Panggung

Srawung Sastra: Jejak Langkah dan Harapan pada BBPJT

Oleh Christian Heru Cahyo Saputro

Tak ada pesta tanpa akhir

Tak ada pertemuan tanpa perpisahan

BEGITU bunyi sebuah ujaran lawas, yang mengusung makna bahwa; sebuah perpisahan itu harus terjadi.

Pada saatnya jabatan Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah (BBPJT)  Dr. Tirto Suwondo, M.Hum berakhir diganti pejabat yang baru Dr. Ganjar Harimansyah Wijaya, S.S, M.Hum. Momentum ini tentunya tak disia-siakan para sastrawan Jawa Tengah dengan membukukannya dalam kegiatan “Srawung Sastra”.

Komunitas Sanggar Smara Muruhita , Lesbumi Jateng, dan Ambalart difasilitasi BBPJT menggelar  hajat “Srawung Sastra”. Kegiatan  yang mengusung  tajuk : “Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Menyapa” ini,  menghadirkan  penyair Budi Maryono dan Novelis Handry TM berlangsung di Teater Terbuka Taman Budaya Raden Saleh, Jalan Sriwijaya, Semarang, Jawa Tengah,penggal bulan September 2020.

Helat “Srawung Sastra” ini dihadiri puluhan audiens dari BBPJT, sastrawan dan seniman dari Jateng antara lain,; Kahar, Indit, Ery, Fikri, Shintya.Suryo Handono, Drajat, Imam Subagyo, Didiek Ws , Agung Hima, Slamet Prihatin, Any  Afiqoh, Daniel Hakiki, Babahe, Alfi Yanto,  Nawir, Bayu Aji Anwari, Adhit, Fajar, Agus Budi Santoso, Budi Wahyono, Slamet Unggul,Syarief Rahmadi,  Wati Dirsan, dan Nugroho Wahyu Utomo

Menurut Ketua Penyelengara “Srawung Sastra”  penyair Slamet Unggul, helat ini sebagai ajang  silaturahmi dan unjuk kreativitas ini sekaligus juga jadi ajang pisah sambut   mantan Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah (BBPJT) Dr. Tirto Suwondo, M.Hum dan Kepala  BBPJT yang baru Dr. Ganjar Harimansyah Wijaya, S.S, M.Hum. “Tentunya dengan adanya pertemuan ini para sastrawan juga akan tahu apa visi dan misi dari kehadiran Balai Bahasa. Muaranya bisa jadi bisa kerjasama dalam menggarap program BBPJT ke depan. Jadi, sastrawan bisa ikut hadir dan berperanserta dalam programa BBPJT,” ujar Slamet Unggul.

Helat yang dipandu penyair Lukni Maulana ini dibuka dengan penampilan Komunitas KolaborArt yang mengusung seni pertunjukkan musikalisasi puisi. Pia Cipta berturut-turut menembangkan puisi bertajuk:  Kutebak Bayang Sinarmu (Victor Roesdianto), Kapal Berlabuh di Senja jauh (Djawahit Muhammad), Selembar Daun (Djawahir Muhammad), Sunrise di Lovina (Pia Cipta) yang diaransemen sekaligus diiringi denting  keyboard oleh Stefanus Agus Wahyono. Di jeda, tembang puisi ditimpali pembacaan dan ekplorasi puisi bertajuk:  “Yang Kuminta Hanyalah” karya Taufik Ismail  oleh Wawan Kong.

Sesi selanjutnya, hadir  penyair  Agung W Patidusa, tampil membacakan puisinya bertajuk : “Bertanya Maka Bertanyalah”. Usai Agung tampil Lukni mengundang pemantik obrolan “Srawung Sastra”, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Menyapa, sastrawan  Budi Maryono dan Handry TM ke atas panggung juga di dampingi mantan Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah (BBPJT) Dr. Tirto Suwondo, M.Hum dan Kepala  BBPJT yang baru Dr. Ganjar Harimansyah Wijaya, S.S, M.Hum.

Program Berkesinambungan

Perbincangan dibuka, Tirto Suwondo, yang membeber, kiprahnya selama bertugas di Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah (BBPJT, yang dimulai sejak Agustus 2017.

Sejak 13 Agustus 2020,kiprahnya digantikan Ganjar Harimansyah Wijaya.Tirto Suwondo akan kembali ke Yogyakarta sebagai peneliti ahli utama,sampai usianya genap 70 tahun. Kalau dulu Tirto Suwondo di BBPJT tugasnya sebagai administratur. Tepat 3 tahun Tirto  berkiprah di BBPJT. Sebelumnya, 11 tahun di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Ketika saya ditugaskan di BBPJT, saya menghadapi tantangan tersendiri. Pertama, penduduk Yogya hanya 4 juta orang. Sedangkan Jawa Tengah 34 Juta orang. Kedua, Yogyakarta merupakan wilayah kecil hanya terdiri dari 4 kabupaten. Sedangkan Jawa Tengah terdiri dari 35 kabupaten/kota. Ini jelas sebuah tantangan besar untuk pengembangan bahasa dan sastra, ” bebernya.

 Tirto Suwondo berharap langlah program apa  yang sudah dilakukannya  yang berkaitan dengan pengembangan bahasa dan sastra. bisa diteruskan dan dikembangkan oleh penggantinya Ganjar Herimansyah.”Mudah-mudahan beberapa program yang sudah saya awali berkesinambungan,” ujar Tirto.

Tirto Husodo juga berharap layanan kepada masyarakat lebih diutamakan sesuai dengan lima tupoksi literasi dasar. Ke depan gerakan literasi harus dikembangkan lebih baik. “Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan membaca negara kita yang masih jauh di bandingkan dengan negara-negara lain. Mengarah ke literasi baca tulis, maka BBPJT melaksanakan program membuat buku,” jelas Tirto yang mulai  bergerak di BBPJT pada tahun 2018.

Pertama,membuat buku proses kreatif sastrawan Jawa Tengah. Hal ini, jadi salah satu prioritas, alasannya, menarik dan bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda. Kemudian juga membuat buku naskah drama yang berisi 42 buah naskah drama anak-anak, buku antologi puisi anak dan juga antologi buku cerita anak.”Ini bisa menjadi acuan bagi anak-anak dan merupakan kontribusi tersendiri bagi dunia pendidikan,” papar Tirto.

Selain itu, Tirto untuk membuka peluang dalam menggairahkan kehidupan sastra di Jawa Tengah menjalin kerja sama dengan, mahasiswa, guru, MGMP dan komunitas secara bergiliran diberbagi kota/kabupaten di Jawa Tengah.”Sanggar Smara Muruhita juga menjadi kawah candra dimuka pelatihan proses kreatif. Ini menjadi daya tarik tersendiri,” papar lelaki low profil ini

Pada kesempatan itu, Tirto Suwondo , mengatakan,juga  ingin ada dokumentasi sejarah perpuisian dan kepenyairan Jawa Tengah dari tahun 1945  hingga kini ini. Untuk itu, Tirto juga meminta kepada Ganjar selaku Kepala BBPJT yang baru akan meneruskan program yang sudah diawalinya.

Rumah Kedua

Pada kesempatan berikutnya, Kepala BBPJT yang baru, Ganjar Herimansyah, berkisah, kembalinya  ke Semarang, Jawa Tengah ini, merupakan kesempatannya yang kedua. “Pada tahun 2001/2002 merupakan pengangkatannya  jadi PNS dan ditugaskan di Semarang. Setelah sekitar 18 tahun tugas di Jakarta, akhirnya  kembali bertugas di Semarang,” kisah Ganjar membuka perbincangan.

Ganjar juga berjanji akan meneruskan program-program yang telah diawali oleh pendahulunya. Dia berjanji akan  melanjutkan program-program yang sudah di mulai pak Tirto dengan baik.”Saya juga berharap BBPJT bisa menjadi rumah kedua bagi sastrawan. Mari silahkan dimanfaatkan fasilitas aula dan panggung  yang ada di BBPJT untuk kegiatan pertemuan bersastra. Juga banyak buku-buku yang sudah digitalisasi bisa diunduh dan dimanfaatkan,” imbuh Ganjar.

Di samping itu, ke depan untuk mewadahi karya para sastrawan sudah dirancang majalah bahasa dan sastra “Karas”. Majalah ini diharapkan nantinya bisa menjadi wadah karya-karya sastrawan berupa puisi, cerpen, esei dan lainnya. “Majalah Karas yang punya makna  kepingan batu untuk menulis puisi, bisa untuk memasyarakatkan karya teman-teman sastrawan,khususnya di di Jawa Tengah, ” ujar Ganjar.

Sebelum, Handry TM tampil bicara,  Didit Jepee Sarutomo membacakan puisi karyanya “Dada” duet dengan Munawir yang mendedahkan suluknya.

Giliran Novelis Handry TM yang juga Ketua Dewan Kesenian Semarang, bicara, pada kesempatan itu, menyampaikan ucapan terima kasihnya, kepada mantan Kepala BBPJT Tirto Suwondo, yang selama ini sudah bergaul dengan sastrawan Jawa Tengah.

Handry TM juga teringat apa yang pernah dikatakan,  Tirto Suwondo, betapa sulit mencari siapa sastrawan untuk yang ditokohkan di Jawa Tengah. “Memang beda tentunya dengan Yogyakarta. Tetapi Ini justru memacu semangat saya,” ujar penulis novel “Kancing yang Terlepas” itu optimistis.

Menurut Handry TM, sebenarnya di Jateng banyak sastrawan potensia, l semisal Utami Panca Dewi,penulis ini langganan juara sayembara Femina. Kemudia ada juga Asih Dwi Astuti, yang karyanya muncul dimana-mana. Banyak penulis aktif yang tidak muncul. ”Ada dua jenis penulis, yaitu, penulis produktif dan penulis aktivis,” ujar Handry berseloroh.

Ke depan Handry TM juga berharap Kepala BBPJT yang baru Ganjar Herimansyah punya visi yang lebih baik dan berperan dalam menumbuhkembangkan dunia literasi di Jateng.

Di jeda berikutnya, tampil Penyair “Mbolah” Slamet Unggul membacakan puisi karya Handry TM, berjudul : ‘Ruang Tunggu yang Kedua”.

Nara sumber berikutnya, penyair Budi Maryono, pertama menyoal siapa yang mesti tampil bertanggungjawab memberikan “pencerahan” kepada penulis-penulis medsos. “Balai Bahasa harus ikut berperan memberikan pencerahan literasi digital,” ujar Budi Maryono.

Berkaitan dengan akan hadirnya majalah “Karas” yang dikelola BBPJT, Budi Maryono, mengingatkan, nantinya, para penulis harus diberi honor. “Kalau tidak ada honornya, sama saja menulis di medsos,” ujarnya mengingatkan.

Berikutnya, menurut Budi, untuk mendorong kreatvitas para penulis di Jateng perlu adanya residensi. Budi menambahkan  tak usah muluk-muluk antar kabupaten/kota di Jawa Tengah saja.”Kegiatan ini tentunya dibiayai oleh Balai Bahasa untuk mendorong para penulis berkarya dan menghasilkan buku,” beber Budi.

Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, menurut Budi, ke depan juga harus bersinergi dengan para stake holder, antara lain dengan sekolah, kampus, dan penerbit. “Balai bahasa bisa membantu dana cetak kepada penulis untuk berproses kreatif. Ini bentuk merupakan dukungan Balai Bahasa, baik untuk penulis juga penerbitnya,” usulan Budi berikutnya.

Sementara itu, Daniel Hakiki, menyoal peran Balai Bahasa terhadap sastra lokal dan bahasa Jawa. ”Balai Bahasa yang lokusnya di Jawa Tengah, juga harus ikut memikirkan persoalan bahasa dan sastra Jawa, seperti; bahasa dan sastra keraton, banyumasan dan pesisiran. Ini juga perlu dikaji agar tetap bertumbuhkembang. Soalnya dalam tupoksi Balai Bahasa dan ditegaskan hanya bahasa dan sastra Indonesia, ” ujar  Sekretaris Dewan Kesenian Semarang ini  ini mengingatkan.

Pada pamuncak perhelatan “Srawung Sastra”,  ditutup dengan penampilan penyair NWU Gabriel Genesis membacakan karya puisinya yang berjudul : “Harapan yang Mengawang” dan “Selanjutnya” yang didedahkan dalam nuansa rock yang membuat suasana malam yang sudah larut dan dingin menghangat kembali.

Helat “Srawung Sastra” yang berjalan sekira  tiga jam yang dipandu pemandu acara garis lucu Lukni Maulana mengalir berlangsung dengan guyub dan gayeng.

“waktu dan seni sudah menikahkan kita”

Begitu penggal akhir larik puisi karya Ganjar Herimansyah  yang dibacakannya pada “Srawung Sastra” ini sebagai penanda janji Ganjar (Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah) untuk bersama-sama melangkah membangun iklim sastra dan literasi di Jawa Tengah ke depan men jadi lebih baik. Semoga! []

Christian Heru Cahyo Saputro, jurnalis, penyuka sastra,dan editor sejumlah buku

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top