Jalan-jalan

Lamban Pesagi, Rumah Tradisional Lampung

Oleh Eko Sugiarto

RUMAH tradisional Lampung pada umumnya berupa rumah panggung dengan ketinggian 1-2 meter dari permukaan tanah. Di daerah Kenali dan Lampung Barat pada umumnya, rumah tradisional disebut lamban, berdenah segi empat hampir bujur sangkar (persegi) dan merupakan tempat tinggal keluarga batih.

Bangunan Lamban Pesagi koleksi Museum Lampung ini merupakan tempat tinggal rakyat kebanyakan. Bagian bawah disangga dengan tiang duduk terbuat dari kayu gelondongan berjumlah 20 buah, balok kerangka terbuat dari kayu klutum.

Bagian sesai (dinding) terbuat dari kayu kemit dilengkapi dengan sekapan kebik (jendela-jendela kamar). Bagian lantai terbuat dari pelupuh (resi), yaitu batang bambu dicincang-cincang kemudian dibelah dua.

Kerangka atap terdiri dari kombinasi kayu gelam dan bambu. Atap terbuat dari seng dan ijuk, berbentuk atap tajuk atau piramidal. Bagian bawah atap terdapat panggar (loteng) yang berfungsi untuk menyimpan barang pemanohan (pusaka). Keseluruhan atap berpusat di kayu utama yang mencuat ke atas lazim disebut culuk langik.

Jan (tangga) Lamban Pesagi Kenali. (DOKPRI EKO SUGIARTO)

Lamban Pesagi merupakan salah satu bukti majunya peradaban arsitektur generasi jauh sebelum milenial yang diprediksi tahan gempa. Ditinjau dari tempat asalnya di Lampung Barat, ketika terjadi gempa tahun 1994 silam, rumah-rumah Pesagi ini tetap kokoh berdiri.

Jika dihitung usia, Lamban Pesagi ini berumur lebih dari 200 tahun, karena sebelum dibawa untuk direkonstruksi, pihak Museum Negeri Lampung sebelumnya telah melakukan penelitian dan peninjauan, dan terbukti sudah ada 4-5 generasi yang tinggal di rumah itu.

Bentuk bangunan Lamban Pesagi merupakan rumah tradisional berbentuk panggung yang sebagian besar terdiri dari bahan kayu dan atap ijuk.

Atap perisainya memiliki teritis panjang berbentuk pelana. Teritis berupa kanopi pada pintu masuk utama disangga konsol miring yang panjangnya sampai ke lantai rumah. Terdapat tangga dari papan yang dilengkapi dengan railing sederhana. Struktur panggung terputus dengan struktur dinding rumah.

Tiang-tiang lamban pesagi diletakkan pada pondasi umpak berbentuk segi empat, (DOKPRI EKO SUGIARTO)

Posisi dinding lebih menjorok keluar sedikit dan ditopang balok-balok atas struktur panggung. Dinding rumah cenderung tertutup dan hanya memiliki sedikit bukaan berupa jendela. Tiang-tiang panggung diletakkan pada pondasi umpak yang berbentuk segi empat. Kolong rumah panggung digunakan untuk kandang atau gudang.

Bangunan ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu lawang kuri (gapura), pusiban (tempat tamu melapor) dan jan (tangga “naik” ke rumah); anjung-anjung (serambi depan tempat menerima tamu), Serambi Tengah (tempat duduk anggota kerabat pria), Lapang Agung (tempat kerabat wanita berkumpul), Kebik Temen atau kebik kerumpu (kamar tidur bagi anak penyimbang bumi atau anak tertua), kebik rangok (kamar tidur bagi anak penyimbang ratu atau anak kedua), kebik tengah (yaitu kamar tidur untuk anak penyimbang batin atau anak ketiga).

Rumah Lamban Pesagi dibangun berdasarkan kearifan setempat yang menyesuaikan dengan kondisi geografis daerah tersebut. Rumah panggung ini terdiri dari banyak unsur, antara lain Tihang duduk, Bah lamban, Atung, Uwongan, Kakakh, dan Bujokh.

Kini rumah Lamban Pesagi dapat dijumpai di halaman Museum Negeri Lampung, Jalan ZA. Pagar Alam No.64, Gedongmeneng, Kedaton, Kota Bandar Lampung. Rumah tersebut merupakan hasil rekonstruksi komponen bangunan asli yang dibawa langsung dari Lampung Barat pada awal tahun 2002.  

Rumah ini berasal dari Desa Kenali, Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat. Usia bangunan sekitar 300 tahun. Dipindahkan ke Museum Lampung tahun 2002. Banyak jenis kayu yang tidak aku kenal (kayu klutum, kayu kemit, kayu gelam). []

———–
Eko Sugiarto, pengamat pariwisata

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top