Sosok

Dian Anggraini: Tari Menjadi Bagian Hidup dan Terpisahkan

Oleh Muhammad Alfariezie

DIAN Anggraini tidak pernah menyangka akan menjadi seorang penari dan koreografer. Dian kecil, begitu panggilan akrabnya adalah anak perempuan yang tomboy. Kawan-kawannya adalah laki-laki semua. Bersama kawannya dia kerap bermain ke sungai, memanjat pohon yang tinggi hingga menimpuki buah-buah tetangga untuk kemudian mereka makan secara bersenang-senang sebagaimana anak-anak yang masih bocah.

Awal karirnya sebagai penari dimulai ketika duduk di bangku sekolah dasar. Diana suka sekali melihat kawannya menari. Tapi, tak sekalipun mencoba untuk menggerakkan tubuh seperti kawannya. Suatu saat, Diana menjadi pahlawan bagi kawannya. Waktu ujian ternyata kawannya yang suka menari salah gerakan dan Dianalah yang mencoba membenarkan. Kebaikan Diana kepada kawannya pun dilihat langsung oleh guru tari di sekolah. Gurunya menganggap kalau Diana memiliki bakat menari.

Pujian dari sang guru secara tak langsung menumbuhkan minat perempuan yang saat ini menjadi dosen di salah satu universitas negeri di Provinsi Lampung itu. Diana mulai mengikuti latihan tari bersama kawan-kawannya. Bahkan, Diana mengikuti ekstrakulikuler tari ketika masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Lalu, ketika masuk sebagai siswa Sekolah Menengah Akhir, perempuan pendiri Dian Arza Arts Laboratory (DAAL)— suatu komunitas penggiat tari eksperimental tersebut memegang atau dapat dikatakan sebagai ketua ekstrakulikuler tari. Setelah itu, Diana melanjutkan study di jurusan ilmu tari di Institut Seni Jogjakarta.

Bagi Dian Anggraini sendiri, seni tari adalah bagian hidup yang menjadi rutinitas dan tak mungkin bisa terpisahkan. Tari telah menghasilkan banyak hal bagi perempuan yang menyukai seni tari eksperimental tersebut. Karena Tari, Dian Anggraini dapat menghidupi diri sendiri dan beberapa kawan, bahkan dapat bertemu dengan petinggi-petinggi Republik Indonesia dan berjalan-jalan keliling Indonesia bahkan asia hingga luar asia.

Sejak tahun 2014 Dian Anggraini sudah fokus menggarap karya-karya tari eksperimental. Dian melihat ada suatu kesadaran yang minim dari anak-anak muda hingga orang tua yang tidak lagi peka terhadap sosial lingkungan. Menurut Diana, anak-anak hingga orang tua saat ini lebih senang memikirkan diri sendiri dan membicarakan hal-hal negatif dari keburukan orang. Jarang sekali ada orang-orang yang bicara tentang hutan yang habis oleh tambang di suatu wilayah Indonesia.

Karya terbarunya berjudul Ilaika. Selain itu, Diana juga pernah menciptakan tari eksperimental tentang potret perempuan damar, dance film yang bicara tentang perjalanan. []

BIODATA
Nama: Dian Anggraini
Tempat/tanggal lahir: Liwa, 25 Desember 1989
Pendidikan                
1. SD Negeri 1 Liwa
2. SMPN 1 Liwa
3. SMAN 1 Liwa
4. S1 Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakart
5. S2 Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung
Karya                                    
1. Ayak-ayak dan Perempuan Pahmungan (2017, Bandung)
2. Lanskap yang Hilang (2017, Taman Budaya Lampung)
3. Perjalanan Tubuh (2017, Bandarlampung
4. Mirul (2016, Solo)
5. Bebai Sekala (2015, Solo)
6. Gamolan Agung (2012, Lampung)
7. Ngelalau (2013, Jogjakarta)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top