Panggung

Sebab, Saya tak Bisa Berpura-pura

Reading daln latihan bahasa Lampung film "Adzan Terakhir" di Jakarta, Jumat, 2/6/2023. | Ist

PEKERJAAN: WARTAWAN. Barangkali saya kelewat nekat mencantumkan profesi ini di KTP saya–yang kini berlaku seumur hidup. Saya pun tidak punya waktu atau malas mengubah pekerjaan saya di data kependudukan. Akibatnya, apa boleh buat, profesi jurnalis ini akan saya emban hingga akhir hayat saya. 

Meskipun, dalam kenyataannya, sekarang saya tak lebih wartawan malas yang ogah hunting berita, segan wawancara, tak kuat memburu narasumber, dll. Saya pun berpikir sudah bukan umur saya mencari berita di lapangan dan bersaing dengan wartawan-wartawan muda, enerjik, dan penuh semangat.

“Anda tak memenuhi kualifikasi …, ” ujar seseorang yang merasa dirinya wartawan paling hebat.

Biarin!  Toh, tidak ada yang bisa memecat saya sebagai wartawan. Saya memang sudah “dikutuk” jadi wartawan. Ya, sudah saya terima saja. Saya tetap menjaga kemuliaan profesi ini. Hngga kini tak terbesit sedikit pun di benak saya hendak “melacurkan” profesi wartawan.

Dan, agaknya hingga setakad ini, saya tak  akan bisa mengubah diri menjadi pedagang, pelitikus atau dukun. Dalam banyak kesempatan, saya mengakunya cuma “tukang tulis”. Untuk melengkapinya, saya tabahkan di bio: “Siapa pun saya. Yang penting, tetap merdeka menulis.”

Ya, saya mau menulis terus. Menulis apa saja!

‘Mak jelas! (Tidak jelas)!” kata seseorang yang lain lagi yang merasa dirinya sukses dunia-akhirat.

Saya jawab pula: Biarin! Saya mengerjakan apa yang bisa saya lakukan. Semoga memberi faedah bagi sesiapa pun. Syukur-syukur orang menjadi senang, bisa ketawa, dan bahagia karenanya.

***

Reading dan latihan bahasa Lampung film “Adzan Terakhir” di Jakarta, Jumat, 2/6/2023. | Ist

READING dan latihan bahasa Lampung film “Adzan Terakhir” di Jakarta, Jumat, 2/6/2023. Ini sebuah penggalan adegan dalam skenarionya:

Ayu keluar dari kasir, maju, dan berteriak marah.

AYU

(teriak marah)

Wuuiii! Kik haga nyani ribut, dang di rangku. Luaar… luaar… luaar. (Heeiii! Kalo mau bikin ribut, jangan di tempat saya! Keluar… keluaar… keluaar.)

ROYANDI

(menatap Ayu)

Kok kamu ga belain aku sih Yu!

AYU

Ngapi? (Buat apa?)

(Pemeran) Ayu  meminta saya yang diminta menjadi pelatih bahasa Lampung menunjukkan emosi marah sesuai skenario saat mencontohkan membaca dialog berbahasa Lampung itu.

Reading dan latihan bahasa Lampung dan bahasa Belanda film “Adzan Terakhir” di Jakarta, Jumat, 2/6/2023. | Ist

“Coba gimana nadanya kalau marah dengan kalimat ini,” kata dia.

“Saya tak bisa marah,” jawab saya yang menyebabkan semua isi ruangan tertawa.

Segera saya menambahkan, “Tadi Mbak marahnya sudah persis orang Lampung saat marah. Seperti itulah….”

Saya pun tertawa. Padahal saat itu benak saya sedang merasakan kemarahan yang luar biasa untuk suatu ketidakadilan yang saya baru saja terima. Ini kemarahan betulan yang saya tahan untuk tidak saya ledakkan. Repotnya ketika disuruh beraksen marah, saya tak bisa.

Benaran, saya tak biasa berakting, tak bisa berbuat seolah-olah, dan tak pintar berpura-pura. Entah kenapa. Padahal, seperti sering dilantun, dunia ini panggung sandiwara.

Yang jelas, kehidupan terus berjalan. Saya cenderung mengikuti saja alur dan ketentuan yang sudah digariskan Allah Swt. Sikap yang kelihatannya kelewat pasrah, selalu kalah (baca: mengalah), dan tidak siap bersaing di era kontemporer.

Tidak! Biasa didera perasaan sakit yang bertubi-tubi, saya menjadi kuat menghadapi semua itu. Perjalanan masih panjang dan tetap masih akan banyak aral-melintang di depan. Meski sering sulit melewatinya, bahkan harus tersaruk terhempas, dan jatuh-bangun; saya tetap harus melangkah. Tak harus berlari! Sebab, saya sudah tak dapat berlari.

“Kak Jul sih gak mutu!” kata seseorang dulu sekali ketika saya sedang berproses dan  “mencari” hakikat hidup.

Waktu itu saya ketawa dan berkata, “Biarin!” Habis, yang ngomong manis. Biar-biar sajalah. Saya anggap itu humor getir atas kekonyolan, ketidakmampuan, dan kegagalan saya. Toh, saya tak pernah merasa berkurang atau dirugikan oleh omong-omong merendahkan itu.

Ehh… Ini bukan  fatalis ya. Hanya sedikit refleksi bahwa hari ini saya memasuki usia 53 tahun.

Tabik. []

Wismamas Kemiling, 12 Juni 2023

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top