Kolom

Mamak Kenut Selow Gawoh…

: Hadir Kembali Biar Hidup Gak Tegang-Tegang Amat

“Orang botak di depan disebut apa?”

“Pemikir!”

“Kalau botaknya di tengah?”

“Pintar!”

“Nah, kalau botak depan dan tengah bagaimana?”

“Dia pikir dia pintar!”

….

SAYA benar-benar ngakak sengakak-ngakaknya membaca “Dia Pikir Dia Pintar”, salah satu tulisan “Buras”, kolom Bambang Eka Wijaya yang muncul saban hari di Lampung Post, sejak 1997 hingga 2021.

Saya tak ingat kolom ini dimuat kapan dan mengenai apa. Kalau kemudian ada humor serupa, saya merasa, itu hanya duplikat saja. Saya tak tahu dari mana asal guyon ini, tetapi yang pertama kali saya baca dari “Buras”-nya BEW, sapaan Bambang Eka Wijaya.

Kelebihan Buras, ia tak semata mengundang ketawa, tetapi bersamaan dengan itu mengajak pembacanya untuk berpikir dan berefleksi atas perihal yang dibicarakan. Tulisan BEW selalu segar, ada tragedi-komedi di dalamnya, yang selalu menaut pada kejadian-kejadian aktual. Karena itu, ia selalu asyik disimak. Makanya, saya kehilangan kolom yang bergizi dan enak dibaca sepeninggal BEW, 13 Maret 2023 lalu.

Syukurlah BEW mewariskan buku Buras (2004) sehingga bisa saya baca-baca ulang. Di samping juga membaca-baca lagi kumpulan kolom Acropolis-nya Heri Wardoyo (2013) dan Jujur Saya tidak Jujur (2010)-nya Sudarmono. Sementara, itulah jurnalis/alumni Lampung Post yang mewariskan buku dari kerja-kerja jurnalisme mereka. Oh iya, satu lagi Hesma Eryani yang membukukan sehimpun kolom dalam Watak Itu Bernama Amplop (2007).

Kembali ke rasa kehilangan saya terhadap kolom-kolom segar dan asyik. Barangkali, bukan tidak ada kolom seperti itu, melainkan saya “tidak berhasil” menemukannya di tengah dunia yang kian mendigital saat ini.

Beberapa tulisan (yang dibagikan) di medsos cukup menarik juga sebenarnya. Cuma perasaan saya, tulisan-tulisan itu kok pada serius-serius ya. Tegang-tegang semua. Sedangkan saya kepengennya membaca yang santai yang bikin ketawa-ketawa atau minimal senyam-senyum kayak membaca BEW atau sebelumnya Mahbub Djunaidi, SM Ardan, dan Firman Muntaco gitu.

Dalam pada itu, saya teringat pesan K.H. M. Arief Mahya. “… Kritik tetap harus ada dari semua pihak. Saya mendorong Udo Z. Karzi agar dapat terus-menerus menjadi aktivis pengemban tugas berat, tetapi mulia tersebut. Terus perankan Mamak Kenut dan Minan Tunja,” kata ulama dan intelektual muslim ini sekaitan dengan rencana terbitnya Mamak Kenut pada 2005. Tapi gagal terbit.

Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh baru terbit tujuh tahun kemudian pada 2012. Lalu, disusul Ke Negarabatin, Mamak Kenut Kembali (2016). Saya mulai lupa “memainkan” Mamak Kenut, Minan Tunja, Mat Puhit, Pithagiras, Radin Mak Iwoh, Udien, Pinyut, dkk ketika kemudian menerbitkan Ngupi Pai: Sesobek Kecil Ulun Lampung (2019).

Kini, di tengah suhu perpolitikan yang kian memanas, agaknya perlu oase agar kita tidak bertambah sumpek dan tegang terus-terusan. Maka, insya Allah, Mamak Kenut dkk akan bermain peran lagi untuk berceloteh, mencereweti, dan kadang memaki berbagai fenomena “ipoleksosbudhankamrata” yang terjadi. Syukur-syukur nanti bisa menjadi hiburan, olahpikir-olahrasa, dan memberikan sedikit faedah bagi yang membaca.

Konon, Mamak Kenut lahir berabad-abad silam di tengah masyarakat kultural Lampung. Dia sangat dikenal dan terkenal di eranya. Tapi, pergerakan zaman telah menggeser kisahnya ke tepi dan menyepi. Ketika saya hanya menghidupnya lagi di tahun 2000-an, nyaris tidak ada yang tahu lagi siapa Mamak Kenut. Lalu, muncul sosok Mamak Inut, yang mirip-mirip tapi beda. Padahal yang hampir selalu di kepala saya adalah Mamak Kenut Minan Tunja, dkk.

Tapi, beberapa tahun belakang saya kok melupakannya. Waduh… mahap nihan. Untungnya saya sadar. Mamak Kenut dkk mesti mendapatkan perannya kembali sebagai tukang recok di Negarabatin. Kemarin, sudah dimulai dengan judul “Kamuflase”. Dan, segera disusul orat-oret lainnya.

Selow gawoh! Tidak setiap hari, tetapi berupaya rutin minimal seminggu sekali.

Tabik. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top