Human

Ja’isul Usrah

Oleh Gufron Aziz Fuadi

TIDAK lama setelah Futuh Makkah dan Perang Hunain, masyarakat Madinah dibayang-bayangi perasaan was-was.

Karena berdasarkan laporan intelijen, Kekaisaran Romawi telah mempersiapkan 40.000 ribu pasukan ditambah dengan pasukan Raja Ghassan dan beberapa kabilah lainya.

Diinformasikan bahwa pasukan ini akan menyerbu Madinah sebagai balasan atas kekalan mereka di Perang Mu’tah 3 tahun sebelumnya. Di samping itu sebagai negara super power, Romawi tidak ingin kekuatan Islam menjadi besar, maka harus segera dihancurkan, sebelum kecambah menjadi pohon.

Saking was-wasnya, diceritakan, pernah Umar bin Khatab terbangun dari tidurnya langsung bertanya,  apakah pasukan Romawi sudah sampai di Madinah?

Berbeda dengan perang-perang sebelumnya yang Rasulullah rahasiakan persiapannya, pada Perang Tabuk, Nabi Muhammad SAW melakukan konsolidasi terbuka. Kepada para sahabatnya, Nabi SAW mengumumkan secara terbuka di Masjid Nabawi mengenai rencana penghadangan pasukan Romawi yang akan menyerang Madinah. 

Nabi SAW merasa penting memaklumkan rencana penghadangan ini karena perang yang terjadi pada bulan Rajab dan Syaban tahun 9 Hijriyah ini sangat sulit. Oleh karena kondisi cuaca sedang panas ekstrim, jarak yang jauh -+ 800 km, kondisi ekonomi yang sedang sulit dan kurma Madinah sedang mengkal nungggu dipanen.

Perang Tabuk disebut juga ghazwah al-‘usrah (perang penuh kesulitan) atau Ja’isul Usrah, pasukan penuh kesulitan. Karena 30.000 pasukan ini sangat kekurangan dana, logistik, kendaraan dan peralatan perang.

Karena sangat krisis dan memerlukan dana sangat besar, Nabi SAW naik mimbar masjid Nabawi untuk ‘melelang’ surga kepada para sahabatnya melalui infak terbuka dan penggalangan dana jihad fi sabilillah. Nabi SAW lalu bersabda: “Siapa yang menyiapkan perbekalan untuk tentara penuh kesulitan (Tabuk), maka baginya surga.” (HR al-Bukhari). 

Pelelangan surga tersebut mendapat respons positif dari para sahabat. Umar bin  Khattab RA menemui Rasulullah dengan memberikan separuh hartanya. 

Abu Bakar ash-Shiddiq RA datang menyerahkan semua hartanya. Melihat banyaknya harta yang diinfakkan, Rasulullah bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Abu Bakar menjawab: “Dalam mengimani dan merespons perintah engkau, hanya Allah dan RasulNya yang aku tinggalkan untuk mereka.” 

Utsman bin Affan merespons pelelangan surga itu dengan memberikan logistik perang untuk sepertiga pasukan (10 ribu prajurit), ditambah 900 ekor unta, 100 ekor kuda, dan 1.000 dinar emas.

Abdurrahman bin Auf juga menginfakkan 200 uqiyah emas, senilai sekitar Rp 50 miliar. Banyak sahabat lainnya menginfakkan harta mereka sesuai kesanggupan. Para wanita juga menyumbangkan aneka perhiasan dan makanan (kurma, gandum, daging, susu, dan sebagainya). Bahkan ada sahabat yang sangat miskin, datang dengan menginfakkan segenggam kurma.

Lelang surga ini mampu menggerakkan semua sahabat kaya atau miskin untuk berinfak di jalan Allah. Bahkan tidak sedikit sahabat yang menangis sedih karena nggak punya apapun yang bisa diinfakkan.

Sahabat itu memang luar biasa, mereka akan sangat sedih saat tidak mampu berkontribusi. Mengapa?

Karena para sahabat memiliki mental memberi yang kuat, bukan mental menerima. Ketika kebanyakan orang bahagia saat menerima sesuatu/materi, mereka yang bermental memberi hanya bahagia saat mereka bisa memberikan sesuatu.

Ada beberapa pelajaran moral yang dapat dipetik dari pelelangan surga tersebut. Pertama, mentalitas jihad dan kedermawanan para sahabat luar biasa tinggi karena mereka memiliki keimanan, kecintaan dan loyalitas yang tinggi terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Kedua, mentalitas kaya hati dengan merasa “sudah selesai dengan dirinya sendiri” membuat para sahabat tidak lagi berpikir untuk kepentingan dirinya, melainkan berpikir dan berbuat untuk berkontribusi bagi kemenangan dan kejayaan Islam. Mereka meyakini sepenuh hati ayat 7 surat Muhammad. 

Inilah mental memberi.

Ketiga, melelang surga dapat menumbuhkembangkan spirit jihad fi sabilillah yang dapat mengalahkan segala bentuk orientasi dan kepentingan duniawi. Hal ini juga memberikan atau  membuka peluang kepadasuaia saja untuk berpartisipasi dan berkontribusi. Karena kemenangan selalu membutuhkan partisipasi dan kontribusi dari para oendukungnya.

Keempat, pada masa krisis, sosok pemimpin umat dan bangsa yang diperlukan adalah pemimpin teladan yang sudah selesai dengan dirinya. Pemimpin yang hadir untuk melayani, memberi solusi, melindungi, menegakkan keadilan sosial, dan merekatkan persatuan bangsa. Sesuai dengan pepatah lama yang mengatakan: Sayyidul qaumi khadimuhum.

Di samping itu ada pelajaran lain yang sangat menarik yaitu tidak jadi berangkat nya sahabat Ka’ab bin Malik dalam perang Tabuk bersama Rasulullah.  Padahal Kaab tidak pernah absen dalam perang perang sebelumnya bersama nabi Saw, Ka’ab bukan orang yang lemah dan udzur, Ka’ab juga hadir dalam baiat Aqabah kedua, Kaab juga sudah mempersiapkan semua peralatan perang dan kuda yang terbaik.

Lantas mengapa Kaab tidak jadi berangkat?

Beberapa riwayat mengatakan, di antaranya dia tertahan dengan kenyamanan di rumahnya, sehingga tidak besegera berangkat menyusul Nabi. Begitu dia sadar harus berangkat beberapa hari kemudian, tetapi sudah melewati batas sehingga tidak mungkin lagi menyusul nabi. Sehingga akhirnya dia tetap tinggal di Madinah.

Bagi Ka’ab yang tidak pernah absen dalam peperangan bersama nabi, sungguh merasakan ketidaknyamanan tinggal di Madinah saat itu. Karena saat itu di Madinah hanya tinggal kaum perempuan dan anak anak serta orang-orang munafik. Orang-orang yang memang tidak dikenai kewajiban berperang. Adapun orang munafik, ya memang begitulah. Bilang Islam tapi tidak Islam menang. Mengaku aktivis, tidak pernah mengikuti kegiatan…

Perjalanan ke Tabuk ditempuh dalam waktu 20 hari, tinggal di Tabuk selama 20 hari dan perjalanan pulang 20 hari. Tidak terjadi pertempuran karena pasukan Romawi ketakutan dann tidak berani keluar benteng. Tapi, Rasulullah berhasil mengislamkan beberapa kabilah yang sebelumnya tunduk pada Romawi.  Sehingga kemenangan di Tabuk ini menjadi tonggak penting untuk dakwah selanjutnya kewilayah Romawi

Wallahualam bi shawab. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top