Obituarium

Agui! Gegara Dule Ini…: In Memoriam Abdullah Al Mas’ud

Abdullah Al Mas'ud. | Ist

“DULE gak masuk. Siapa yang nulis Agui?” tanya saya.

“Udolah!” sahut Riko Firmansyah.

Agui, gak bisa. Ini kolomnya Dule, khas punya Dule, bahasanya bahasa Dule. Saya tak kan bisa menirunya,” kata saya.

Agui” adalah seruan khas dalam bahasa Lampung yang kurang lebih berarti aduh, tetapi bermaksud meledek, menyindir, dan menertawakan orang yang berbuat salah, memalukan atau konyol.

Agui” ini kami sepakati sebagai nama kolom berdampingan dengan kolom Ngupi Pai (Ngopi Dulu) di halaman 1 Harian Fajar Sumatera. Dengan penulis tetap Dule alias Abdullah Al Mas’ud, kolom Agui hadir setiap hari dengan segala kelucuannya. Dule sangat piawai mengolahnya sehingga menjadi “bangor” dan bikin ngakak.

Lalu, kolom Ngupi Pai, ditulis bergantian oleh para redaktur, kecuali Dule dan saya. Soalnya, saya diminta mengelola halaman Opini yang di dalamnya ada tajuk rencana dan kolom Cabik Lunik yang mesti saya tulis sendiri.

Di Fajar Sumatera (2015–2019) bertemulah kami, yaitu Dule, Riko, dan saya yang sesama alumni Lampung Post. Terbiasa bekerja di koran yang banyak menyediakan ruang kreatif bagi penulisan, kami pun menyediakan banyak kolom untuk ditulis, baik oleh internal maupun untuk penulis luar.

Eh, iya. Yang kami (saya) panggil Dule, Dule… sebenarnya Pemimpin Redaksi Fajar Sumatera, atasan langsung saya yang dipercaya menjadi redaktur pelaksana. Sedangkan Riko Firmansyah redaktur bersama Rusidi dan Supendi.

Sebelum ke Lampung dan menjadi wartawan Lampung Post, alumnus Jurusan Jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Ilmu Politik (IISIP) Jakarta ini adalah wartawan Media Indonesia. Setelah Lampung Post, ia sempat menjadi jurnalis Trans Sumatera, Pemimpin Redaksi Fajar Sumatera, dan terakhir Pemimpin Redaksi TransSumatera.id.

Bahasa jurnalis kelahiran Jakarta, 2 April 1969 ini cair banget. Sesekali ia juga bertanya tentang kata yang mau dipakai di koran.

“Bagus pakai ‘gara-gara’ atau ‘gegara‘?” tanya Dule suatu kali.

“Pakai ‘gegara‘ saja. Lebih nendang dan lebih akrab dengan masyarakat,” ujar saya sembari ingat dengan pembentukan kata bahasa Lampung seperti reribol (dari ribol-ribol), rerutu (rutu-rutu), dan dadi (adi-adi).

Ceplas-ceplos, ngomong tanpa tedeng aling-aling, dan sering bikin ketawa. Itulah Dule.

Meskipun kami tak terlalu lama di Fajar Sumatera, pengalaman bekerja sama dalam mengelola media membekaskan jejak yang jelas dan penting bagi saya dalam perjalanan jurnalistik dan kehidupan.

Lama tak bertemu dan berkomunikasi dengan suami Desi Wahyuni dan ayah dua anak ini, tiba-tiba datang kejutan dari Dule.

Ya Allah ya Rabbi…betapa saya tak bisa berkata-kata menerima kabar duka–yang juga telat– mengenai kepulangan Abdullah Al Mas’ud. Mulanya, saya baca beritanya dari postingan Mas Budisantoso Budiman di dinding Facebooknya.

Kabar lebih lengkap saya dapatkan dari WAG Alumni Lampost. “Assalamualaikum wr wb. Innalillahi wainnailaihi rajiun. Telah pulang ke Rahmatullah sahabat, saudara kita Abdullah Al Mas’ud atau yang biasa dipanggil Dule tadi sore, Kamis, 27 April 2023 sekitar pukul 17.30 di Jakarta karena sakit. Rencana Jenazah akan dimakamkan di Rangkasbitung. Semoga Almarhum diampuni dosa-dosanya dan mendapatkanW tempat terbaik disisi Allah SWT. Aamiin,” tulis Fanendra Yuntardi, Kamis, 27/4/2023 pukul 19.01.

Kabar berpulangnya Bendahara Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Lampung dibenarkan Muhaimin, putra almarhum.

“Assalammualaikum Abang-Abang semuanya, saya Muhaimin anak dari Abdullah Al Mas’ud. Terima kasih atas ucapan bela sungkawanya. Untuk pemakaman nanti akan dimakamkan di Rangkasbitung pada esok hari,” ujar Muhaimin di grup WA para jurnalis Pemprov Lampung, Kamis malam.

Informasinya, Dule meninggal akibat serangan jantung pasca berziarah ke makam ayahandanya di Jakarta.

Maafkan saya, Dule. Saya terlalu ‘sok sibuk’ sampai tak tahu kabar sakitmu. Sampai tadi siang saya juga tak menuliskan apa-apa tentangmu.

Maka, begitu DAMRI yang saya tumpangi memasuki perut KMP Amadea di Pelabuhan Bakauheni, Lampung untuk menyeberang ke Pulau Jawa, Jumat, 28/4/2023 tengah malam, saya segera menuliskan ini untuk mengingat kebaikan-kebaikanmu, untuk mengenang ‘ajaran-ajaran hidup’ darimu, dan untuk mengabadikan kesetiaanmu pada jurnalisme.

Senangkan dirimu, berbahagialah selalu di kampungmu yang baru, Dule.

Tabik! []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top