Ibu, Sudah Tiada Baru Terasa

Oleh Gufron Aziz Fuadi
SENIN pagi, 12/9/2022 dalam perjalanan ke Pringsewu, melayat meninggalnya ibu teman sekolah, di depan mobil saya ada mobil pickup bertuliskan: Berkat dongane simbok, aku dadi kendel… Berkat doa nya ibu, aku jadi berani, begitulah kira kira maksudnya.
Namun, apa pun maksudnya, tulisan itu benar adanya. Rasanya memang tidak ada seorang ibu yang mendoakan anaknya dengan kejelekan, betapapun anaknya sering mengecewakan bahkan durhaka. Tetap saja mendoakan kebaikan anaknya.
Seorang kawan pernah cerita, dulu waktu ibu masih ada (masih hidup) rasanya banyak keinginan yang yang berhasil saya raih. Sepertinya sukses itu mudah didapatkan. Tetapi setelah ibu tiada, sepertinya untuk sukses butuh energi yang berlipat. Mungkin karena doa ibu itu bisa tembus ke langit kali ya.
Memang begitulah doa ibu. Doa yang sungguh tanpa hijab di hadapan Allah sehingga mudah menembus langit dan dikabulkan oleh Allah.
Tidak berlebihan kiranya bila rasulullah bersabda: “Ridha Allah itu tergantung ridho kedua orang tua dan murka Allah juga tergantung kepada murka kedua orangtua.” (HR. Tirmidzi).
Ridha adalah perasaan puas, senang, rela dan menyetujui. Jadi orang tua dikatakan ridha bila dalam dirinya ada rasa puas, senang, rela dan setuju kepada kita atau atas apa yang kita lakukan.
Setelah ridha Allah, ridha orang tua adalah prioritas yang paling utama. Karenanya, sedikit kekurangan dari orang tua misalnya cerewet, banyak aturan, kepo dan lainnya seharusnya tidak boleh menjadi masalah besar, karena kelebihannya terlalu banyak dibandingkan kekurangannya. Salah satunya yaitu, doa nya yang bisa tembus ke langit. Lebih mustajab dibanding doa siapun, kecuali nabi.
Rasulullah Saw bersabda: “Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang sedang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud no. 1536)
Saat kecil kita di ingatkan bahwa kasih orang tua, terutama ibu, itu hampir tak bertepi, sepanjang jalan. Sepanjang hidupnya.
Seorang ibu, bahkan rela menyisihkan tabungannya hanya untuk menengok anaknya yang sudah dewasa dan tinggal jauh bukan karena rindu, tapi hanya ingin memastikan bahwa kondisi anaknya baik baik saja. Rasa capeknya bahkan sakitnya tidak menghalangi untuk bersafari ke beberapa tempat tinggal anaknya, hanya untuk membuat mereka tidak iri, karena tidak dikunjungi.
Begitulah ibu, sebagaimana ungkapan Iwan Fals:
“Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku, anakmu
Ibuku sayang, masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah…”
Mari kita simak firman Allah: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Akulah kembalimu.” (Luqman: 14)
Sehebat apa pun kita, setinggi apapun pendidikan kita, seberapa banyak harta kita semua itu tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak berbakti kepada orang tua.
Ada ungkapan China, perlakukan orang tuamu seperti raja, maka hidup (rezekimu) seperti rezekinya raja. Dan jangan perlakukan orang tuamu seperti pembantu, kalau tidak ingin rezekimu seperti rezeki pembantu.
Rasulullah mengingatkan kita: “Siapa yang ingin untuk dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rizkinya, maka berbaktilah pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat).” (HR Ahmad)
Dari Abu Darda, Rasulullah Saw bersabda:
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ
“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 3663 dan Ahmad 6: 445)
Bagaimana menjadikan orang tua seperti raja?
Tentu dengan memprioritaskannya, mendahulukan kepentingannya, terus mendoakannya dan berbakti kepadanya hingga mereka ridha kepada kita. Bila orang tua kita masih ada, jagalah. Karena mereka adalah pintu surga paling tengah.
Jangan sampai seperti kata Bang Haji:
Kalau sudah tiada baru terasa
Bahwa kehadirannya sungguh berharga
Sungguh berat aku rasa kehilangan dia
Sungguh berat aku rasa hidup tanpa dia
Kalau sudah tiada baru terasa
Bahwa kehadirannya sungguh berharga…
Wallahua’lam bi shawab. []
