Human

Tentang Lampung di buku Hukum Adat Indonesia oleh Soerjono Soekanto dan Soleman B Taneko (4)

Lampung Saibatin. | Ist

Catatan Rilda Taneko

Upacara Adat pada Perkawinan Masyarakat Lampung

Upacara perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Lampung pada dasarnya ditentukan oleh cara yang digunakan untuk dapat melangsungkan perkawinan. Apabila yang digunakan adalah cara pelamaran, maka upacara perkawinan disebut dengan pinang ngerabung sanggar (Abung Siwo Mego), Iqbal Serbo (Mego Pak Tulang Bawang), Payu (Pubian), Lapah Terang (Way Kanan), Intan Batin (Saibatin).

Sedangkan apabila cara yang dilakukan untuk melangsungkan perkawinan adalah kawin lari yang disebut sebambangan, maka upacara perkawinan dilakukan dengan ninjuk sebumbangan, lapah manem (Pepadun), setawitan (Saibatin). Di sini akan dijelaskan hanya mengenai upacara perkawinan secara pineng ngerabuk sanggar, yang merupakan upacara termegah bagi masyarakat Lampung.

Upacara perkawinan ini dilakukan dua kali, yaitu pertama di tempat kediaman si gadis, yang disebut dengan bebekas, dan kedua, di tempat kediaman si pemuda yang disebut dengan kuruk-turun mandi.

Biasanya, segala biaya dan peralatan upacara ini merupakan tanggungjawab dari pihak keluarga si pemuda, artinya pihak keluarga pemudalah yang membiayai dan mengadakan peralatan upacara perkawinan.

Upacara pineng ngerabuk sanggar dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: perundingan dan persiapan, pelaksanaan upacara di tempat kediaman si gadis, dan pelaksanaan upacara di tempat si pemuda.

Tahap perundingan dan persiapan merupakan langkah awal, yaitu melakukan perundingan yang bersifat tidak resmi antara kerabat terdekat kedua belah pihak. Pokok masalah yang dibahas adalah untuk melakukan upacara pineng ngerabuk sanggar. Setelah proses ini, maka masing-masing pihak secara tersendiri mengundang purwatin adat pihaknya masing-masing dan memberitahukan mengenai permufakatan yang telah dicapai antara kedua belah pihak (betetulang), dan menyerahkannya kepada purwatin adat masing-masing untuk mengatur selanjutnya.

Kedua proatin adat ini kemudian melakukan perundingan dan untuk mencapai kata sepakat mengenai waktu pelaksanaan upacara di tempat keluarga si gadis, besarnya biaya yang harus diadakan oleh pihak keluarga si pemuda, termasuk jumlah kerbau yang akan dipotong, serta jumlah daw adat yang harus dibawa oleh pihak pemuda pada waktu upacara, barang-barang yang harus diikutsertakan sebagai barang kehormatan (telangan), jumlah jujur yang disepakati yang harus dibawa pada waktu pelaksanaan upacara, dan persiapan alat-alat dan keperluan upacara.

Alat-alat dan keperluan upacara antara lain adalah: lunjuk (sarana untuk melakukan upacara temu dan turun mandi), rato (alat pengangkut kebesaran adat pepadun), ijan titi (tangga yang dibuat dari bambu yang dianyam), kuto maro (semacam puade, beratap dan berdinding yang dibuat dari kain putih), payung lepas (payung dengan empat warna dalam bentuk kecil), ranjang di sesat, anggar atau sanggar (yang nantinya akan diperebutkan oleh hulubalang kedua belah pihak dan harus dapat dimenangkan oleh hulubalang pihak pemuda), payan atau tombak (disediakan oleh purwatin adat pihak si gadis dan dipergunakan dalam acara serah terima mempelai wanita di lunjuk), kutting (berbentuk jung atau perahu, yang merupakan barang-barang hantaran atau pengantah dari keluarga si pemuda yang diperuntukkan bagi si gadis), dan sarana untuk arak-arakan, antara lain: kandang rarang, awan telapah, jejalan andah, payung agung, talo balak, dan talo lunik, serta seperangkat alat kulintang.

Pelaksanaan upacara di tempat keluarga si gadis umumnya dilakukan pada siang hari, diatur oleh proatin adat dan pelaksana acara ini adalah penglaku (panitia yang dibentuk oleh kerapatan proatin adat) yang terdiri dari penglaku tuho dan penglaku maranai, dan dibantu oleh pangawo muda dan pemanttuan (bujang gadis).

Di sini terdapat tiga rangkaian acara yang memerlukan waktu lebih kurang dua hari (dua siang, dua malam). Kegiatan tersebut adalah ngekuruk balak, cangget pilangan, dan temu di lunjuk atau patcah aji.

Ngekuruk balak adalah upacara menerima calon mempelai laki-laki serta tamu-tamu dari pihak-pihak yang diundang, dan acara bepadu yaitu penyerahan barang-barang yang dibawa oleh pihak purwatin adat dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada proatin adat pihak keluarga calon mempelai wanita. Upacara ini ditutup dengan acara pangan kibau pemhaw temui.

Cangget pilangan adalah upacara menari para penyumbang dan bagi bujang gadis. Acara ini dilakukan pada malam hari setelah upacara ngekuruk balak.

Pada siang esok harinya diselenggarakan acara temu di lunjuk atau petcah aji, dan pada acara ini terdapat kawin menurut adat yang dilakukan di atas lunjuk oleh tuwalo anaw, yaitu isteri ratu dari penyimbang asal yang hadir dan ditunjuk oleh purwatin adat. Kegiatan di sini adalah mempertemukan ibu jari kaki sebelah kanan dari mempelai laki-laki (mengiyan) dengan ibu jari kaki sebelah kiri dari mempelai wanita (maju) di atas hidung kepala kerbau. Dengan dilakukan acara temu ini maka resmilah perkawinan tersebut. Untuk pengukuhan maka acara temu ini dirangkaikan dengan acara musek-masok, yaitu penyuapan kepada kedua mempelai.

Setelah acara temu di atas, masih ada beberapa acara lagi, yaitu mencanangkan amai dan adek (mengumumkan tutur panggilan dan gelar), peradu gadis (kata-kata perpisahan dari mempelai wanita), dan terakhir adalah peliwangan atau perpisahan dan acara serah terima mempelai wanita (maju). Setelah acara serah terima ini selesai, maka dapat dilangsungkan akad nikah menurut ketentuan agama.

Pelaksanaan upacara perkawinan di tempat kediaman si pemuda. Upacara perkawinan di tempat mempelai laki-laki (mengiyan) ini disebut upacara cakak atau kuruk dan turun mandi, yang tahapannya sebagai berikut: upacara cakak atau kuruk, dan upacara turun mandi. Upacara turun mandi merupakan kegiatan yang berfokus pada ngekuruk balak cangget turun mandi dan upacara turun mandi. Upacara ngekuruk balak adalah upacara penyambutan keluarga dan punyimbang (purwatin) adat dari pihak mempelai wanita. Di sini pihak keluarga mempelai wanita menyerahkan barang-barang bawaan yaitu sigeh pengutan (berisi rokok tembakau), urai-cambai (sirih-pinang), juadah atau kue dodol, daw ba’i atau pedatong (sejumlah uang atau urunan adat dari purwatin adat pihak mempelai wanita), dan sesan (barang bawaan perkawinan dari mempelai wanita yang berupa alat-alat rumah tangga, perhiasan dan sebagainya).

Pada malam harinya diadakan cangget turun mandi. Acara ini adalah acara penganggik, yakni acara keluarga besar kedua mempelai yang meresmikan putra-putri mereka pada status remaja, atau bujang dan gadis.

Apabila acara ini telah usai, maka pada besok harinya dilakukan acara turun mandi, yang berupa rangkaian dari acara-acara berikut: ngegattung buah penyaraw, nginyaw bias (mencuci beras), besuraj-buasah atau acara mendidik, melobangi telinga dan mengasah gigi yang dilakukan secara simbolis, temu di lunjuk dan mesuk, igel peradu kemaranaian (igel tari peresmian mengakhiri masa bujang), turun mandi (mensucikan diri untuk pihak mempelai wanita), dan ngeruruh buah menyaraw atau ngunduh buah penyaraw.

>> BERSAMBUNG

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top