Cinta dengan Argumen yang Enak dan Mengalir secara Wajar
Oleh Ari Darmastuti
MEMBACA novel Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis karya Udo Z Karzi a.k.a Zulkarnain Zubairi ini membawa kembali ingatan saya ke peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa awal sampai sekitar akhir 1990-an. Ya, masa-masa interaksi saya sebagai dosen baru di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Univesitas Lampung dengan para mahasiswa yang masih intensif karena beberapa hal, antara lain jumlah mahasiswa yang sedikit, tenaga saya masih kuat dan perbedaan umur dengan mahasiswa yang tidak terlalu jauh. Kami sangat akrab sehingga peristiwa yang dialami mahasiswa pada umumnya kami ketahui dan ikuti, bahkan seringkali bersama berinteraksi secara fisik. Hal ini saya kemukakan karena memang pengantar ini menjadi catatan yang saya buat sebagai hasil interaksi saya baik pada saat Udo Z Karzi masih jadi mahasiswa maupun sampai saat ini.
Novel karya Udo Z karzi ini memang berasal dan mendapat inspirasi dari peristiwa-peristiwa yang sebagian besar berasal dari kejadian-kejadian nyata dalam hidupnya. Beberapa hal yang saya catat adalah asal daerah. Udo Z Karzi memang berasal dari Liwa di Lampung Barat, daerah yang menjadi setting hampir separuh isi novel. Dalam novel, aktor utama dipanggil oleh teman-temannya dengan nama panggilan “Nut”. Dalam kenyataannya, Udo Z Karzi memang acap menggunakan tokoh Mamak Kenut di kolom-kolomnya di koran dan sempat dibukukan dalam Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh (2012) dan Ke Negarabatin, Mamak Kenut Kembali (2016). Nama Mamak Kenut kemudian sering dilekatkan padanya. Karena itu, ada kesulitan untuk membedakan tokoh Kenut dalam novel ini dan Kenut sebagai nama panggilan (nama alias) penulisnya, Udo Z Karzi. Walaupun tidak sepenuhnya, tokoh utama novel ini, Kenut Ali Kelumbai, memiliki kemiripan karakter dengan penulisnya, Udo Z Karzi. Tentu saja, ia dilumuri dengan imajinasi disertai drama di sana-sini. Meskipun banyak fakta yang mengitari novel ini, tetap saja secara keseluruhan kisah ini adalah fiksi!
Berikutnya adalah soal tempat kuliah. Si “Nut” ini kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL Universitas Lampung, sama dengan tempat kuliah Udo Z Karzi. Sebagaimana Udo Z Karzi yang juga menjadi aktivis pers kampus, maka aktor utama dalam novel juga aktif di pers kampus. Peristiwa gempa Liwa 1994 juga direkam dalam novel ini. Ikut larut dalam kesedihan ketika dicerita meninggal adik Kenut yang menjadi korban Gempa Liwa 1994. Ini termasuk yang saya tidak tahu cerita sesungguhnya.
Yang mengejutkan saya adalah soal ditahannya tokoh utama novel oleh aparat keamanan karena buah pikirnya yang dia tuangkan di media dinilai membahayakan negara. Saya tidak tahu apakah Udo Z Karzi pernah ditahan selama 10 bulan atau tidak. Saya juga tidak tahu apakah ceritanya tentang “Gunung Terang” juga berasal dari fakta, padahal ternyata teman jalannya ke Gunung Terang ternyata menjadi akhir perjalanan cintanya. Saya juga tidak tahu apakah dalam kehidupan nyatanya tokoh Pithagiras itu memang ada. Bagi saya hal ini tidak penting. Yang penting Pithagiras menjadi sarana bagi penulis untuk menuangkan ide yang runtut dan logis dalam bentuk surat, sesuatu yang jarang terjadi dalam novel-novel yang saya baca sebelumnya.
Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis ini juga bisa menjadi bahan refleksi bagi semua pihak tentang perjalanan kehidupan berbangsa-bernegara kita. Secara berseloroh, Udo berkata, “Saya sengaja kuliah Ilmu Pemerintah FISIP Unila biar bisa nulis novel semacam ini. Lewat novel ini, saya mencoba mengingatkan aktivis prodem tentang gerakan mahasiswa 1990-an. Reformasi sudah diselewengkan. Kondisi sosial-politik negeri saat ini sungguh memprihatinkan.” Semoga tidak semua orang lupa dengan idealisme Reformasi yang dibawa gerakan mahasiswa yang mencapai puncaknya dengan lengsernya Presiden Soeharto sebagaimana Udo Z Karzi menuliskan cerita ini setelah tersimpan berpuluh-puluh tahun lewat. Ya, kisah novel ini adalah sejarah jualah versi Udo Z Karzi.
Novel ini, meski menggunakan bahasa yang berasal dari percakapan dan bahasa sehari-hari yang ringan, memiliki nilai sastra yang enak dibaca serta mengangkat tema serius dengan cara yang ringan. Tema “cinta yang setia tetapi sekaligus realistis menerima kondisi yang berubah” disampaikan dengan argumen yang enak dan mengalir secara wajar sehingga kita sebagai pembaca tidak menganggap aktor utama sebagai orang yang tidak setia, mudah berganti pacar karena perubahan kondisi yang terjadi, khususnya pergantian tingkat sekolah dan tempat tinggal. Ini salah satu kekuatan penulis yang perlu diapresiasi. Novel ini juga membuka wawasan kepada kita bahwa percintaan remaja bisa tetap indah dan terjadi secara wajar tanpa “dikotori” hubungan fisik berlebihan. Karena itu novel ini layak direkomendasikan menjadi bahan muatan lokal untuk siswa-siswa SLTA di Lampung, novel yang sehat untuk remaja.
Selamat menikmati novel Pithagiras. Selamat berkarya untuk Udo Z Karzi.
Bandar Lampung, 15 Agustus 2024
——————-
Prof. Dr. Ari Darmastuti, M.A., guru besar
bidang ilmu politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Lampung.
*Ditulis sebagai pengantar novel Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis karya Udo Z Karzi untuk cetakan ke-2.