Pustaka

Suvenir Buku Mas Dar

SEBUAH buku berjudul Narasumberku Guru Hidupku (Laras Bahasa,  2020) disodorkan panitia resepsi atau syukuran ngunduh mantu putra pertama Mas Sudarmono-Mbak Mariyati, Muhammad Arsie Aziz yang menyunting Yolen Puspita, putri Bapak Sudi Royani-Sholeh Fatmawati di Tanjungsenang, Bandar Lampung, Minggu, 20/9/2020.

Keren. Jarang-jarang sovenir pernikahan berupa buku. Seingat saya, ini kali ketiga yang saya alami. Sebelumnya, ada Tri Purna Jaya yang bikin buku puisi Senja Menuju Pulang (Pustaka LaBRAK & Indepth Publishing, 2015) sebagai kado pernikahannya dengan pujaan hatinya. Lalu,, buku Meraih Kebahagiaan Hidup dengan Shalat karya Dr. H. Syarifuddin Dahlan (Ali Imron, 2017) yang menjadi suvenir resepsi pernikahan putrinya, Nurlina, S.E. dengan Ebrick, S.H., M.H. bin Bustan.

BukuNarasumberku Guru Hidupku adalah kumpulan tulisan Sudarmono saat menjadi jurnalis Lampung Post. Isinya, profil sosok atau wawancara dengan tokoh-tokoh penting Lampung dan nasional, mulai dari cendekiawan, akademisi, politisi, aktivis, penulis, pejabat, kepala daerah hingga menteri.

Boleh dibilang, buku setebal 213 halaman ini adalah kumpulan “kesuksesan” Mas Dar, begitu Sudarmono biasa disapa, dalam menembus narasumber dan kemudian menggali informasi dan data sedalam-dalamnya, sedetil-detilnya dari yang bersangkutan.

Tentu, tak sembarang wartawan bisa melakukannya.

Pinjam ungkapan dalam “Yamaha Vega tanpa Rem”, tulisan Mas Dar dalam Arman AZ, Ed. 2020. Mencari Lampung dalam Senyapnya Jalan Budaya: Kado 50 Tahun Udo Z Karzi (Bandar Lampung: Pustaka LaBRAK), saya pun berujar “#beruntungkenalmu”.

Ya, sejak 1998 saya sering satu tim bekerja sebagai jurnalis sejak dari Sumatera Post, berlanjut di Lampung Post, sampai sampai keluar dari koran tertua di Lampung ini pada 2015. Kalau saya lebih banyak bergulat pada pendapat dan sastra — maksudnya saya lebih sering bertugas memuat opini, esai, puisi, dan cerpen –, Mas Dar banyak mengerjakan feature.

Mas Dar ini memang jagonya menulis feature. Penuturannya mengalir lancar tanpa harus dibebani pemikiran berat atau apa yang disebut “grand theory” segala. Satu hal, kegagalan saya atas Mas Dar: tak berhasil ‘memaksanya’ menjadi cerpenis! Padahal, ia punya potensi.

Tapi, tak apalah. Tulisan-tulisan Mas Dar sangat menghibur sekaligus mendidik. Sindirannya sangat halus tapi menohok. Tentu, buat yang mau berpikir.

Salut, Mas Dar. Tabik. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top