Sajak

Sajak-sajak Sultan Musa

TELUR  MATA  SAPI

di  balik  tudung  tersaji
seakan  menyapa
“lihatlah  aku  sekarang”
siap  menghilangkan  lapar

                                  kabarmu  masih  kutanyakan
                                  ; sapi  siapa ?
 masih  ada  kamu  disini
                                  ; mata  tak  pernah  berkedip

dalam  lahap,  ada  yang  bergumam
“apa  yang  kau  tanya  belum  tentu  sesungguhnya  ada  jawaban”

sebelum  mendapatkan  jawaban,
menyimpan  seribu  heran

meretas  sudah  pertanyaan  lain
: jalan  lapar  pun  sirna

itu  yang  tidak  ternilai !

#2022

KERUPUK  DAN  SATU  IKAN 

dalam  sepiring  nasi
mencari  cara  beradu  lezat 
tak  peduli  bagaimana  pun  persaingan
“jangan  menambah  luka  pada  yang  sedang  berjuang”

bila  diselami  sejenak
…tidak  ada  yang  dipertaruhkan 
…tidak  ada  yang  memenangkan

bisa  jadi  mereka  hanya  menantang  diri  sendiri
kalah  dan  menang  adalah  saksi  hidup
; apa pun  hasilnya  setiap  peristiwa  itulah  kehidupan

#2022

MERETAS  LARIK  KENANGAN

Kita  adalah  kenangan
bernaung  dari  masa  lalu
keriputnya  adalah  pikiran 

atas  pertemuan  atau  tidak,
sebelum  kau  berubah  jadi  kenangan
telah  kumaafkan  dirimu

atas  kebersamaan  atau  tidak,
sebelum  bahagia  itu  menghilang
telah  kusimpan  senyummu

Kita  tidak  pernah  tahu,
sampai  kapan  mampu  menangguhkan  hari
Menjaga  tatapan  waktu,
meski  sejuta  misteri
Sampai  akhirnya  berhenti,
jadi  cerita  atau  saksi
; selalu  teraduk  pagi  dan  sore

maka  simpan  larik  ini
dan  ambillah  waktumu  !

#2022

PEREMPUAN BERSELIMUT KABUT

Walaupun kabut diam, namun selalu berbisik di antara remah dalam kesaksian
dan mnegurai dalam ketenangan

Melihat luas samudera di kedalaman hati,
jauh nan memancarkan keteduhan
tak perlu dijawab, perempuan ini tahu
yang mana hati indah atau pun sebaliknya

Dipangkal talu berpacu kekuatan, mengubah hikmah kebaikan dibaliknya
menghadirkan himmah dari sang pendahulu
dalam wujud atau bayangan limpahan ruhani mengucur pada perempuan ini
lewat dzikir nurnya tiada batas, tauhidnya tiada usai
menjelma semesta yang tak meredup, dzikir tanpa suara
kabutnya bertualang menuju mata rantai
dalam damai yang selalu tersenyum

Dalam kabut perempuan ini, menjelma dalam kebaikan
menebar kebaikan, berprasangka pun bersama kebaikan
meskipun tidak diperlakukan secara baik

Perempuan ini yakin ada yang terbuka,
meski akhirnya setiap orang mempunyai pandangannya masing-masing
sebelum atau sesudah Perempuan ini dihadirkan

Perempuan ini mengarungi tapak, tanpa berhenti
berlelah-lelah dalam kabut hanya mencari ridho-Nya
tujuan yang pasti sampai, bagi hari baru untuk setiap napas

#2023

Note:

Himmah  =  tekad

PERCA  PELUKAN

Duhai  kawan,
bila  bersemayam  luka
tak  perlu  digenggam
sebab  pasti  akan  berlalu

Duhai  teman,
bila  bersemayam  pilu
tak  risau  dirasa
sebab  semua  akan  sirna

Di mana  pun  mencari
Duhai  sahabat
semua  akan  terurai
: bersama  pelukan  orang  terkasih

#2022

—————-
Sultan Musa
, berasal  dari  Samarinda, Kalimantan Timur.  Tulisannya  tersiar  di berbagai  platform  media  daring–luring dan dalam  beberapa  antologi  bersama  seperti Wangian Kembang : Antologi Puisi Sempena Konvesyen Penyair Duniao-KONPEN yang di gagas Persatuan Penyair Malaysia (2018), Negeri Serumpun, Khas Sempena Pertemuan Dunia Melayu GAPENA & MBMKB (2020), La Antologia De Poesia Cultural ArgentinaIndonesia,  Antologi Puisi Budaya Argentina– Indonesia (2021),  Cakerawala  Islam MAIK-Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan-Malaysia (2022), Festival Sastra Internasional Gunung Bintan–Jazirah ( 2019, 2020, 2021, 2022) dan HOMAGI– International Literary Magazine. Sosoknya tercatat  di buku  Apa  &  Siapa  Penyair  Indonesia  (2017), Karya  tunggalnya,   Titik Koma (2021)  masuk  nominasi  Buku  Puisi  Unggulan  versi  Penghargaan  Sastra  2021  Kantor  Bahasa  Provinsi Kalimantan Timur.  IG :  @sultanmusa97.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top