di atas meja berlapis kain coklat muda
Memandangi coraknya
Memberi nuansa yang merekah ke samudra
Tenggelam dalam fantasi
Di kesendirian yang semakin sunyi
Bagaikan air yang membutuhkan kendi

————
Damay Ar-Rahman, alumnus Universitas Malikussaleh dan IAIN Lhokseumawe. Sehari-hari mengajar dan sebagai penulis lepas. Ia telah menerbitkan sembilan buku di antaranya Aksara Kerinduan (2017),  Serpihan Kata (2018), Senandung Kata (2018), Bulan di Mata Airin (2018), Dalam Melodi Rindu (2018), Akhir Antara Kisah Aku dan Kamu (2020), Di Bawah Naungan Senja jilid 1 & 2 (2022), dan Musafir (2022). Tulisannya dimuat Republika, Media Indonesia, Serambi Indonesia, Jawa Pos Radar Lawu, Riau Pos, Sinar Indonesia Baru, Riau Sastra, Literasikalbar.com, Utusan Borneo, E-Jurnal Doea Jiwa, dan lainnya. Beberapa kali mengisi kelas menulis dan menjadi pelatih sastra. Saat ini penulis menetap di Lhokseumawe, Aceh.  Ig/Fb @damay_ar-rahman

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top