In Memoriam Rislan Syarief
“ANTARA masjid dan pohon kehidupan, ada Gunung Pesagi di ufuk sana,” tulis Rislan Syarief sebagai caption foto Tugu Kayu Hara (Tugu Pohon Ara) yang menjadi land mark Liwa, ibu kota Kabupaten Lampung Barat.
Tugu yang menambah pesona kota kelahiran ini menjadi ingatan yang tak lekang saya pada Rislan Syarief yang berpulang pada Kamis, 18 Juni 2020 pukul 16.15 WIB dalam usia 70 tahun.
Tentu, banyak lagi karya arsitektur di Lampung yang lahir dari tangan dingin almarhum.
Satu lagi, sebuah buku yang mengabadikan pemikiran dosen Fakultas Teknik Universitas Lampung ini. Saya sangat gembira ketika akhirnya tesis Pak Rislan diterbitkan Aura Publishing, April 2017. Buku Pengaruh Warisan Budaya Perahu pada Arsitektur Tradisional di Lampung karya Rislan Syarief menjelaskan secara rinci seluk-beluk rumah adat Lampung melalui kajian empiris didukung referensi terkait yang ditulis pakar yang memiliki kompetensi di bidang arsitektur, antropologi, dan kebudayaan.
Jauh sebelumnya, saat membaca tesis pria kelahiran 26 Desember 1950 ini, melalui BE Press, saya berkeinginan menerbitkannya. Tapi, kala itu hanya berhenti pada keinginan saja. Alhamdulillah Aura Publishing mewujudkannya.
Melalui dua di antara banyak karya Pak Rislan, saya akan mengenangnya sebagai seorang banyak menyumbangkan pemikiran dan kerja bagi pemuliaan tamadun Lampung.
***
Sejak SMP, Rislan sudah berusaha mencari uang tambahan menjadi pelukis komik. Ia bertahan selama dua tahun sebagai pelukis komik. Hingga saat mau terbit, komiknya dibredel oleh aparat polisi di Jakarta. Sejak itu Rislan beralih ke usaha pelukis kain batik.
Ia pernah menjadi juara II dan III pada Muktamar Muhammadiyah lomba poster tahun 1963. Rislan memilih bersekolah di STM Teladan 3 Jetis Yogyakarta jurusan pelukis komik.
Pada 1972, ia mulai membatik untuk turis di Yogyakarta. Hasil karya batik kainnya juga berhasil dipamerkan di Bandung. Hingga ia memilih mengambil arsitektur di Univeritas Diponegoro.
Pengalaman pertamanya mendesain rumah rektornya, Prof. Sudarto. Seni arsitektur bagi Rislan adalah bagaimana mendesain tidak merusak lingkungan.
Pintu gerbang Taman Margasatwa Ragunan atau lebih dikenal dengan sebutan Kebun Binatang Ragunan, Jakarta, menjadi buktinya di bidang arsitektur. Doktor alumnus Toyohashi University of Technology Jepang ini menjadi pemenang sayembara pintu gerbang Ragunan tahun 1984 di DKI Jakarta tingkat nasional. Dengan konstruksi ferrosemen ia merancang gerbang setinggi 54 meter itu.
Rislan juga arsitek yang mendesain gedung Rektorat Universitas Lampung lima lantai. Berbagai gedung yang berbeda, seperti dua gedung kedokteran Unila menjadi tempat perkuliahan yang sejuk dan nyaman.
Apalagi gedung laboratorium komputer MIPA, sepintas bila dilihat bukan seperti gedung laboratorium yang biasanya. Ciri khasnya, ada lingkaran di sisi samping atau depan.
***
Sebagai orang Lampung dan paham arsitektur modern dan etnik, kiprah Rislan di pergulatan desain tidak selalu datar. Saat melihat bangunan rumah adat Lampung di Taman Mini Indonesia Indah, ia protes. Sebab, tata corak dan desain mahkota Lampung berupa siger di atap rumah adat itu dinilai tidak pas.
Komplainnya kepada perancang rumah adat itu melalui surat mendapat tantangan. Ia justru ditantang untuk membenarkan rumah khas Lampung yang sesungguhnya. Namun, pengetahuannya tentang arsitektur Lampung yang belum detail membuat ia getol meriset rumah Lampung.
Di Kenali, Lampung Barat, menjadi objek penelitiannya. Lalu Rislan meneliti tentang budaya Lampung lewat kain.
Pada 1984, Rislan memopulerkan motif kapal. Di Lampung, menurut penelitiannya, lekukan di kanan kiri pada motif kapal menandakan kekuasaan. Kini banyak bangunan di Lampung menggunakan motif kapal sebagai ornamen di atapnya.
Rislan juga menunjukkan kiprah desainnya di beberapa kabupaten di Lampung.
Selamat jalan, Pak Rislan. Tenanglah di sisi Allah Swt. Amin. []