Cerita Bersambung

Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis (07)

SEORANG teman cowok selalu berisik benar bicara tentang cewek. Mirna cantik ya, tapi judes. Susi itu baik, cuma saya gak siir dengannya. Tini pintar, tapi kalau pintar, repot ngadepinnya. Dll, dll. Entah, masih kecil kok pikirannya cewek melulu. Pelajaran sekolah mana pula diperhatikan. Sebenarnya, soal pelajaran sih aku sama dengan teman ini. Tapi, kalau memperhatikan, apalagi ngerupiin cewek, aku malas amat. Emangnya aku cowok apaan.

Kesal juga aku dibuatnya. Pinter nggak, kalau bikin pe-er atau ulangan selalu saja minta contekan dariku. Hahaa… meskipun tak pintar-pintar amat, ternyata aku masih bisa dipercaya teman-teman berranya-tanya mengenai pelajaran, mengerjakan tugas kelompok atau tadi, tempat nyontek. Kalau aku salah, bisa dipastikan yang niru aku ikutan salah.

Teman si pengamat percewekan  ini sungguh menyebalkan.

Kalau lagi kesal, aku suka bilang, “Eh, lu memang sudah pengen kawin?”

Dia ketawa. Benar-benar ya. Isi otak kok cewek mulu. Tapi.. kelak benar banget, dia nikah muda. Ya, bagaimana kalau orientasi sekolah memang sudah ke sana. Jangan-jangan tujuannya sekolah memang itu… ya, mencari jodoh.

Tapi, sesebal-sebalnya aku dengan temanku itu, diam-diam aku menikmati juga ocehannya tentang cewek-cewek. Bahkan, ikut ketawa kalau ada yang lucu, memanas-manasinya atau bertanya-tanya bodoh biar dia tambah semangat bercerita.

Dia tidak sendiri. Ada dua-tiga teman lain yang juga suka ngomongin cewek. Bahkan, lebih jauh mulai belajar menulis surat mengutarakan isi hati kepada cewek.

Oh, asmara. Begitu memabukkan.

Tapi, kelak aku paham, seseorang yang memasuki masa puber, secara alamiah saja mulai menunjukkan ketertarikannya pada lawan jenis.

Artinya, aku tak normal? Ai, jangan main tuduh ya. Aku sama dengan cowok lainnya. Cuma tidak suka memperlihatkan perasaan atau lebih sering memendam emosi.

Sampai suatu saat, ketika melangkah di jalan di samping ruang kelas 2D, aku tepergok pada sorot mata seorang siswi. Aku terhenti… dia tersenyum, aku malah ternganga… Kau terpana. Semoga tidak ngences. Hiks..

Jelas, aku gugup. Tak tahan, aku menunduk sembari tetap curi-curi pandang. Manis anaknya ya. Tapi, inilah oonnya aku… Kalau yang lain mungkin akan menyapa dengan “Hai” atau “Halo” sembari mengajak kenalan, aku tidak. Aku malah mempercepat langkah, menjauh darinya, menuju kelasku yang letaknya cukup jauh di ujung sekolah.

Olala, siapakah cewek ini? Aku belum pernah melihatnya sebelum ini.

>> BERSAMBUNG

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top