Human

Puari jak Negarabatin

BARU saja saya duduk dan memesan sarapan di Kafe Sudut Catur Tunggal, Kemiling, Bandar Lampung, Kamis, 1/8/2019. Salah satu dari dua pria berbatik yang duluan duduk memandangi saya dan bertanya, “Orang Negarabatin ya?”
Agak heran juga saya.
“Saya dari Liwa,” jawab saya.
“Oo, mirip sekali dengan teman saya. Kami dari Negarabatin,” katanya lagi.
“Negarabatin mana?”
“Negarabatin Kotaagung.”
Saya jadi semangat. Ketemu puari (saudara).
“Saya dari Liwa. Tepatnya di Pasar Liwa. Pekon (desa) saya ini dulu bernama Negarabatin Liwa. Di rapor dan ijazah SD saya masih ditulis SDN 1 Negarabatin Liwa. Nama lainnya pekon saya, Sukanegeri. Di Liwa, masih ada Negarabatin yaitu nama pemangku (setingkat dusun). Memang Negarabatin yang di Kotaagung ada hubungan darah atau asal-usul dengan Negarabatin Liwa,” kata saya.
Ngeri juga kalau ocehan saya ini dianggap omong kosong. Hehee… Tapi, syukurlah, Ismet — demikian saya tahu kemudian namanya dari papan nama di dadanya — ternyata menyambut cerita saya dengan tak kalah semangat.
Ia menuturkan bahwa orang tuanya, baik ayah maupun ibunya memang berasal dari Liwa.
Maka, kita orang pun bicara munggak-medoh (ngalor-ngidul) mengenai Negarabatin, hubungan kekerabatan, dan kisah bertemu dengan orang sesama Negarabatin. Selain di Liwa, Lampung Barat dan di Kotaagung, Tanggamus, Negarabatin ada di Way Kanan (nama kecamatan), Lampung Utara (nama desa), dan Lampung Timur (nama desa).
Nama sama bukan cuma kebetulan. Tentu, ada tali-temali yang saling berkait.
Neram sangon muari (kita memang bersaudara).
Alhamdulillah, karena muari, Bang Ismet yang duluan selesai sarapan dan beranjak dari Kafe Sudut pamit berkata, “Mena yu. Inji sekalian gawoh (Duluan ya. Ini sekalian saja).”
Maksudnya, lontong sayur dan gorengan saya ditraktir Bang Ismet. Asyiik kan.☕??
Tabik.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top