Menolak Musnah!


PERTAMA-TAMA, saya ingin mengucapkan selamat dan sukses atas serah terima jabatan Pemimpin Redaksi Lampung Post dari Iskandar Zulkarnain kepada Abdul Gofur pada Jumat, 23 Juni 2023.
Untuk selanjutnya Iskandar Zulkarnain yang menjadi pemimpin redaksi sejak 2014 akan menjabat pemimpin perusahaan koran tertua di Lampung ini. Mengenai sepak terjang Doktor Bidang Pendidikan Pers dari UIN Raden Intan Lampung ini tidak perlu diragukan lagi.
Akan halnya Ago–begitu Abdul Gofur disapa–saya termasuk ikut berbahagia dan berbangga dengan prestasinya ini. Sebelumnya, anak muda ini adalah salah satu kepala divisi pemberitaan Lampost.
Kami satu almamater dari pers mahasiswa Teknokra Universitas Lampung. Kalau Ago Pemimpin Umum (2005), saya Pemimpin Redaksi Teknokra (1993–1994). Kelihatan kan, betapa tuanya ehh… seniornya saya. Hahaa…
Ehm, mumpung gak dilarang, saya ingin menyapa beberapa senior dan yang lebih muda lagi alumni Teknokra yang sukses di bidang masing-masing sembari mengabarkan berita gembira ini: Prof Dr Eddy Rifa’i SH MH, Hapris Jawodo, S Muryono, Hartono Utomo, Gustina Aryani, Triono Subagyo, Rozali, Armalia, Affan Zaldi Erya, Basuki Rahmat, Sugianto, Gustina Asmara, Dede Darmawan Saputra, M Reza, Weni Gusvina, Waeti, Mas’alina, Anastasia Gustiarini, Rieke Pernama, Ulil Amri, Eva Danayanti, Mada Eliana, Dayu Pratiwi, Cikwo Elva S, Indah Purwanto,Vera Aglisa, Joko Herwindo, Dewi Tresnaningytas, Dian Wahyu Kusuma, Vina Oktaviani,Asih Budi Ariyanti, … waduh banyak benar. Mohon maaf yang gak kesebut.
Kembali lagi ke Ago. Sosok ini memang gigih dan punya daya juang yang kuat. Setidaknya ini dibuktikan ketika saya baru pulang dari Pangkalan Bun setelah ikut merintis koran Borneo News tahun 2009, Ago yang bergabung dengan Lampung Post pada Mei 2009 sangat getol mengingatkan saya bahwa Teknokra mempunyai program untuk menerbitkan sebuah buku semacam sejarah dan kumpulan tulisan mantan aktivisnya. Dia bersama Supendi, aktivis Teknokra lainnya, dll beberapa kali mampir ke rumah. Kebetulan juga dulu kami dulu satu kampung di Kurungannyawa, Pesawaran sebelum saya sekeluarga pindah ke Kemiling, Bandar Lampung pada 2010.
Alhamdulillah, buku dimaksud, Teknokra: Jejak Langkah Pers Mahasiswa itu diterbitkan Pustaka LaBRAK dan Teknokra tahun 2010. Buku yang dieditori Budisantoso Budiman dan Udo Z Karzi berisi dua bagian. Bagian pertama Lintasan Sejarah Teknokra ditulis oleh Abdul Gofur, Andri Kurniawan, Iskandar Saputra, Padli Ramdan, dan Yudi Nopriansyah. Sedangkan Bagian Kedua Teknokra dalam Catatan Alumni memuat tulisan Muhajir Utomo, M Thoha B Sampurna Jaya, MA Irsan Dalimunte, Hersubeno Arief, Maspril Aries, Machsus Thamrin, Budisantoso Budiman, Zulkarnain Zubairi, Anton Bachtiar Rifa’i, Fadilasari, Heri Kurniawan, Juwendra Asdiansyah, Maulana Mukhlis, Idi Dimyati, M Fakhrurriza Pradana, Muhammad Ma’ruf, M Yamin Panca Setia, Budiyanto Dwi Prasetya, Ferry Fathurrahman, Turyanto, Roni Sepriyono, dan Taufik Jamil Alfarau.
Itu sudah, setelah itu saya juga senang karena Direktur Utama PT Masa Kini Mandiri–Penerbit Lampung Post Gaudensius Suhardi menegaskan Surat Kabar Harian (SKH) Lampung Post menolak penuh ihwal koran cetak mati akibat gerusan disrupsi media. Menurut dia, core business Lampung Post dari dulu yang diingat masyarakat Lampung adalah koran cetak. Lampost tetap bertahan meskipun disadari cetak bakal tergerus oleh media sosial yang makin masif.
“Lampung Post cetaknya harus menolak mati. Segenap kreativitas harus dicurahkan untuk pembenahan Lampung Post cetak,” kata Gauden saat serah terima jabatan baru di jajaran pimpinan Lampung Post, Jumat, 23 Juni 2023.
Alhamdulillah, sebagai orang yang berkali-kali bolak-balik bekerja di Lampung Post, yaitu sebagai wartawan lepas (1995-1996), periode 2000—2006, dan periode 2009—2015, saya harus bersyukur dengan komitmen menjaga keberlanjutan koran cetak Lampung Post ini.
Terlepas dari betapa “menggila”-nya dunia digital, saya termasuk masih memandang barang cetakan sebagai sesuatu yang tak tergantikan. Bagaimana pun koran, tabloid, majalah, dan buku memiliki nilai tambah yang tidak dimiliki e-paper dan e-book, apatah lagi dotcom. Selain kenyamanan, ada semacam kebanggaan yang sifatnya hermeneutis. Orang—saya setidaknya—dapat memiliki rasa bahagia, rasa nyaman, dan barangkali bangga memiliki barang cetakan.
Dan, saya–bersama yang lain-lain tentu–yang merintis penulisan dan penerbitan buku (cetak) sejak di Teknokra dan di Lampung Post, mulai dari Daun-Daun Jatuh, Tunas-Tunas Tumbuh (antologi puisi yang dieditori Panji Utama, Iswadi Pratama, dan Ahmad Yulden Erwin, diterbitkan Teknokra, 1995), Etos Kita: Moralitas Kaum Intelektual (kumpulan kolom, Gama Media, Yogyakarta dan Teknokra, 2002), Momentum (kumpulan sajak Udo Z Karzi, Dinas Pendidikan Nasional Lampung, 2002), Mak Dawah Mak Dibingi (kumpulan sajak bahasa Lampung, BE Press, 2007), Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh (Indepth Publishing, 2012), Feodalisme Modern: Wacana Kritis tentang Lampung dan Kelampungan (Indepth Publishing, 2013), Tumi Mit Kota (kumpulan cerpen bahasa Lampung bersama Elly Dharmawanti, Pustaka LaBRAK, 2013), Dari Oedin ke Ridho: 100 Hari Pemerintahan M Ridho Ficardo-Bachtiar Basri (bunga rampai, Indepth Publishing, 2014), Menulis Asyik: Ocehan Tukang Tulis Ihwal Literasi dan Proses Kreatif dengan Sedikit Tips (Sai Wawai Publishing, 2014), Mengapa Kita Berkonflik (bunga rampai, Indepth Publishing, 2014) hingga saya terakhir bekerja Lampung Post pada 2015.
Saya masih sempat mengeditor buku yang berasal dari perbalahan halaman Opini Lampung Post berjudul Rumah Berwarna Kunyit: Polemik Kesenian, Kesenimanan, dan Lembaga Seni di Lampung (Aura Press dan Pustaka LaBRAK, 2015), mengeditori buku Frieda Amran dari rubrik Lampung Tumbai Lampung Post berjudul Mencari Jejak Masa Lalu Lampung (Lampung Post, 2015; dengan edisi kedua revisi diterbitkan Pustaka LaBRAK, 2016), dan menghimpun kolom (Nuansa) saya di Lampung Post dalam buku Ke Negarabatin Mamak Kenut Kembali (Pustaka LaBRAK dan Aura Publishing, 2016).
Setelah itu, saya ikut mengelola beberapa media sembari tetap “ngeyel” bersama Penerbit Pustaka LaBRAK yang didirikan pada 2010 untuk sekadar meneguhkan hati tidak menyerah terhadap senjakala barang cetakan.
Alhamdulilah, Lampung Post tetap dicetak. Ini membesarkan hati saya, juga para alumninya dan ulun Lampung pada umumnya.
Begitu juga Pustaka LaBRAK, meskipun tidak banyak judul, syukurlah ada saja buku cetak yang kami terbitkan. Meskipun tertatih-tatih, apalagi untuk buku berbahasa Lampung dan konten lokal, Pustaka LaBRAK tetap berupaya menerbitkannya. Tentu kami juga tak mengabaikan perkembangan dengan menerbitkan juga buku digital (e-book) untuk beberapa judul.
Ya, buku cetak juga melalui Pustaka LaBRAK bertekad untuk menyatakan: Menolak musnah!
Tabik. []
