Nama Saya “Mafisip”
Oleh Maspril Aries
SETIAP berangkat kuliah ke kampus Universitas Lampung (Unila) di Gedongmeneng, kebiasaan saya adalah menikmati jalan kaki dari terminal kampus yang berada di ujung Jalan Soemantri Brodjonegoro di dekat Masjid Al Wasi’i dan kantor pos.
Dari terminal melangkah menuju Fakultas Hukum melewati taman dan pohon beringin di depan rektorat lama yang teduh dan sejuk. Sebagai mahasiswa Program Studi (PS) Ilmu Pemerintahan angkatan pertama yang diterima melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) masih menumpang kuliah di FH menempati salah satu gedung paling belakang yang bertetangga dengan Sekolah Teknik Mesin (STM).
Dulu sekitar tahun 1980-an kampus Unila banyak dipuji sebagai kampus nan asri, sejuk, hijau, dan teduh. Ada juga yang menjulukinya “kampus hijau.” Saya sendiri tidak memiliki julukan apa untuk kampus yang berjarak sekitar 9 kilometer dari tempat tinggal di Jalan Haji Agus Salim, Bandar Lampung.
Dari setiap langkah saat melintas taman di depan rektorat di benak selalu melintas materi kuliah, dari mata kuliah MKDU (mata kuliah dasar umum) sampai mata kuliah keahlian dan jurusan. Ada mata kuliah Pengantar Ilmu Politik, Pengantar Ilmu Pemerintahan sampai mata kuliah metodologi penelitian yang bersiap-siap menulis skripsi. Apa lagi kalau sudah urusan quiz, mumet deh ini kepala.
Tapi, ada yang berbeda di benak saat saya melangkah menuju gedung BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan) – sekarang Graha Kemahasiswaan, yang terlintas di benak justru isu apa yang menarik hari itu. Isu menarik itu diperoleh bukan dari medsos, melainkan dari surat kabar dan majalah yang bisa saya baca di redaksi SKM (Surat Kabar Mahasiswa) Teknokra.
Saya bergabung di Teknokra saat duduk di Semester II. Bergabung di Teknokra sebagai mahasiswa pertama dari PS Ilmu Pemerintahan dan PS Sosiologi. Sekaligus jadi mahasiswa pertama dari kedua PS tersebut menjabat sebagai pemimpin redaksi pada tahun 1990 menggantikan Pemimpin Redaksi Hersubeno Arief dari Fakultas Hukum.
Sebagai aktivis pers mahasiswa, rutinitas saya tersita di surat kabar mahasiswa dengan oplah terbesar pada tahun 1990-an oplahnya mencapai 10.000 eksemplar setiap terbit. Aktivitas kemahasiswan saya lebih terfokus pada kegiatan di tingkat universitas ketimbang program studi atau fakultas.
Ketika teman-teman di PS menerbitkan majalah Republica saya pun tidak terlibat. Selain sebagai jurnalis kampus yang liputannya lintas fakultas, saya pun aktif menulis di media massa atau surat kabar Lampung Post. Pada masa itu tahun 1980 dan 1990-an, Lampung Post menjadi satu-satunya surat kabar yang terbit harian dengan oplah yang cukup besar di Lampung.
Saya menulis di Lampung Post,khususnya opini sudah sejak masih di bangku SMAN 1 Bandar Lampung. Ketika diterima di PS Ilmu Pemerintahan Unila, saya pun menjadi mahasiswa PS Ilmu Pemerintahan dan Sosiologi pertama yang tulisan opini dan cerpen (cerita pendek) dimuat di koran yang kantor redaksinya di Jalan A Yani sebelah gedung PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Lampung.
Saat itu di tiap tulisan opini dengan by line saya tulis nama lengkap “Maspril Aries Fisip” juga kerap disingkat “Mafisip.” Gara-gara mencantumkan kata “Fisip” saya jadi bahan ledekan teman-teman di Unila. Ada yang meledek, “Memang di Unila sudah ada FISIP?” Maksudnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Memang faktanya saat kuliah sampai diwisuda tahun 1990 FISIP tidak pernah menjelma di Unila.
Saat keluar dari lingkungan kampus Unila menuju perguruan tinggi negeri (PTN) atau swasta yang ada di pulau Jawa, dengan pede-nya saya memperkenalkan diri sebagai mahasiswa FISIP. Urusan sudah jadi fakultas atau belum, kan mereka tidak tahu.
Selain sebagai aktivis pers mahasiswa, saya juga pernah bermain teater di Unila. Pertama kali sekaligus terakhir, pada saat Ospek penerimaan mahasiswa tahun 1986, saya pernah main teater dengan naskah berjudul “Kursi” yang disutradarai Bung Didi Pramudya Mukhtar (almarhum) yang saat itu kuliah di Fakultas Hukum. Saya menjadi pemeran utama main bersama teman dari fakultas lain termasuk dengan Rusfian Effendi (dari PS Sosiolog). “Rusfian apakah memori mu masih ingat saat kita main teater di belakang rektorat?”
Pilihan saat itu menjadi aktivis mahasiswa di level universitas dan bergabung di pers mahasiswa membuat saya berkesempatan berkunjung ke kampus di pulau Jawa dan daerah lainnya. Untuk saat setiap ada kegiatan di luar Unila selalu mendapat bantuan dari Pembantu Rektor III atau dari bagian kemahasiswaan. Bantuannya lumayan untuk tiket dan uang saku.
Untuk mengatasi jika ada defisit anggaran saat mengikuti kegiatan kemahasiswaan, saya mendatangi kantor redaksi surat kabar yang ada di Jakarta. Seperti untuk sebuah kegiatan di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta saya mendatangi kantor Media Indonesia di Jalan Gondangdia Lama untuk mengambil honor tulisan yang belum dikirim via wesel.
Juga, pernah mengambil honor di tabloid Nova yang waktu itu kantor redaksinya masih di kawasan Komplek Atlet Senayan dan kantor redaksi Harian Merdeka di Jalan AM Sangaji mengambil honor cerpen. Ternyata honor dari media nasional atau terbitan Jakarta honorariumnya lebih besar dari uang saku yang diberikan universitas. Kalau honorarium menulis dari Lampung Post saat itu lumayan, pertama kali mendapar honor Rp5.000 (itu pada tahun 1980-an). Saat manajemen baru mengambil alih Lampung Post honorarium meningkat antara Rp15.000–Rp25.000/ tulisan. Bayangkan saat itu SPP Unila Rp36.000/ semester.
Ternyata tak banyak memori cerita yang bisa diingat saat masih di kampus. Upaya melakukan rekonstruksi peristiwa apa saja yang pernah dilalui ternyata tidak mudah saat diundang editor menyumbang tulisan dan pengalaman di buku “Romantika di Kampus Oranye.”
Bahkan, aktivitas di lingkungan program studi tertelan oleh aktivitas di lingkungan universitas. Pernah beberapa kali ikut terlibat di kepanitian kegiatan Fakultas Hukum (PS Ilmu Pemerintahan dan PS Sosiologi) masih menginduk ke Fakultas Hukum. Dalam kepanitiaan itu kebagian tugas membuat taman atau spanduk dan backdrop jika ada seminar. Memang lebih banyak lupanya untuk mengenang masa lalu. []
———-
* Ditulis untuk buku antologi Romantika di Kampus Oranye: Dinamika FISIP
Univesitas Lampung dari Cerita Alumni (proses terbit).
** Maspril Aries, alumnus Ilmu Pemerintahan FISIP Unila. Mantan Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mahasiswa Teknokra (1989-1990). Pernah menjadi wartawan Lampung Post (1991-1993) dan wartawan Harian Republika sejak 1993 di Lampung, Jakarta, dan terakhir di Palembang hingga purnatugas 2019.