[Otak Atik Otak] Gerak Visioner
Oleh Hardi Hamzah
MENGAPA sejarah Yunani, terutama perihal filsafat? Sebab, filsafat Yunanilah yang mengajak kita berpikir ontologi seputar realitas alam, jiwa, dan kemanusiaan; yang menyingkirkan kekerdilan mistis, sehingga membuat orang mampu mengaktualisasikan dirinya keluar dari kejumudan dan pseudo spiritualitas.
Bicara filsafat Yunani acap kali kita hanya mengenal Socrates. Padahal sebelum Socrates ada Homeros, Theosodos, Tales, Heraclethos, anak Simandos, anak Smenes, Solon, dan banyak lagi. Kata “filsafat” sesungguhnya dalam konsep dicetuskan pertama oleh Phitagoras. Namun, secara ontologi aplikatif Thaleslah yang memulainya.
Bentuk dan pemikiran Tales antara lain didasarkan oleh filsuf sezamannya Hera Clethos yang mengatakan “There is no permanent except change”. Ya, memang tidak ada yang menetap, semua berubah yang tidak berubah hanya perubahan, ujar Heralclethos.
Sementara Tales mengimplementasikan pemikiran itu. Dia meyakini bahwa bumi ada di tengah, di bawahnya air dan di atasnya air. Bahkan, dua abad sebelumnya tepatnya sembilan abad sebelum masehi, Homeros berujar dalam syair-syairnya, gerak adalah kemutlakan kehidupan untuk menggapai hakekat perubahan. Pola pikir ini pulalah yang menstimulir adanya epitumia, tumos, logos, dan eros (hal ini kita jelaskan pada tulisan berikutnya). Sehingga gerak dan interaksi alam semesta dapat ditakar melalui perilaku atas dasar kodrati.
Ini mengingatkan kita pada kisa Nabi Yunus manakala keberadaan Nabi Yunus sezaman dengan Tales. Kisah Nabi Yunus yang ditelan ikan nun, karena protesnya terhadap umatnya, adalah suatu fenomena gerak dinamik antara mitos dan logos. Mitos ikan, menunjukan kegoiban. Sementara terdamparnya Nabi Yunus setelah keluar dari perut ikan, menunjukkan rasionalitas gerak sejalan dengan premis logos. Dengan hanya memakan labu, Nabi Yunus mampu kembali mengaktulisasikan dirinya untuk berdakwah.
Begitu pula gaya dakwah Sunan Kalijaga yang lebih banyak melakukan perubahan melalui pertanian demi menjawab problematika masyarakat Jawa ketika itu.
Dengan demikian, filsafat yang dipandang sebagai pemikiran abstrak, sesungguhnya secara ontologis telah memainkan peran untuk mengajak berpikir lebih konstruktif, utamanya menyingkirkan mitos, dan mengkedepankan logos (rasionalitas). Tales, misalnya, ketika berkunjung ke Mesir, dia menjungkirbalikan mitos tentang habi, yakni Sungai Nil yang selalu minta sesajen yang selalu dipandang marahnya dewa bila air sungai nil surut, ditangkis oleh Tales bahwa bukan dewa yang marah, melainkan air bergerak menyurut disebabkan oleh pergerakan benda langit (bulan). []
Hardi Hamzah, kolumnis