Pengumpul Piagam
TAHUN 1990, sebelum diterima di FISIP Unila, saya dikabarkan memenangkan sebuah sayembara menulis artikel yang diselenggarakan sebuah organisasi ekstrakampus. Beritanya pun sampai ke nun jauh ke kampung halaman saya di pegunungan Bukit Barisan Selatan yang kala itu masih wilayah Kabupaten Lampung Utara, sebelum mekar menjadi Kabupaten Lampung Barat. Sayup-sayup melalui Siaran Berita RRI Tanjungkarang, nama saya disebut sebagai pemenang lomba menulis artikel.
Ya, orang kampung saya kala lebih banyak tahu dari RRI, satu-satunya gelombang yang bisa ditangkap radio di daerah yang sembunyi di Balik Bukit. TVRI jarang yang punya pesawat televisi. Koran ada tapi sedikit yang baca.
Tentu saja hati saya riang gembira. “Niku nulis api (Kamu menulis apa)? ” bertanya Inabalak (bibi) sebelah rumah.
Hahaa… Saya lupa menjawab apa.
Tak lama setelah itu, ada surat dari panitia yang memberitahukan soal kemenangan ini dan daftar nama pemenang. Dan yang penting, disebut juga hadiah berupa uang segera dikirim via wesel.
Kalau soal uang, tak usahlah saya ceritakan. Hampir semuanya, dihabiskan untuk membeli buku. Dan, tentu saja teraktir teman kos.
Selang beberapa bulan setelah itu, saya diterima di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila. Nama Ketua Sayembara Menulis masih saya catat. Selain uang, panitia juga menyebutkan piagam penghargaaan pemenang. Duitnya sudah habis, tetapi piagam sebagai bukti bahwa saya pernah juara menulis tidak saya terima.
Piagam ini, saya pikir waktu itu, perlu banget buat saya yang mahasiswa baru, selain Piagam Penataran P4.😛😄 Saya mau minta dengan Ketua Panitianya yang berdasarkan informasi adalah seorang redaktur senior di Surat Kabar Mahasiswa Teknokra, sudah tingkat akhir.
Maka, sembari menyerahkan sejumlah puisi ke Teknokra, dengan malu-malu, saya bilang mau ketemu dengan Kakak… Ayuk yang menerima naskah itu bilang, “O, Kak … sudah jarang ke sini. Dia sudah habis teori, kayaknya tinggal wisuda.”
Yah, sudahlah. Nasib-nasib! Seperti nasib puisi saya yang tak kunjung dimuat Teknokra. Tapi, ee… saya malah mendapat surat dari Redaktur Teknokra Budisantoso Budiman yang meminta saya menulis opini. Jadilah opini saya dimuat Teknokra. Barulah setelah itu puisi-puisi ikut dimuat.
Saya tak punya piagam dan sertifikat selain piagam Penataran P4 ketika mendaftar magang di Surat Kabar Teknokra Unila di Semester 2 tahun 1991. Selain surat lamaran dan transkrip nilai yang jemblok, saya hanya banyak-banyak melampirkan fotokopi kliping koran yang memuat puisi dan artikel saya.
Ya, mungkin karena kliping ini, meskipun IP saya tidak memenuhi kualifikasi, saya diterima juga menjadi anggota Teknokra. Saya beruntung. Hehee…
Resmilah saya menjadi reporter magang di pers mahasiswa. Banyak untungnya. Tapi, saya hanya mau membahas soal piagam-piagam, baik sebagai panitia maupun sebagai peserta setiap kegiatan seperti pelatihan, diskusi, seminar, dan berbagai aktivitas mahasiswa lainnya.
Sebagai reporter koran kampus, tentulah saya mempunyai peluang untuk mengoleksi banyak piagam dari acara dimaksud. Tapi, saya termasuk orang yang abai dan tak pedulian dengan selembar tanda terima kasih atau penghargaan atas partisipasi dalam kegiatan ini.
Saya heran dengan teman yang sangat rajin mengumpulkan piagam.
“Buat apa sih?” tanya saya.
“Banyaklah,” sahut si pengumpul piagam.
Satu-satunya piagam/sertifikat yang saya punya hanya Piagam Pelatihan (In House Training) Jurnalistik Mahaswa Tingkat Dasar. Pernah ikut Pelatihan Pers Mahasiswa Tingkat Pembina se-Indonesia. Tapi, saya tidak dikasih piagam. Entah, mengapa nama saya salah ditulis menjadi “Iskandar Zulkarnain” dalam piagam. Jelas saja, saya tak ambil! 😄 Saya juga malas mengurusnya. Biar saja. Toh, saya butuh ilmunya, bukan piagamnya. Hiks…
Masih aktif di Teknokra, saya juga pernah Juara 3 Menulis Esai yang diselenggarakan Majalah Mahasiswa Himmah, Yogyakarta. Sama juga, tak ada piagam pemenangnya. Tapi, yang penting, hadiah uangnya dikirim. Hahaii…
Sungguh, saya tak paham kalau sekarang lagi musim sertifikasi. Apa-apa mau disertifikat atau minimal dikasih piagam. Tapi, tak apalah kalau mau kasih saya piagam lagi dan… agaknya perlu disertai dana pembinaan gitu geh.
Tabik! []