Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis (08)


PITHA yang manis,
Aku benar-benar tak tahu diri. Betapa aku tak bisa mengenyahkan bayangmu. Senyummu tak lekang juga dari ingatanku. Rambutmu, hidungmu, wajahmu… segalanya tentangmu seperti menyertai di mana pun aku berada, tak siang tak malam, tak pagi tak petang. Aku masih saja berharap kita suatu saat nanti bisa berjumpa lagi dalam suasana yang menyenangkan. Dan, bila masa itu tiba, akan kunyatakan semua rasa, ingin, dambaku padamu.
Tidak, Pitha. Aku tak mau mengkhianatimu… ehm, aku belum mengutarakan apa-apa padamu ya. Mana pula engkau tahu mengenai hatiku seperti juga aku tak paham bagaimana sebenarnya isi hatimu padaku. Ya, itulah letak kepengecutanku: tak punya keberanian bicara padamu dulu. Mustahil juga kalau kau yang duluan ngomong soal hati padamu.
Tak ada janji, tak ada ikatan apa-apa di antara kita, Pitha. Jadi, kalaupun aku bertindak sesuatu… ya tentu tak mengkhianatimu sebagaimana engkau menuruti kata hatimu, itu memang hakmu. Tak ada yang mengkhianati dan tak ada yang dikhianati.
Maksudku, sebenarnya adalah aku tak mau mengkhianati hatiku sendiri bahwa aku masih mengharapkanmu di saat engkau sudah terbang menjauh darimu dan entah bisa bertemu lagi atau tidak kelak.
Sungguh pandirnya diriku. Engkau boleh tertawakan aku Pitha. Aku menggunakan khayalku saja tentangmu tanpa pernah tahu adakah kau pernah ingat padaku. Aku menyadari juga siapa pula diriku, kenapa harus mengenangku, memangnya apa yang telah aku lakukan sehingga engkau misalnya tak boleh melupakanku.
Ya Pitha, seperti gila, aku mengikatkan diriku padamu tanpa pernah engkau tahu, tanpa engkau pernah sadari sembari tetap memelihara sejumput asa akan hidup bersamamu.
Mendambamu bukan dosa kan, Pitha. Tidak ada juga yang bisa menghalangi perasaan dan pikiranku. Tak ada salahnya.
Aku tahu juga alang banyak pria yang ingin mencuri hatimu. Tak kan mudah mendapatkan sedikit saja perhatianmu.
Tapi, malangnya diriku. Aku ternyata mendamba tanpa usaha, berharap tiada berkata, memohon tidak pernah meminta.
Tak punya otak. Tolol. Gila… Kumaki diriku sendiri dengan makian yang paling kasar.
Semua karenamu, Pitha.
>> BERSAMBUNG
