Sosok

Saya Pengagum Andi Arief

DIAM-DIAM, saya pengagum Andi Arief ARIEF (AA). Kami sama punya darah Liwa. Sebenarnya, meskipun seumuran, dalam hubungan kekerabatan, saya harus memanggil AA dengan Mamak (paman).

Satu angkatan di SMAN 2 Bandar Lampung, meskipun saya IPS, dia fisika. AA Pemimpin Redaksi Majalah Dinding Smanda tempat saya menulis puisi dengan nama samaran yang gak mungkin saya sebut karena malu dan karena puisi saya jelek, meskipun dimuat.

Saya meyakini AA punya sisi lembut karena ia menolak menurunkan puisi saya itu ketika seorang anggota redaksi mading yang bilang, “Ganti si puisi ini. Jelek!”

“Jangan. Ini kan bagus. Maknanya dalam,” kata AA.

AA dan teman pengelola mading itu mungkin tidak menyadari kalau penulis puisi yang mereka bicarakan itu adalah saya yang saat itu sedang pura-pura baca mading sembari curi dengar. Ge-er juga saya kayaknya kala itu!

Pada tahun sama 1990, kami memilih kuliah di jurusan yang sama di UGM, yaitu Ilmu Pemerintahan. Cuma bedanya, AA UGM-nya Universitas Gadjah Mada, saya sih UGM Universitas Gedung Meneng. Kata lain, saya Unila Lampung, AA Unila Jogja.

Saya memang pengagum dia. Satu kali waktu kuliah di FISIP, dosen malah mengambil kliping tulisan AA di Lampung Post untuk kami jadikan kajian. Hebat AA ini. Masih mahasiswa ia penulis yang kuat, sampai tembus Kompas yang waktu itu sampai sekarang susah.

Diam-diam, saya mengikuti beberapa diskusi mahasiswa dan anak muda di Lampung. Barangkali juga ada pengaruh AA, dll saya ikut juga ikut-ikutan pers mahasiswa dan parlemen jalanan hingga saya merampungkan studi tahun 1996.

Saat AA diculik Tim Mawar pada 28 Maret 1998 di Lampung, saya justru sedang bergelut dengan diri sendiri: menganggur dan memilih pulang kampung. Lalu, Reformasi. Lalu, Andi Arief terus melesat menjadi orang penting di partai dan pemerintahan.

Diam-diam, saya mengikuti sepak terjang AA.

AA punya sikap dan berani ambil resiko. Itu yang susah dipahami dan tidak mampu saya lakukan.

Meskipun sering bertanya-tanya apalah maksud dari apa yang dikatakan atau belakangan dicuitkan AA, tetap susah saya menghilangkan rasa kagum saya padanya.

Ah, saya juga tak hendak membela AA. Saya percaya dia mampu menyelesaikan masalah yang ia hadapi saat ini.

Tabik. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top