Anshori Djausal: Harus Bangga Jadi Ulun Lampung

HARI Sumpah Pemuda dan Bulan Bahasa memiliki sejarah penting dalam kebudayaan Indonesia. Sebagai warga negara suatu bangsa, patutlah berbangga karena memiliki bahasa nasional yang dicetuskan oleh para pemuda Indonesia pada 28 oktober 1928. Saat ini, mungkin warga negara Indonesia terpecah belah karena sulit berkomunikasi antar suku karena tidak memiliki bahasa pemersatu, yakni Bahasa Indonesia.
Bahasa dan pemuda saat itu benar-benar menjadi modal utama Bangsa Indonesia mengenalkan konsep-konsep bernegara yang diadopsi dari berbagai kebudayaan yang ada di dalam maupun luar negeri ke perhelatan dunia. Bangsa luar pun memperhitungkan kebudayaan Indonesia yang di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki cita-cita dan kereligiusan. Karena itu, secara perlahan kemerdekaan menjadi suatu kepastian.
Bermula dari kekalahan jepang, para pemuda dan pemudi Indonesia terus mengukir sejarah penting yang dicatat dunia. Kedatangan belanda yang diboncengi tentara nica tak menjadi penghalang untuk meraih kemerdekaan. Puncak semangat juang pemuda pun menghasilkan Indonesia yang merdeka, Indonesia yang memiliki Bahasa dan kebudayaannya sendiri.
Saat ini, di era dan gejolak yang berbeda, apakah pemuda-pemudi dan Bahasa Indonesia menjadi hal penting di dalam kehidupan sehari-hari? Atau justru menjadi asing di tengah-tengah kebudayaan luar dan Bahasa Asing? Bagaimanakah pandangan Budayawan menanggapi hari Sumpah Pemuda dan Bulan Bahasa?
Berikut petikan wawancara wartawan Lampung News Muhammad Alfariezie dengan Ketua Akademi Lampung (AL) Anshori Djausal.
Apa arti Bahasa dan Sumpah Pemuda pada kehidupan saat ini?
Saya tidak pernah ragu-ragu untuk mengatakan, hasil Sumpah Pemuda yang berupa Bahasa Indonesia adalah suatu keberhasilan pemuda-pemudi kita dalam meraih cita-cita sebagai bangsa yang merdeka. Tanpa Bahasa Indonesia, kita tidak akan pernah bersatu dalam membangun bangsa ini.
Saya pernah ke Aceh, ke Kalimantan hingga Papua. Tanpa Bahasa Indonesia, saya tidak mungkin berkomunikasi dengan orang-orang di sana secara mudah.
Sebagai bangsa kita musti bangga karena memiliki Bahasa Indonesia. Kalau tidak ada Bahasa pemersatu bangsa seperti Bahasa Indonesia, bagaimana pengembangan Bahasa Nasional kita? Menurut saya, bahasa merupakan modal terbesar dalam bernegara. Tanpa bahasa pemersatu, maka Bhinneka Tunggal Ika hanyalah semboyan yang tak memiliki dasar yang kuat.
Apakah Sumpah Pemuda memiliki peran yang penting bagi kemajuan bahasa kita saat ini?
Menurut saya yang harus dilakukan suatu kegiatan yang sifatnya mengingatkan tentang mengapa Bahasa Indonesia adalah alat yang penting bagi persatuan bangsa atau tentang kenapa Bahasa Indonesia itu menjadi alat yang penting untuk berkomunikasi.
Apakah bahasa daerah juga sama penting dengan Bahasa Indonesia?
Selain Bahasa Indonesia, jelas kita harus melestarikan bahasa daerah. Kandungan nilai-nilai lokal dalam bahasa ibu itu sangat kaya. Sayang sekali kalau kita mengabaikan penguasaan bahasa daerah.
Apakah nanti justru generasi penerus kita tidak pusing jika harus mempelajari tiga bahasa secara bersamaan?
Tidak akan jika terlatih dan dilatih. Dua puluh tahunan yang lalu, saya pernah ke Kota Agung, Pagelaran dan kota lain. Di sana, saya sering ketemu anak-anak yang sedang nongkrong ambil berbicara dalam tiga sampai empat bahasa. Mulai dari bahasa Lampung, Jawa, Sunda dan Semende.
Bagi mereka biasa saja. Tak sekali pun terlihat kesulitan. Itu semua karena sudah terbiasa.
Nah, bagaimana cara melatih generasi penerus kita untuk berbicara menggunakan Bahasa daerah?
Jadi, di Lampung ini harus kita bagi dua. Ada daerah-daerah yang mayoritasnya sudah bukan orang Lampung. Di sana, tentu kita akan mengalami kesulitan. Untuk itu, yang dapat kita lakukan hanya melatih mereka menggunakan bahasa ibu di dalam pendidikan di sekolah-sekolah.
Tapi, ada daerah-daerah yang mayoritas masyarakatnya masih orang Lampung asli. Akan lebih baik jika di daerah itu masyarakatnya atau generasi penerusnya diharuskan menggunakan bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari.
Tentu hal ini musti mendapat dukungan dari pemerintah setempat. Ya, Bupati kan bisa membuat aturan agar sekolah-sekolah atau di kantor pemeritntahan menggunakan pengantar berbahasa Lampung.
Contoh di Liwa. Akan lebih keren kalau bahasa ibu diajarkan mulai dari sekolah dasar. Kan asyik kalau gurunya mengajarkan matematika menggunakan bahasa Lampung.
Apakah saat ini Anda melihat semangat juang pemuda-pemudi kita melestarikan Bahasa Indonesia atau bahkan bahasa daerah?
Saya tidak mau berpandangan negatif terhadap generasi penerus kita. Kalau memang mereka kurang bersemangat melestarikan bahasa kita, maka ada indikasi yang salah bukan pada mereka. Tapi, generasi sebelum mereka karena tidak mengajarkan atau tidak mengingatkan.
Mungkin, karena faktor orang tua mereka yang berprofesi sebagai aktivis, akademisi dan lain-lain yang memiliki kesibukkan dan sudut pandang yang modern sehingga terkesan cuek untuk mengajarkan anak-anaknya berbahasa Indonesia yang baik dan benar dan bahasa ibu. Mungkin, di situlah generasi kita pun ikut-ikutan cuek dalam melestarikan dan mengembangkan Bahasa kita di kehidupan sehari-hari mereka.
Nah, sebagai budayawan, apa sih cita-cita Anda untuk Provinsi Lampung, termasuk untuk para pemuda dan pemudinya?
Hanya satu. Setiap orang di Lampung ini harus bangga menjadi ulun Lampung.
Omongan tersebut memang gampang. Tapi, pertanyaannya, bagaimana cara orang yang ada di sini bangga menjadi orang Lampung? .
Pertama mereka harus mengenal budaya Lampung. Nah, salah satunya Bahasa Lampung. Orang Lampung harus tahu bahasa Lampung. Jangan sampai tidak tahu apa-apa karena asyik sendiri bermain ponsel.
Lalu, untuk mengenal budaya Lampung itu sendiri, generasi penerus kita harus kemana?
Mudah saja. Mereka harus berinteraksi secara berdialog dan membuka komunikasi dengan komunitas atau generasi sebelum mereka.
Saya, dulu pernah menjadi orang Lampung yang kebingungan terhadap budayanya sendiri karena sejak remaja hingga dewasa sudah menetap di Bandung. Tapi, saya tidak menyia-nyiakan kegelisahan yang muncul sebagai orang Lampung yang kebingungan terhadap budayanya sendiri. Saya bertanya dengan orang tua, ke saudara-saudara hingga membaca buku.
Kalau anak-anak muda kita tidak memiliki kegelisahan semacam itu, seperti pertanyaan-pertanyaan tentang kebudayaan Lampung sendiri, maka akan susah untuk mengingatkan mereka terhadap budaya Lampung. Namun, untuk memancing ketertarikan mereka, sebagai generasi terdahulu kita harus membuat suatu kegiatan kebudayaan. Karena begini, ketertarikan itu kan muncul dari dalam diri seseorang karena ada rangsangan yang didapat dari luar.
Nah, untuk mendorong ketertarikan generasi penerus kita hingga mau melestarikan Bahasa atau kebudayaan kita, stimulan apa yang dibutuhkan pemerintah atau lembaga-lembaga terkait kebudayaan yang ada di Provinsi ini?
Pengembangan kebudayaan itu cuma satu strateginya dan gampang. Yang perlu dilakukan hanya membuat kegiatan kebudayaan secara intens dan jangan lupa untuk dikenalkan ke publik. Kalau bisa diselenggarakan di ruang-ruang publik dan jangan eksklusif.
Tidak cukup jika pemimpin kita hanya berpidato tentang pelestarian kebudayaan. Ketertarikan masyarakat terhadap budaya bukan karena pidato. Tapi, karena mereka menyaksikan.
Dalam menelaah budaya, kita tidak bisa memasukkan sudut pandang ekonomi. Kalau kita bicara ekonomi terus maka kebudayaan kita akan kalah dengan Korea yang hari ini sudah melanda Indonesia.
Menelaah dan mengembangkan kebudayaan, yang harus kita lihat adalah sudut pandang keindahan. Pakaian di tubuh kita ini kan salah satu produk budaya. Nah, coba lihat dari keindahan itu. Bukan dari segi keuntungan mengadakan festival atau kegiatan yang lain yang berkaitan dengan budaya.
Memang kebudayaan seperti apa yang musti kita bangun?
Sederhana banget. Kita cari dan kita kenalkan dulu apa yang penting dari budaya Lampung. Sekarang yang kita bahas kebudayaan secara luas.
Kebanyakan orang Lampung sejak dulu kala bermata pencaharian sebagai petani sawah, karet hingga menjadi nelayan. Kenapa kita harus membangun pabrik sedangkan sawah dan kebun digusur? Kenapa kita tidak melestarikan budaya mencari nafkah sebagai petani atau nelayan? Apalagi jika disokong teknologi dan para sarjana maka bukan tak mungkin hasil pertanian kita menjadi budaya yang akan diadopsi oleh daerah lain.
Menurut Anda apakah menjadi bahaya jika masyarakat meninggalkan budaya aslinya?
Jelas bahaya. Kalau masyarakat sudah meninggalkan budaya aslinya maka tidak ada lagi nilai-nilai yang dapat dibangggakan. Selain itu, budaya sangat terkait dengan lingkungan. Jika masyarakat perduli dengan kebudayaan, otomatis lingkungannya pun terurus.
Nah, saat ini apakah Anda memiliki kegelisahan terhadap pemuda-pemudi kita dan perkembangan budaya Lampung?
Seperti olahraga, kebudayaan itu tidak bisa dibiarkan berkembang sendiri. Kita musti memiliki sistem untuk mengembangkan budaya. Sistem itu musti dibuat dalam tahap sekolah atau lembaga pendidikan. Di situlah kebudayaan harus didorong pemerintah.
Alhamdulilah sekarang sudah ada undang-undang untuk mendorong pelestarian budaya. Bahkan, ada sekolah kejuruan yang khusus tukang pahat dan ukir.
Bagaimana cara melestarikan budaya? Gampang banget, kita musti membuat sekolah kesenian, sekolah pertunjukkan lalu masyarakat didorong untuk turut berpartisipasi.
Lalu, perlu tidak pemerintah kita mengajak lulusan perguruan tinggi terbaik di luar daerah untuk kembali ke Lampung guna membangun Provinsi ini sesuai kebudayaan yang ada di sini?
Hal itu sudah dilakukan oleh negara maju saat ini, yakni Korea, Jepang dan Cina. Karena program pemerintahnya itulah ketiga negara itu saat ini menyalip Indonesia dari segi Ekonomi, Teknologi pun Kebudayaan.
Korea Selatan itu dulu sama dengan kita pada tahun 1970an. Tapi, karena program pemerintahnya yang mengajak lulusan terbaik di luar negeri untuk membangun negaranya sendiri hingga ke sudut-sudut desa, maka saat ini kita lihat sendiri bagaimana kebudayaan dan produk Korea Selatan telah masuk negara Indonesia.
Dulu, kita pun pernah melakukan hal itu, yakni pada generasi BJ. Habibie. Tapi, yang terjadi, justru mereka tidak kembali ke Indonesia. Saya tidak tahu apa yang salah sehingga terjadi demikian. Apa karena salah program pemerintah kita atau karena mereka keasyikan tinggal di luar negeri. Namun, yang saya tahu hal itu terjadi bukan karena kesalahan lulusan universitas terbaik di luar negeri sana, melainkan kesalahan pemerintah kita yang tidak menyediakan mereka ruang untuk mewujudkan cita-citanya di Indonesia.
Bagaimana Anda menanggapi budaya Korea yang saat ini digandrungi pemuda-pemudi kita? Kalau anak muda kita sudah mengenal budayanya dengan baik maka ketika mereka mengenal budaya pop, justru akan mengembangkan budaya indonesia menjadi I pop. Tapi hal itu tidak terjadi karena mereka tidak mengenal budayanya dengan baik sehingga K pop sukses menggoda anak muda kita. [] (
