Bisnis

Jalan Baru UMKM Kopi Lampung Barat di Masa Pandemi Covid 19

Oleh Donna Sorenty Moza

WABAH Coronavirus COVID-19 yang melanda 213 negara dan wilayah di seluruh dunia (data WHO dan PHEOC Kemenkes, 22 Juni 2020) tidak hanya berdampak pada kesehatan dan keselamatan umat manusia semata. Sektor perekonomian yang menjadi sumber kehidupan menjadi yang terdampak serius. Krisis keuangan, deindustrialisasi, pemutusan hubungan kerja dan turunnya daya beli menjadi permasalahan mendesak yang mesti segera diselesaikan. Bank Dunia bahkan memproyeksi ekonomi global tahun ini tumbuh negatif 5,2% dan kondisi ini merupakan resesi yang terburuk sejak Perang Dunia II.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terbukti kokoh menyangga perekonomian saat krisis ekonomi dan keuangan 1998 dan 2008. Tapi kini, Sektor UMKM menjadi sektor yang rentan terhadap krisis ekonomi karena Covid-19. Pasalnya, jenis usaha ini sangat bergantung pada perputaran uang hasil penjualan barang dagangan. Tidak hanya itu, UMKM juga menjadi pengerak ekonomi rakyat dan berkontribusi 60% produk domestik bruto (PDB) dengan serapan tenaga kerja hingga 97% atau 116,98 juta orang. (bebas.kompas.id, 31/03/2020)).

Hasil survei terbaru Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap UMKM menyebutkan 70% UMKM telah berhenti produksi, 63% menghentikan dan meminta karyawannya untuk cuti berbayar atau tidak berbayar dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kemudian, sebanyak 90% responden menghadapi masalah arus kas, 78% di antaranya mengalami masalah arus kas, 80% responden menyatakanturunnyapendapatan. Rinciannya, sekitar 34% perusahaan yang disurvei pendapatannya menurun sebesar 25%. Lalu, 18% responden mengalami penurunan pendapatan antara 25-50%, dan 28% responden sisanya mengalami penurunan berkurang penghasilan lebih dari setengah (Katadata.co.id, 3/6/2020, “Survei ILO: 70% UMKM di Indonesia Setop Produksi Akibat Covid-19”).

Hal tersebut juga dikemukakan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki  dalam berbagai kesempatan. Menurut dia, sejak bulan April 2020 tercatat 43% UMKM berhenti beroperasi akibat pandemi Covid-19 pada April 2020, yaitu sebanyak 1.785 koperasi dan 16.313 UKM. Kebanyakan koperasi yang terkena dampak Covid-19 bergerak pada bidang kebutuhan sehari-hari, sedangkan sektor UMKM dan Koperasi yang paling terdampak, yakni makanan dan minuman, bidang jasa dan produksi juga paling terdampak pandemi Covid-19 (pikiran-rakyat.com, 9 Mei 2020)

Hal yang sama juga menimpa pelaku UMKM di Provinsi Lampung. Dalam diskusi virtual bertema Surviving and Preparing Post Covid-19 for SME (UMKM) oleh Indonesia Marketing Association (IMA) Chapter Lampung, Senin, 18/5/2020, terungkap, hingga 14 Mei 2020, sebanyak 3.481 UMKM terdampak Covid-19. Angka ini masih ditambah dengan 2.130 pengemudi ojek online dan 80 koperasi turut terdampak. (radarlampung.co.id, 18/05/2020).

Bahkan, di negeri kapitalis seperti Amerika Serikat, pelaku UMKM juga merasakan dampak ekonomi akibat penyebaran virus korona. Data Goldman Sachs menunjukkan, 96 persen pemilik usaha kecil dan menengah di Amerika Serikat turut merasakan dampak pandemi Covid-19 dan 75 persen dari usaha mereka mengalami penurunan penjualan. (bebs.kompas.id, 31/3/2020)

Melihat pemaparan tersebut di atas Nampak terlihat bahwa wabah pandemic Covid 19 berdampak nyata terhadap pelemahan UMKM. Lalu, bagaimana implikasi Covid 19 dengan UMKM Kopi di Lampung Barat? Melalui kajian deskriptif kualitatif ini penulis mencoba mendeskripsikan dan menjabarkan kondisi objektif UMKM Kopi dan strategi yang harus dilakukan agar mampu terus bertahan dan responsif terhadap perubahan iklim bisnis terutama saat terjadi covid-19.

Covid 19 dan Srategi Pengembangan UMKM Kopi di Lampung Barat

Lampung Barat dikenal sebagai sentra penghasil kopi terbesar di Lampung.  Potensi perkebunan kopi seluas 53.606 hektar dan jumlah produksi mencapai 52.644,9 ton/tahun namun sayangnya jumlah konsumsi baru mencapai 2.632 ton atau baru mencapai ±5% dari total produksi kopi ±95% dipetik, dijemur dan dijual. Perkembangan saat ini terjadi, usaha-usaha off-farm seperti pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi siap konsumsi juga mengalami peningkatan meskipun belum signifikan.

Berdasarkan data yang ada saat ini, pelaku UKM kopi di Lampung Barat baru mencapai ±70 UKM, dengan total kapasitas produksi kopi olahan baru mencapai ± 123,03 ton per tahun. Masih kecilnya kapasitas produksi olahan kopi menjadi salah satu indikasi bahwa pelaku UKM kopi di Lampung Barat belum maksimal dalam mengolah bahan baku yang tersedia dan memasarkan kopi olahan siap konsumsi (ekonomikerakyatan.ugm.ac.id, 1/8/2020).

Berdasarkan Data Rekapitulasi Koperasii dan UKM dari tahun 2016 hingga 2019 di Kabupaten Lampunng Barat (Lambar) berjumlah 6.789 pelaku usaha. Dari 15 Kecamatan yang ada di Lambar, jumlah UMKMpada jenis sektor jasa sebanyak 1.348, sektor perdagangan 5.127 dan sektor industri sebanyak 444 dengan total pelaku usaha koperasi berjumlah 64. Jumlah pelaku usaha menurut klasifikasi mikro sebanyak 6.121, klasifikasi kecil 631 dan menengah sebanyak 3. (lampung.tribunnews.com, 3/12/2019)

Wabah Covid 19 yang melanda dunia saat ini menyebabkan krisis multidimensi. UMKM Kopi di Kabupaten Lampung Barat termasuk yang terdampak signifikan.  Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung penulis terhadap pelaku UMKM Kopi di beberapa tempat di Lambar. Sebanyak 15 responden dari 70 pelaku UMKM Kopi mengalami perlambatan dan stagnisasi usaha akibat Wabah Covid 19. Terhambatnya jalur distribusi dan turunnya daya beli masyarakat menjadi penyebab utama. Belum lagi persoalan minimnya akses permodalan, teknologi, kemampuan SDM, jaringan usaha, dan tidak tersedianya gerai penjualan kopi di pusat-pusat keramaian, semisal Jakarta dan Bandar Lampung.

Data wearesocial, hootsuite 2018 menunjukkan betapa besarnya potensi digital marketing di Indonesia. Data per Januari 2018 pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta dengan tingkat penetrasi terhadap populasi sebesar 50% (populasi 262 juta). Jumlah pengguna media sosial aktif sebanyak 130 juta sedangkan pengguna mobilephone yang terdaftar sejumlah 177,9 juta atau 67% terhadap jumlah populasi. Dari survei ini juga ditemukan pengguna aktif social media yang mengakses menggunakan perangkat mobile yaitu sejumlah 120 juta jiwa. Tinginya tingkat penggunaan interne dipicu oleh perkembangan infrastruktur dan mudahnya mendapatkan smartphone atau perangkat genggam. (wearesocial, hootsuite, 2018).

Menurut Kotler, Philip dan Amstrong, 2012, e-commerce merupakan sistem penjualan, pembelian dan memasarkan produk dengan memanfaatkan elektronik. Penelitian Hardilawati  (2019b) dan Setyorini et. al. (2019) menyimpulkan bahwa e-commercememiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja pemasaran dan pendapatan UMKM. Namun, hal tersebut harus diiringi dengan peningkatan pengetahuan untuk memaksimalkan penggunaan e-commerce melalui Pendidikan dan pelatihan oleh pemerintah (Herdilawati, 2019).

Selanjutnya, pelaku UMKM juga dituntut dapat menggunakan digital marketing dan memanfaatkan media sosial untuk menjangkau konsumensecara langsung dan dapat menekan biaya promosi. Menurut Purwana et. al., 2017, digital marketing adalah adalah kegiatan promosi dan pencarian pasar melalui media digital secara online dengan memanfaatkan berbagai sarana misalnya jejaring sosial.

Chandra Bagus Sulistiyo – Assistant VP Program Pemerintah, BNI Divisi Usaha Kecil 2mengatakanpetingnyaDigitalisasi UMKM, Digital Marketing dan koridor yang melandasi digitalisasi UMKM dalam rangka persiapan new normal, yaitu pertama, operasional usaha UMKM harus tetap berbasis protokol kesehatan. Kedua, perlunya solusi transaksi keuangan digital bagi UMKM. Dan ketiga, UMKM harus menerapkan online marketing sebagai kerangka memenuhi aturan physical and social distancing. Terkait digitalisasi UMKM sendiri, perbankan dapat memberikan tiga solusi secara komprehensif, yaitu melalui pertamadigital banking untuk tools transaksi; kedua, marketing online untuk solusi jualan produk; serta ketiga, pemberian corporatesocial responsibility (CSR) bagi UMKM. (Chandra Bagus Sulistiyo, “New Normal dan Digitalisasi UMKM”, kontan.co.id, 17 Juni 2020)

Adopsi sistem digital di era pandemi Covid-19 berhasil mengecap kesuksesan dengan melakukan pelebaran lini penjualan melalui online adalah Klinik Kopi Yogyakarta.

Sejak menutup gerainya karena adanya pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Firmansyah justru mencatatkan kenaikan sebanyak 30% untuk produk biji kopi dan 20% untuk produk alat seduh kopi. Pembatasan tersebut nampaknya bukan menjadi soal, sebab sistem penjualan yang dilakukan Klinik Kopi langsung menyasar endconsumer.

“Justru terjadi kenaikan penjualan, karena orang-orang banyak membuat kopi sendiri di rumah dan di kantor. Sehingga mereka membutuhkan biji kopi untuk diseduh,” kata dia menambahkan. (Anastasia Anggoro. “Klinik Kopi Adopsi Digital untuk Bertahan Saat Pandemi”, swa.co.id, 11 Juni 2020)

Menyikapi fenomena di atas pelaku usaha diharapkan dapat menyesuaikan diri terkait perubahan perilaku konsumen yang cenderung selektif dan menahan diri untuk melakukan pembelian langsung selama Pandemi Covid 19 belum berakhir. Untuk itu strategi penjualan secara online melalui E-Commerce dan Digital Marketingmenjadi hal yang wajib dilakukan demi keberlangsungan usaha di era 4.0 dan Pandemi Covid- 19. Tentu saja hal tersebut dapat berjalan maksimal bila Pemkab Lambar melalui Instansi terkait menjadikanya sebagai program prioritas di era new normal demi terwujudnya Lampung Barat Hebat. []

———————
Donna Sorenty Moza, Penikmat Kopi Robusta Lampung Barat.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top