Pustaka

Orat-Oret Ringan Berbasis Cengengesan tapi Dalam dari Udo Z Karzi

Buku Yang (A)gak Serius dan yang Lucu-Lucu tentang Jurnalisme, Sastra, Literasi karya Udo Z Karzi.

Oleh Akhmad Syarief Kurniawan 

DATA BUKU
Judul: Yang (A)gak Serius dan yang Lucu-Lucu tentang Jurnalisme, Sastra, Literasi  
Penulis: Udo Z Karzi
Penerbit: Pustaka LaBRAK, Bandar Lampung
Cetakan: Agustus, 2023
Tebal: xx + 253 hlm
ISBN: 978-623-5315-11-9  

LAMPUNG dengan segala isinya adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Berbagai anugerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia ini, sering menjadi uraian panjang bagi Udo Z Karzi. Dengan kekuatan penanya, potensi-potensi di Bumi Ruwa Jurai bisa diolah menjadi multikarya literasi. Karya-karya tulis Udo dalam berbagai genre melimpah ruah lahir sejak masih di bangku sekolah formal di tanah kelahirannya hingga hari ini.

Buku Yang (A)gak Serius dan yang Lucu-Lucu tentang Jurnalisme, Sastra, Literasi ini dalam pembacaan saya, ternyata tidak hanya membicarakan jurnalisme, sastra, dan literasi seperti yang tertera dalam judul, tetapi juga menjadi upaya Udo Z Karzi menumpahkan ekspresi gagasan optimisnya dalam ranah sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan, dan lain-lain.

Tak salah jika jurnalis senior Juwendra Asdiansyah bilang, Udo Z Karzi seperti punya sumur ide yang tak mengenal kering dan kemarau. Sekali waktu ia menulis tema budaya, dan kali lain tema sosial. Produktivitas merupakan satu hal yang mengunci eksistensi Udo Z Karzi dalam belantika kepenulisan, khususnya di Lampung, dalam tiga dasawarsa. Kuncian lain adalah pilihan identitas “kelampungan”. Dia merupakan satu dari sedikit penulis yang produktif membuat tulisan dalam bahasa Lampung dan materi-materi kelampungan; adat istiadat, seni budaya, sejarah, dan sebagainya. Untuk hal ini, dua hadiah sastra Rancage tahun 2008 dan tahun 2017 menjadi ganjaran sempurna yang sulit dibantah (hlm. vii).

Buku istimewa terbitan Pustaka LaBRAK, Bandar Lampung ini terdiri dari tiga bagian utama.  Pertama, Yang (A)gak Serius. Kedua, Yang Sempat Dibaca. Dan ketiga, Yang Narsis dan Mungkin Lucu.   

Pada sebuah esai, Udo Z Karzi menyampaikan pentingnya penerbitan buku bahasa Lampung. Baginya, bahasa Lampung tetap eksis, berkembang, dan mampu menjadi bahasa kreasi bagi penuturnya. “Saya yakin bisa asal ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menjaga, melestarikan, memperdayagunakan, dan membuat bahasa Lampung lebih bergengsi. Sebab, bahasa Lampung adalah penopang utama kebudayaaan Lampung. Kalau bahasa Lampung punah jelas pula yang disebut kebudayaan Lampung kiamat,” tulisnya. (hlm. 20)

Tak semata menulis dalam bahasa Lampung, Udo Z Karzi mengajak seluruh elemen ulun Lampung untuk menulis tentang Lampung itu sendiri untuk berbagi kepada dunia. Orang lain menulis tentang Lampung bisa keliru. Maka, tugas ulun Lampung meluruskan kesalahan. Dan, lebih dari itu, mensyiarkan Lampung ke segala penjuru tanah air dan internasional.

Maka, sesuai dengan pesan literasi dari sastrawan Rilda Taneko dalam Webinar Maju Terus Sastra Lampung,7 November 2020, harus ada “semangat from local to global: menulis tentang Lampung untuk berbagi pada dunia bisa membuat Lampung tambah pesat dalam literasi.” Lampung punya segalanya, destinasi, sosio-kultur, adat istiadat, penerbit, peneliti, wartawan, aktivis, dan lain-lain yang menjadi sumber inspirasi untuk berkreativitas (hlm. 46).

Lalu, Udo pun menyampaikan pembacaannya atas karya-karya literasi, baik fiksi maupun nonfiksi, terutama karya ulun Lampung. Ia optimis kegairahan intelektual kebudayaan dan studi keilmuan kelampungan akan banyak lahir dari sastrawan dan penulis Lampung.

Udo Z Karzi mengapreasiasi hadirnya buku Napak Tilas Jejak Islam di Lampung, sebagai pembuka awal untuk memahami dan menelusuri Islam di Lampung. Ia bisa menjadi referensi yang utama ditengah minimya buku yang membicarakan Lampung dan kelampungan, khususnya mengenai Islam di Lampung (hlm 102).   

Tak hanya dalam buku ini, mantan aktivis Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMII) FISIP Unila ini mengajak untuk produktif dengan menggelorakan aktivitas literasi. Ia menyarankan, mulailah memperbanyak 3N: ngupi, ngebaca, nulis… Tanpa membaca sulit bisa menulis. Menjadi penulis, tentu bukan sesuatu yang instan. Ada proses yang panjang dan kadang berdarah-darah dalam melahirkan tulisan – tulisan dan buku bermutu.

Ada keasyikan tersendiri membaca buku ini–seperti juga membaca buku-buku Udo yang lain. Tak ada upaya ‘pencanggihan’ kalimat dengan kata-kata ilmiah, asing atau yang aneh-aneh. Hampir semua tulisan Udo mengalir lancar dengan bahasa sederhana, terkadang lucu, dan karena itu bisa menjadi santapan rohani yang lezat. Gaya khas Udo Z Karzi memang begitu. Orat-oret ringan berbasis cengengesan. Tapi, di balik itu, ia menyimpan pesan moral yang dalam kepada kita (pembaca) tanpa harus marah-marah dan dahi berkerut-kerut. Bolehlah buku ini dijadikan telaah kesadaran berliterasi bagi generasi muda.

Saya percaya para peneliti, seniman, budayawan, aktivis, akademisi, pemerhati lingiustik yang membaca membaca buku ini akan menjadi gelisah, emosi, pesimis, tetapi berujung senyum optimis. Tanpa harus berumit-rumit dengan pemikiran, teori, dan kutip sana-kutip sini, Udo sangat piawai menarasikan–bahkan memprosakan–gagasannya mengenai topik yang dibicarakan. Kemudian dari prosanya itu menjelma berbagai bentuk nilai kebajikan atau kata-kata bijak meskipun tidak sama sekali tersirat hendak menjadi sok bijak, apalagi menggurui pembaca. Jelas, buku ini memperkaya khazanah literasi yang ada di Lampung dan di Indonesia.

Tabik. []       

————-
Akhmad Syarief Kurniawan,
Penikmat Buku, Peneliti LTN NU Lampung Tengah, Lampung.  

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top