[Otak Atik Otak] Air
Oleh Hardi Hamzah
PADA tulisan pertama, kita berada di antara term-term rasionalitas gerak, dimana antara gerak yang satu dengan yang lain berada di titik sentrifugal. Refleksi pemikiran lebih berusaha ke arah integrasi antara elemen mitos dan logos.
Dalam dimensi ini, generasi Thales memberikan jawaban jawaban konkrit, semisal Solon, Ximandros, Ximenes, yang semua problematika ketika itu dikaitkan dengan mitos, ditampilkan mereka dalam bentuk logos, yakni menstimulir lahirnya akal sehat yang berbicara tentang kekuatan alam dan seiisinya. Umumnya mereka menafikan mitos mitos dewa, pada titik inilah terjadi revolusi pemikiran.
Perspektif ini menaktualisasikan apaya keras mereduksi khurafat dan takhayul, dimana ketika itu dewa memjadi standar utama. Thales sebagai pendontak filsafat Yunani memulai tradisi berpikir konstruktif.
Thales meyakini semua hidup dan kehidupan berasal dari air dan hal ini juga termaktup dalam Q.S. Al-Anbiya’ Ayat 30 yang berbunyi “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?”
Hal ini diamini oleh Francis Bacon yang berujar, “Air merupakan pokok utama untuk mengembangkan siklus instrument kebendaan di alam.” Dengan adanya air, batu, kayu, tumbuh-tumbuhan, atmosfir, dan lain-lain membutuhkan kelembaban, sehingga kelembaban mampu menumbuhkembangkan kehidupan.
Solon menguatkan, “Air adalah saripati” dan saripati dari proses diversifikasi yang hidup di antara makrokosmos dan mikrokosmos. Dalam falsafah Islam, Ibnu Sinalah yang menemukan 70% tubuh kita mengandung air. Kita yang berasal dari nutfah (sperma), berada dalam kelembaban yang dijaga sedemikian ketat dalam rahim. Hal ini relevan dengan QS. Al-Mukminun Ayat 13-14, yang berbunyi: “Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).”
“Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.”
Begitulah integrasi alam dan kehidupan. Kita sebagai manusia terjalin dalam suatu ruang lingkup jagad gede dan jagad cilik, dalam arti apapun prilaku kita, tidak terlepas dari dinamika antara alam, ruh, dan premise premise lain yang berujung pada usaha untuk lebih berjalan bersama gerak ilmu pengetahuan. []
Hardi Hamzah, kolumnis.