Melacak Penyair Ikha B Sutrawhana dari Puisi Alexander Robert Nainggolan
diam-diam, akar dirimu terus pergi
melintasi perbatasan kering
barangkali, di sana kau akan bertemu ismail
atau
ibrahim
terseret dalam gelombang ka’bah
berputar-putar
mencari diri-Nya
lalu tunailah segenap kelam
saat kau tanggalkan pakaianmu yang lain
dengan ikhram
meniti cahaya
dengan mata yang basah lewat air mata
di sana, diam-diam
aku tahu kau tengah berdoa, buat siapa saja
yang kerontang dimakan nasib
negeri kita yang penuh gelombang
2005
“Gelombang
Ka’bah”, Alex R Nainggolan
Masih ditujukan kepada penyair Ikha B Sutrawhana, lalu Alexander R Nainggolan (yang dimuat Media Indonesia, Minggu, 20 Agustus 2017) menulis lagi.
SEBUAH RUANG DENGAN
KOMPUTER YANG KERAP MENYALA
– penyair ikha b. sutrawhana
kubayangkan engkau menepuk kesunyian
di malam-malam yang jauh
mengingat segenap percakapan
lalu komputer itu terus saja menyala
kalimat-kalimat merangkak
menelusup di tengah kepalamu
dunia terbentang luas
barisan pohon mahoni juga angsana
rindang dan teduh
membuatmu ingin singgah dan rebah di sana
tapi jarum jam terus berputar
ketika kau sadar, jika di luar begitu banyak terjal batu
orang-orang berteriak cemas
beriringan penuh amarah
sembari membakar ban-ban bekas
kota penuh dengan kepulan asap hitam
napas yang memburu marathon berlari
ketakutan melayang seperti selembar daun kering
terjatuh remuk dan menyatuh tanah
komputer belum kaumatikan;
rangkaian peristiwa acap menyergap
tak bisa kausingkirkan
Jakarta, 2008
Dua puisi itu menunjukkan betapa dekat Alex dengan Ikha. Puisi pertama memaknai hakikat saat Ikha menunaikan ibadah haji pada 2005. Sedangkan puisi kedua menggambarkan kehidupan sosok Ikha sebagai penulis-jurnalis. Saya tak hendak menafsirkan kedua puisi lebih lanjut. Biarlah pembaca menikmati dan merasakan sendiri getar-getar puitika kedua karya ini.
Dalam biografinya, Alex R Nainggolan yang sekarang ditulis lengkap Alexander Robert Nainggolan suka menyatakan, “Belajar menulis pada penyair Ikha B. Sutrawhana.”
Siapakah Ikha B Sutrawhana?
“Innalillahi wa innailaihi rojiun. Selamat jalan Etek Ibnu Khalid (Boy) – Ikha B. Sutrawhana. Om dan guru menulis. 10 November 1974-06 Januari 2024,” tulis Alex R Nainggolan di dinding FB-nya, 9 Januari 2024 yang mencantumkan foto-foto kebersamaan dengan sang paman dan kliping puisi karya Alex yang ditujukan kepada penyair Ikha B Sutrawhana.
Ya, benar Ikha B Sutrawhana adalah nama lain dari Ibnu Khalid, Pemimpin Redaksi Radar Lampung pertama pada 1999 dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung ketiga periode 2005-2007.
Nama Ikha B Sutrawhana juga terkonfirmasi dari sebuah esai Oyos Saroso HN yang pernah saya baca, tetapi tidak bisa saya lacak lagi. Kira-kira Oyos menulis begini, “Alexander R Nainggolan beruntung karena memiliki mentor menulis yang bagus yang selalu memperhatikan, mengkritik, dan berani ‘menghardik’-nya ketika terpeleset.” Oyos pun menyebut sang mentor itu adalah paman Alexander sendiri, yitu Ibnu Khalid yang berada di balik nama Ikha B Sutrawhana.
Di era Cybersastra tahun 2000-an, saya sempat memergoki puisi Ikha B Sutrawhana dan juga esai yang mengkritik Liswan Payub alias Alex R Nainggolan alias Alexander Robert Nainggolan. Alex mungkin punya arsipnya.
Kini, Sang Mentor menulis telah pulang ke Rahmatullah. Penyair Alexander R Nainggolan hanya satu contoh keren dari banyak penulis-jurnalis yang pernah merasakan gembelengan sosok yang baik, idealis, dan penuh dedikasi ini.
Duh, begitu saja yang bisa saya tulis. Sebeginilah mampunya saya. Hiks.
Tabik. []