Human

Dewa pun Bisa Disuap

Oleh Gufron Aziz Fuadi

PADA 25 November 2020, kita dikejutkan dengan OTT oleh KPK atas Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, kader partai Gerindra. OTT dilakukan  sesaat setelah Edhy Prabowo, isteri dan rombongan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta  dari Honolulu AS yang membeli barang-barang mewah diduga menggunakan uang hasil dari korupsi.

Tidak berselang lama, kita disuguhi lagi OTT Menteri Sosial, Juliari Batubara, atas dugaan korupsi pengadaan Bansos penanganan Covid-19 tahun 2020. Kader PDIP ini diduga menerima fee Rp10.000 dari setiap paket pengadaan sembako untuk rakyat miskin sebesar Rp 300.000/paket.

Di Nusantara, korupsi paling tidak sudah terjadi pada abad ke 8. Menurut beberapa prasasti, praktik yang menjurus pada tindakan korupsi atau pungli dan suap sudah terjadi pada masa Balitung. Prasasti yang mencakup peristiwa besar ini bernama Kinewu yang ditemukan di kawasan Blitar, Jawa Timur. Berdasarkan prasasti ini tindak korupsi yang dilakukan oleh para petugas pajak yang ditugasi mengumpulkan uang dari para penduduk.

Berlanjut di zaman Majapahit terutama menjelang perang regreg (peregreg) yang merupakan perang saudara  antara istana barat Majapahit yang dipimpin Wikramawardhana, melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi, antara tahun 1404–1406 dan menjadi penyebab utama kemunduran Majapahit.

Korupsi juga menjadi penyebab bubarnya perusahaan terbesar didunia pada waktu itu, VOC atau kompeni, tahun 1800-an dan meninggalkan saldo hutang yang sangat besar.

Di era kemerdekaan korupsi mulai membesar sejak program nasionalisasi perusahaan Belanda dan asing menjadi perusahaan nasional.

Pejabat tinggi yang pertama tersangkut korupsi adalah menteri Luar Negeri Ruslan Abdulgani dari PNI, tetapi atas campur tangan PM. Ali Sastro Amidjojo, Ruslan gagal ditangkap oleh CPM.

Kasus korupsi antara tahun 1951–1956 sering diangkat oleh koran Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel oleh pemerintah yang berkuasa pada waktu itu. (Indonesia Raya, dibreidel pertama 1958, kedua tahun 1974).

Penjeratan tersangka korupsi setingkat menteri baru berhasil untuk pertama kali saat penangkapan menteri Urusan Bank Sentral sekaligus Gubernur Bank Indonesia, Yusuf Muda Dalam yang merupakan kader PNI.

Melihat rangkaian korupsi ini kita sulit mengatakan bahwa korupsi bukan budaya, tapi kita juga tidak rela bila korupsi disebut budaya.

Karena budaya adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu anggota masyarakat tertentu. 

Menurut Linton, budaya mencakup tiga hal yakni sikap, pola perilaku, dan juga pengetahuan. Semuanya merupakan kebiasaan dari kelompok masyarakat tertentu yang diterapkan dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Praktik perbuatan memperkaya diri dan atau orang lain. Praktik korupsi atau semua tindakan tidak jujur yang memanfaatkan jabatan atau kuasaan untuk mendapatkan keuntungan diri sendiri atau orang lain, sesungguhnya sudah berlangsung sejak jaman kuno atau ribuan tahun SM. Di Mesir 3000 SM ada peristiwa hukum terhadap pelaku korupsi. Di Babilonia, Hamurabi membuat hukum yang salah satunya mengatur hukum agar tidak terjadi korupsi dalam pemerintahan. Begitupun di Cina, India,  Romawi dan Yunani.

Bahkan, Aristoteles (400-an sM), saat melihat suatu keluarga kuat di yunani bisa mempengaruhi pendeta tertinggi kuil Apollo untuk membuat fatwa yang menguntungkan keluarga tersebut dengan imbalan akan membangun kembali  kuil yang baru hancur oleh gempa, mengatakan, “Bahkan, Dewa pun bisa disuap…”

Sedangkan di Cina, tradisi membuat kue keranjang menjelang Imlek, awalnya dimaksudkan untuk menyuap dewa Zhang alias dewa dapur agar tidak melaporkan apa yang terjadi di dapur selama setahun sebelumnya.

Bagaimana Islam mengajarkan kita pada masalah ini?

Mari kita lihat firman Allah: “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 188)

Dalam beberapa hadits rasulullah mengingatkan ancaman terhadap praktek suap dan korupsi, di antaranya: Dalam musnad Imam Ahmad disebutkan, “Rasulullah melaknat orang yang menyuap, yang disuap dan makelar atau brokernya.”

Dalam hadits lain dari Samurah bin Jundab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang menutupi (kesalahan) para koruptor, maka ia sama dengannya (koruptor).” (HR. Abu Daud).

Dalam agama Islam istilah korupsi meliputi  beberapa hal, yakni risywah atau suap, saraqah atau pencurian, al-ghasysy atau penipuan dan pengkhianatan

Banyaknya hadits tentang masalah ini menunjukkan betapa seriusnya dampak masalah ini.

Seorang mantan Gubernur Lampung mengatakan, korupsi bukan monopoli pejabat, tetapi semua orang yang punya kesempatan. Dari mulai ketua RT sampai menteri, bahkan pengurus rukun kematian pun kalau ada kesempatan bisa korupsi.

Tidak salah bila Aristoteles dengan nada skeptis  mengatakan: “… Dan dewa pun bisa disuap..!”

Wallahua’lam bi shawab. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top