‘Suatu Hari Nanti’, Elly pun Berseru: Kamu Belum Mati, Perjuangkan Hidupmu
MENELUSURI 110 puisi yang disodorkan Elly Dharmawanti, ada beberapa kata yang paling berseliweran dan berputar-putar dalam kepala saya: perempuan, kenangan, hujan, dan senja. Lalu, saya menemukan sebuah puisi yang bisa menjadi semacam pusat dari apa-apa yang hendak disampaikan melalui sajak-sajak dalam buku ini.
Suatu Hari Nanti
Suatu saat nanti
Setelah hujan yang panjang
Dan gemuruh tiada habisnya
Akan kau dapati hari yang tenang
Bahkan mungkin muncul pelangi
Begitulah hidup
Tak perlu khawatir
Melangkah saja dengan benar
Tak perlu tergesa
Sebab hidup juga kadang perlu menunggu
Sekadar istirahat, mengatur langkah
Dan kisah yang indah
Sajak ini menggambarkan perjalanan kehidupan yang memang mestilah penuh masalah, penuh aral-rintang, dan penuh penderitaan. Namun, kita tak bisa hanya mengutuki keadaan dan pasrah saja menghadapi situasi. Benar, kita tidak boleh ngoyo melawan sembari melakukan sesuatu sembari menanti saatnya untuk kembali melangkah. Segalanya penuh warna dan menjadi indah.
Tak bisa tidak, saya pun jadi teringat dengan puisi Sapardi Djoko Damono ini.
Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.
Jika dalam “Pada Suatu Hari Nanti”, Sapardi Djoko Damono menyampaikan kesadaran bahwa kematian itu pasti. Saat kematian itu datang, tidak ada yang dapat memisahkan “aku” dan “kau”. Kau, kata Sapardi, tak akan kurelakan sendiri, akan tetap kusiasati, tak akan letih-letihnya kucari.
Maka, Elly Dharmawanti dengan sajak “Suatu Hari Nanti” justru berkata: “Kau belum mati. Perjuangkan hidupmu!”
Itulah alasannya mengapa judul buku kumpulan puisi Elly Dharmawanti, Suatu Hari Nanti. Judul ini mirip dengan sebuah puisi Sapardi, “Pada Suatu Hari Nanti” dan sebuah buku kumpulan cerita juga karya Sapardi, Pada Suatu Hari Nanti (Bentang Pustaka, Yogyakarta, 2013). Namun, saya percaya kemiripan yang kebetulan. Mirip tapi isinya beda!
Jadi, insya Allah, buku puisi Elly Dharmawanti pertama yang berbahasa Indonesia ini akan memberikan sesuatu yang lain dalam khazanah perpuisian. Sebelumnya, Elly hadir dalam kumpulan sajak berbahasa Lampung: Sekekejung ni Pesiser Semamanjang ni Angangon (bersama SW Teofani, 2016), Sanjor Induh Kepira (2018), Dang Miwang Niku Ading (2020, memenangkan Hadiah Sastra Rancage 2021) dan In Dang Tayap Sang Kaban (2022), serta sebuah kumpulan cerbun atau cerpen berbahasa Lampung, Tumi Mit Kota (bersama Udo Z Karzi, 2013).
Begitu saja. Ya, namanya juga pengantar alakadarnya. Selebihnya, silakan nikmati buku ini.
Tabik.
Wismamas Kemiling, 23 Juli 2023
——————–
* Sekadar pengantar dari editor untuk buku puisi Suatu Hari Nanti karya Elly Dharmawanti (proses terbit)