Kalender Hijriyah dan Hijrah Nabi
Oleh Gufron Aziz Fuadi
SUATU hari saat Umar bin Khatab menjadi khalifah, salah satu gubernurnya, Abu Musa Al-Asyari menulis surat kepadanya dengan tidak ada tanggal dan tahunnya sehingga membingungkan. Peristiwa semacam ini bukan sekali dua kali terjadi. Mengingat pentingnya tanggal, bulan dan tahun dalam tertib administrasi pemerintahan maka khalifah segera melakukan pembenahan.
Kemudian khalifah Umar segera mengumpulkan para sahabat-sahabat senior untuk bermusyawarah mengenai kalender Islam. Kapan penetapan 0 tahunnya, karena sistem kalender nya sudah biasa menggunakan kalender lunar atau bulan begitupun nama nama bulan. Bahkan beberapa nama dan urutan bulan juga ditegaskan oleh rasulullah saat khutbah wada’.
Dalam musyawarah tersebut ada yang mengusulkan agar 0 tahun berdasarkan milad/kelahiran Rasulullah, tetapi ini tidak disepakati karena seperti meniru kalender masehi yang mengaju pada kelahiran Yesus. Juga dikhawatirkan akan menimbulkan kultus kepada nabi yang berpotensi merusak ketauhidan. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan bi’tsah Rasulullah atau pengangkatan menjadi Rasul, dan ada yang mengusulkan berdasarkan momentum hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Maka diputuskanlah berdasarkan momentum hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai awal penetapan kalender Islam. Hal ini dipilih karena momentum hijrah lebih heroik, lebih massal tidak dilakukan oleh seseorang tetapi oleh semua assabiqunal awwalun dengan penuh pengorbanan dan perjuangan.
Secara umum hijrah oara sahabat dimulai pada bulan Dzulhijjah tahun 13 kenabian secara berangsur angsur, sedang rasulullah sendiri bersama Abu Bakar berangkat hijrah pada tanggal 27 Shafar tahun ke-14 kenabian bertepatan dengan 13 September 622 M.
Sampai di Quba’ hari Senin tanggal 8 Rabiul awal ‘tahun 14 kenabian bertepatan dengan 23 September 622M, kemudian hari Jumat sore tanggal 12 Rabiul Awal sampai di Yatsrib yang kemudian sejak hari itu dinamakan sebagai kota Madinah.
Tahun qamariyah atau lunar year memang kelihatan lebih rumit dibanding penanggalan matahari atau solar year. Tetapi lebih dinamis dan lebih merata dalam kegiatan peribadatan. Sehingga misalnya, umat Islam bisa beribadaha haji dalam musim yang berbeda. Dulu saya haji tahun 2006 dalam suasana musim dingin karena Dzulhijjah bertepatan dengan bulan Desember dan Januari.
Saat penugasan haji tahun 2011, dalam cuaca yan berbeda yakni menjelang akhir musim panas yang subuhnya saja kisaran 31-33°c. Karena haji pada tahun tersebut di bulan Oktober-November.
Dan di sini, Indonesia, dinamisme tersebut lebih terasa menggairahkan seperti warming up untuk mulai berpuasa Ramadhan dan hari raya. Semuanya rame, dari para ahli, ulama sampai pedagang asongan semuanya membicarakan, menyimak, mencari dan menunggu hilal.
Heh, ternyata Hilal nya sedang tidur di rumahnya.
Terkait dengan hilal bulan ini, Allah menjelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 189:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
Hal ini juga tertera dalam firman Allah surat At-taubah ayat 37
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلِّونَهُ عَاماً وَيُحَرِّمُونَهُ عَاماً لِّيُوَاطِؤُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ اللّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Dijadikan terasa indah bagi perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petujuk kepada orang-orang yang kafir.”
Kalender Hijriyah sudah seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari kita, karena ia tidak terikat dengan pergantian musim.
Apalagi salah satu dampak positifnya bagi umat Islam dalam kalender ini adalah saat menjalankan syariat. Beberapa di antaranya yang terikat dengan penanggalan ini adalah masalah puasa dan haji.
Mengikuti anjuran presiden, bila kita punya sendiri atau bisa memproduksi sendiri, mengapa kita harus terus impar impor?
Mari, bangga dengan milik kira sendiri!
Wallahua’lam bi shawab. []