In Memoriam Iman Budhi Santosa


TAK terkata senangnya hati saya mengetahui ada nama Iman Budhi Santosa — bersama Nana Ernawati, Latief S Nugraha, dan Nurul Ilmi Albana — di balik penyusunan buku Mata Khatulistiwa: Antologi Puisi Penyair Nusantara terbitan Lembaga Seni dan Sastra (LSS) Reboeng, Jakarta, 2018.
Sungguh sesuatu yang ‘membingungkan’ nama saya bisa terselip di antara 55 penyair dari berbagai provinsi dalam antologi puisi ini. Bagaimana mekanisme penentuan nama-nama penyair untuk buku ini, tentu penyusun yang lebih paham. Saya perlu mengucapkan terima kasih atas kepercayaan ini.
Ceritanya, saya diminta LSS Reboeng untuk mengirim sejumlah sajak sesuai tema. Kalaulah yang diminta itu puisi yang baru, bisa jadi saya tak ikutan. Saya tak punya! Meskipun senang membacanya, makhluk bernama puisi ini sesuatu yang ‘susah saya gauli’ dengan intens. Saya sangat tidak produktif menyair! Tapi, bukan berarti saya banyak menulis cerpen dan novel. Itu juga tidak. Hahaa….
Ajakan atau mungkin “perentah” Ahmad Yulden Erwin untuk membukukan puisi saya, terpaksa saya abaikan. 🙏😄 Dan, saya pun masih “tak percaya” jika bisa bikin buku berbahasa Lampung: 3 buku puisi, 2 kumpulan cerpen, dan 1 novel
Makanya, antologi puisi Mata Khatulistiwa tetap membingungkan. Lebih membingungkan saya karena sajak “Setiwang” yang tidak saya kirim ke panitia — karena saya pikir tidak memenuhi syarat, selain juga sudah pernah dimuat di Hilang Silsilah (DKL, 2013) — malah nyelip dalam buku bersama tiga puisi lain.
Tak masalah dan malah bagus. Itulah kerja yang benar dari penyusun/kurator/editor/redaktur sebuah buku.
Saya menghaturkan terima kasih atas kelahiran buku puisi ini. Dari sini pula, Setiwang menjadi judul buku puisi berbahasa Lampung saya yang baru terbit akhir tahun ini.
Iman Budhi Santosa adalah sastrawan kenamaan. Bersama Umbu Landu Paranggi dkk, penyair kelahiran Magetan, 28 Maret 1948 ini mendirikan Persada Studi Klu (PSK), komunitas penyair Malioboro, Yogyakarta (1969). Ia menulis puisi, cerpen, novel, dan esai dalam dwibahasa Indonesia dan Jawa. Lebih 40 buku karyanya di bidang sastra dan kebudayaan diterbitkan, Di antaranya, Tiga Bayangan (kumpulan sajak, 1970), Ranjang Tiga Bunga (novel, 1975), Barong Kertapati (novel, 1976), Dunia Semata Wayang (kumpulan sajak, 1996), Matahari-matahari Kecil (kumpulan sajak, 2004), Ziarah Tanah Jawa (kumpulan sajak, 2013, yang menerima Hadiah Nominasi Buku Sastra Terbaik dari Balai Bahasa Yogyakarta, 2014), Face if Jawa (kumpulan sajak, 2014), Pilgrimage in the Land if Jawa (kumpulan sajak, 2014), dan Cupu Manik Hasthagina (2015). Ia menerima penghargaan sebagai Penggerak/Penggiat Sastra Indonesia dari Balai Bahasa Yogyakarta (2009), Anugerah Seni (Bidang Sastra Indonesia) dari Pemprov DIY (2013), dan Hadiah Sastra Yasayo (2015).
Innalilillahi wainna ilaihi rajiun. Sang Penyair kini telah kembali ke hadirat Ilahi Robbi. Ia tutup usia Kamis, 10/12/2020.pukul 08.00 di di kamar kontrakannya di Dipowinatan, Yogyakarta dan dikebumikan di Makam Seniman Girisapto, Imogiri, Bantul siangnya. Ia meninggal karena penyakit jantung.
Hanya doa yang bisa kami kirimkan mengiringi kepergianmu, Sang Penyair. Selamat jalan menuju ke keabadian. Amin. []
