Memahami Konstruksi Dari Sang Dewi

Oleh Fahrus Refendi
Judul: V*gina: Kuasa Dan Kesadaran
Penulis: Naomi Wolf
Penerbit: Odyssee Publishing
ISBN: 978-0-7334-26-09-4
Tebal: 124 halaman
Edisi: Cetakan pertama, Februari 2020
“VAGINA bisa menjadi sebuah ‘lubang’, tetapi jika dipahami dengan benar maka ia adalah lubang berbentuk dewi.” Pengetahuan-pengetahuan baru yang dipaparkan Naomi Wolf tentang dunia perempuan telah memposisikan dirinya sebagai juru bicara feminisme gelombang ketiga yang menyodorkan pengetahuan ilmiah perihal bagaimana kinerja sistematis vagina bagi seorang perempuan.
Buku tipis ini merupakan bagian dari karyanya yang berjudul Vagina: A New Biography yang menarasikan esensi keberadaan vagina sebagai mikrokosmos yang punya entitas vital bagi tubuh perempuan. Keberadaannya bukan lagi dipahami sebagai budak seks saja. Akan tetapi, tak ubahnya dewi yang suci. Ia bisa sewangi melati bahkan bisa juga setajam duri yang pandai melukai.
Reunifikasi persepsi yang keliru perihal vagina berhasil Naomi Wolf rajut dengan sangat apik. Bahkan jika mendefinisikannya dengan cara yang lebih inklusif, kita cenderung berpikir tentang vagina secara terbatas sebagai bagian yang dapat kita lihat dan sentuh pada permukaan tubuh, diantara kedua kaki kita: vulva, labia bagian dalam, klitoris, saluran vagina, atau bagian-bagian lain yang dapat dijelajahi dengan jari-jari kita. Kita telah memahami vagina dengan sangat salah, dan membatasinya hanya pada permukaan saja.
Vulva, klitoris, dan vagina hanyalah permukaan yang paling dangkal dari apa yang sebenarnya ada pada tubuh kita. Aktivitas nyata di bawah permukaan ini, secara harfiah jauh lebih rumit. Vulva, vagina, dan klitoris, baiknya dipahami sebagai permukaan samudera yang ditembak menggunakan jaringan bergetar cahaya petir-jalur saraf yang rumit dan rapuh. Jaringan ini terus menerus mengirimkan impuls ke sumsum tulang belakang dan otak, yang kemudian mengirim impuls baru kembali melalui serat lain di saraf untuk menghasilkan berbagai macam efek.
Efek bagi kaum hawa adalah timbulnya respon seksual yang oleh para ilmuwan disebut sebagai “ANS” atau sistem saraf otonom yang memicu timbulnya orgasme pada perempuan heteroseksual terhadap laki-laki yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi dirinya. “Akan masuk ke dalam kondisi trans di tengah kehadiran seseorang yang akan melindunginya setidaknya saat diperlukan dan tidak membahayakannya atau menempatkannya pada situasi-situasi yang tak bisa dikendalikan.” (hlm. 5)
Jaringan saraf perempuan yang lebih rumit daripada laki-laki juga tak lupa dinarasikan oleh Naomi Wolf. Titik saraf yang paling dominan terletak pada saraf panggul. Dimana titik itu dinamai dengan area G spot. Rumitnya bagaimana untaian saraf itu saling berhubungan bisa dilihat pada gambar Netter yang dapat dicari di internet. Jalur saraf yang terus menyala oleh impuls listrik terjadi pada klitoris, vulva, dan vagina juga ke sumsum tulang belakang. Jadi, ketiganya membentuk bangun ruang yang kausalitas.
Naomi Wolf juga memaparkan jaringan saraf perempuan lebih tersebar daripada laki-laki. Saraf tersebut bernama perineum yang merupakan kulit yang berada antara anus dan vagina. Naomi Wolf juga mencatat mengapa belakangan kaum perempuan cenderung menurun sensasi seksualnya setelah proses episiotomi untuk persalinan. Ungkapan tersebut ditulis oleh Naomi Wolf dalam “Misconceptions: Trut, Lies, and the Unexpected on the Journey to Motherhood, in the Amerika and Western Europe, bahwa episiotomy tidak perlu dilakukan untuk persalinan yang normal. Di Amerika dan Eropa Barat, tidak mengejutkan, banyak wanita yang melaporkan berkurangnya sensasi seksual setelah melahirkan, terutama setelah menjalani episiotomi, dan mereka hampir tidak diberi tahu oleh rumah sakit atau dokter bahwa episiotomi akan memutuskan saraf seksual.” (hlm. 28)
Tak ubahnya sebuah bangunan, kontruksi yang meliputi untaian saraf antara vagina dan otak bekerja untuk saling memberi pengaruh. Ada dopamin, opioid, dan oksitosin yang semua itu selalu membanjiri sistem tubuh. Dopamin sendiri merupakan bahan kimia feminis utama dalam otak yang jika diaktifkan secara optimal, ia akan berfungsi memperkuat rasa dan motivasi serta memberikan energi positif dalam menetapkan sebuah tujuan.
Pelepasan opioid dianalogikan oleh para meditator sebagai kondisi kagum, kebahagiaan serta keesaan hormon yang diterima oleh otak perempuan sehingga oksitosin semakin mengikat kekuatan emosional. Oksitosin sendiri menginduksi persalinan serta membantu pelepasan ASI pada wanita menyusui.
Pada sebuah penelitian, ilmuwan berusaha membedah seberapa penting peranan oksitosin dan dopamin. Pertama, penelitian tersebut melibatkan binatang menyusui. Para ilmuwan memblokir oksitosin atau dopamin induk mamalia dan yang terjadi adalah mamalia tersebut mengabaikan keturunanya serta hasrat untuk berhubungan berkurang.
Berbeda halnya ketika para ilmuwan menyuntikkan oksitosin dan dopamin pada seekor tikus. Tikus tersebut dapat menenangkan seluruh kandang dan menunjukkan sikap tenang meski tikus yang lain pada gelisah. “Oksitosin juga meningkatkan penerimaan seksual. Tak begitu mengejutkan, ketika jalur saraf dari otak ke vagina rusak, seseorang akan merasa bahwa hidup kurang bermakna. Vagina yang dirawat dengan baik akan menjadi media yang melepaskan, di otak perempuan, apa yang disebut komponen kimia untuk makna hidup itu sendiri.” (hlm 90)
Apakah Vagina Adalah Candu? Naomi Wolf mencatat bahwa, dopamin membuat rangsangan kepercayaan diri meningkat. Opioid memberikan efek candu kebahagiaan juga semakin menstimulus perasaan baik. Sedangkan oksitosin berfungsi sebagai sari yang dapat meningkat saat orgasme serta merasakan keterikatan, kasih sayang juga kepercayaan. Dan membuat Anda ingin bercinta lagi dan lagi.
Sementara para peneliti menyebut ada hal pokok yang harus dihindari oleh para perempuan untuk bisa menjaga keefektifan kinerja dopamin, opioid serta oksitosin dalam tubuh yakni harus menghindar dari stres buruk. Yang mana memiliki efek negatif, baik pada gairah wanita dan pada vagina itu sendiri.[]
————————-
Fahrus Refendi, mahasiswa prpgram studi Bahasa dam Sastra Indonesia Universitas Madura
