Kedudukan Anak dalam Islam
Oleh Gufron Aziz Fuadi
SALAH satu tujuan kita menikah adalah agar kita mempunyai keturunan dan dengan adanya keturunan ini maka keberadaan makhluk manusia bisa terus berlanjut. Saat ini beberapa negara (konon maju) sedang mengalami krisis pertumbuhan penduduk, sehingga diperkirakan dalam 50 tahun kedepan negara negara tersebut akan dihuni oleh mayoritas orang tua yang tidak lagi produktif.
Sebabnya karena masyarakat di negara negara tersebut tidak lagi menghormati ikatan pernikahan dan keluarga, permisif dengan kebebasan seksual asal suka sama suka dan bukan pemaksaan serta memberikan ruang yang luas kepada prilaku LGBT yang penyimpang.
Dalam pandangan mereka, anak adalah beban yang akan menghambat karir dan membatasi kebebasan perempuan. Sehingga pernikahan hanyalah persekutuan kepentingan untuk memenuhi kebutuhannya, baik secara ekonomi maupun biologisnya.
Di sisi lain perilaku LGBT, sampai saat ini bahkan sampai hari kiamat belum dan tidak akan ditemukan teknologi yang bisa membantu melahirkan keturunan.
Islam mensyariatkan menikah bukan sekadar untuk menyalurkan kebutuhan biologis tatapi juga untuk menumbuhkan rasa kasih sayang dan melanjutkan keturunan yang tidak saja enak dan nikmat tetapi juga berpahala. Oleh karena itu, dalam Islam, anak bukan dipandang sebagai beban tetapi anugerah kehidupan dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, Islam memandang anak adalah:
1. Anak sebagai amanah.
Allah memberikan amanah berupa anak kepada para orangtua untuk menjaga fitrah (Islam) manusia:
Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim)
Setiap orang tua berkewajiban untuk memelihara fitrah anak keturunannya:
• sebagai abdun, hamba Allah yang harus beribadah.
• sebagai khalifah, yang bertugas merawat dan memakmurkan bumi.
• merawat dan mengembangkan bakat dan potensi bawaan sejak lahir agar mampu menjalani hidupnya secara mandiri.
2. Anak sebagai generasi penerus.
Hampir semua orang tua ingin agar anak dan keturunannya tidak sekedar menjadi penerus biologisnya tetapi juga mereka bisa menjadi penerus ideologis perjuangannya atau pekerjaan dan karyanya. Sebagaimana doa para nabi, doa nabi Ibrahim:
Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Rabb kami, perkenankan doaku. (QS. Ibrahim: 40)
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ
Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. (QS As Shaffat: 100).
3. Anak sebaiknya investasi akhirat.
Anak yang baik (shalih) yang akan mengalirkan pahala dan ampunan meskipun kita sudah meninggal.
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh.” (HR Muslim).
Doa anak shalih:
Rabbighfir lī, wa li wālidayya, warham humā kamā rabbayānī shaghīrā.
“Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil.”
Bila anak dan cucu kita membaca doa ini setiap selesai shalat atau minimal setiap hari, insya Allah, Allah akan mengampuni dosa dan kesalahan orang tuanya meskipun sudah di alam kubur.
Doa yang paling ikhlas adalah doa orang tua untuk anaknya dan anak untuk orang tuanya.
4. Anak sebagai qurrota a’yun,
Anak (dan istri) adalah penyejuk pandangan mata dan hati kita. Sehingga ketika kita lelah, sakit atau tertimpa musibah anak anak bisa menjadi pelipur lara yang menenangkan hati dan menghilangkan kesedihan orangtua.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
Rabbanaa hablanaa min azwaajina wamin dzurriyatinaa qurrata a’yuniw wajalnaa lil muttaqiina imaama.
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. AL Furqan: 74)
Empat hal ini adalah dasar yang hendaknya menjadi titik tolak kita dalam mendidik anak. Setiap orang tua bebas mendidik anak anak nya untuk menjadi apa saja, tetapi titik tolaknya hendaknya dimulai dari 4 hal diatas. Hal ini agar anak anak menjadi kebanggaan dan kemanfaatan tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat.
Di samping itu kita perlu sadari bersama bahwa anak anak adalah amanah dan tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu.
Oleh karena itu, dalam mendidik anak, harus selalu kita bicarakan bersama. Dari mulai menemukan bakat dan potensinya, sampai mau diarahkan menjadi apa dan mau di sekolahkan di mana.
Wallahua’lam bi shawab. []